Selasa, 09 Juni 2009

Gonggongan Bayi-Anjing dari Dalam Perut Induknya

Ketika tengah menjalani khalwat,
40 hari lamanya,
seorang yang shalih menyaksikan,
dengan mata-batinnya,
seekor induk anjing sedang hamil.
Tiba-tiba didengarnya gonggongan
anak-anak anjing,
padahal mereka masih tersembunyi
di dalam kandungan sang induk.


Lolongan itu membuatnya terheran-heran:
bagaimana mungkin, pikirnya,
bayi anjing dapat menggonggong
dari dalam kandungan.


Bayi anjing menggonggong dari dalam rahim?
Sungguh, pikirnya seraya takjub,
ini kejadian langka.


Ketika dia tersadar dari fana'-nya itu,
semakin bertambah bingunglah dia.


Di dalam khalwat, tak ada yang dapat
dimintai tolong mengurai simpul teka-teki itu,
kecuali ke Hadhirat yang Maha Agung, Maha Mulia.


Diapun bermohon,
"Yaa Rabbi, karena sebab ini hamba terlalaikan
dari ber-dzikr kepada-Mu,
padahal hamba sedang ber-khalwat.


Lepaskanlah beban hamba,
sehingga dapat hamba terbang,
memasuki taman dzikr
dan menyusuri jalan-teduh ma'rifat."


Segera sebuah suara rahasia menjawab,
"Ketahuilah itu adalah gambaran
dari pembicaraan kosong orang yang tidak
berpengetahuan: yaitu orang-orang yang,
ketika belum lagi tersibak hijab dan tirai,
dengan mata ditutup,
telah memulai pembicaraan;
yang sebenarnya hampa."


Gonggongan bayi anjing di dalam perut induknya
tiada gunanya: karena bukanlah dia anjing pemandu
bagi pemburu binatang,
bukan pula dia anjing penjaga malam.


Dia belum pernah bertemu serigala,
sehingga dapat mencegahnya;
dia belum pernah bertemu perampok,
sehingga dapat menghalanginya.


Ini adalah gambaran orang,
yang karena hasratnya akan kemasyhuran,
tumpul visinya,
dan melambung cakapnya.


Orang seperti ini,
membicarakan hal-hal yang hampa,
tanpa landasan visi,
demi memperoleh pembeli dan pengagum.


Tanpa pernah melihat Rembulan,
dia menceritakan tanda-tandanya,
sehingga dia menyesatkan sesamanya yang bodoh.


Untuk memperoleh pengakuan dari pembeli,
diutarakannya seratus tanda-tanda Rembulan,
yang tidak pernah dilihatnya.


Sebetulnya, hanya terdapat satu Pembeli Sejati
yang menguntungkan;
tetapi 
para pemalsu sangat curiga

dan ragu kepada-Nya.


Demi hasrat mereka
kepada para pembeli lain yang hina,
orang-orang ini telah mengabaikan
Pembeli Sejati.


Dia-lah Pembeli kita,
"Allah telah membeli:"                                            [1]
atasilah keraguanmu, janganlah
para pembeli lain membingungkanmu.


Carilah Pembeli yang mencari engkau,
yang tahu awal dan akhirmu.


Tidak perlu engkau menyenangkan semua pembeli,
berusaha menyayangi lebih dari satu kekasih,
itu buruk hasilnya.


Para pembeli lain,
sedikitpun tidak akan mampu mengganti modal,
apalagi menawarkan keuntungan,
bagi kecerdasan dan akalmu.


Harga yang mereka tawarkan rendah sekali,
hanya setara separuh ladam kuda;
sementara yang engkau berikan
nilainya bagaikan saphir dan ruby.
Kerakusan telah membutakanmu,

dan akan mencegahmu mendapatkan rahmat:
iblis akan membuatmu ikut terkutuk,
seperti dirinya.


Sebagaimana terkutuknya Abrahah,
membuat bala-tentara bergajah terkutuk pula;  [2]
demikian juga terkutuknya kaum Luth.


Mereka yang sabar dalam pengabdian
dan menjaga diri,
mendapatkan Pembeli;
karena mereka tidak bergegas
kepada sembarang penawar.


Barangsiapa memalingkan wajah
dari Sang Pembeli,
akan terhindar darinya keberuntungan
dan kebahagiaan
serta hidup abadi.

Catatan:
[1] "Sesungguhnya Allah telah membeli dari para al-mukminiin ..." (QS [9]: 111)
[2] Lihat QS 105

Sumber:
Rumi: Matsnavi, V no 1445 - 1471. 
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.



Minggu, 07 Juni 2009

Seekor Beo Belajar Bercakap

Seekor beo melihat bayangannya sendiri,
di dalam cermin,
berhadapan dengannya.

Sang Guru tersembunyi di balik cermin:
Pemilik yang sangat berpengetahun dan fasih
itulah yang sebenarnya berbicara.

Si beo kecil mengira bahwa kata yang disampaikan perlahan
itu diucapkan oleh beo dalam cermin.

Demikianlah, dia belajar ucapan bahasa manusia dari
'sejenisnya sendiri;' tanpa
menyadari yang sebenarnya terjadi.

(Sang Pemilik) mengajarinya dari balik cermin;
jika tidak demikian, si beo tidak pernah bercakap,
dia tidak mau belajar kecuali dari yang sejenis dengannya.

Sebenarnya dia belajar bercakap dari seorang yang berpengetahuan,
tapi dia tidak paham cara dan rahasia dibaliknya.

Dia mendengar ucapan, kata demi kata,
dari sang Lelaki Pemilik;
tapi apa ada cara belajar lain, bagi seekor beo kecil?

Seperti itulah, murid yang masih mementingkan diri sendiri,
tak melihat dalam cermin raga Sang Guru,
kecuali dirinya-sendiri.

Bagaimana mungkin dia melihat Akal Sejati di balik cermin,
ketika diberi nasehat dan pengajian?

Dia mengira pembicaraan Lelaki itu suatu hal biasa saja;
sedangkan mengenai hal satunya lagi, Akal Sejati,
tidaklah diketahuinya.

Dia belajar tentang kata-kata,
sedangkan tentang rahasia-abadi,
tidaklah dapat diketahuinya;
karena dia seekor beo,
bukan seorang sahabat-jalan-sejati.

Begitu pula, sebagian orang dapat bersiul bagaikan burung,
karena itu hanya soal ketrampilan lidah dan tenggorokan.

Tetapi mereka tidak paham makna bahasa burung, kecuali
Sulaiman yang agung, sang pemilik 'bashirah.'

Banyak yang belajar istilah-istilah Sufi, dan tampak kemilau
mempesona di mimbar dan majelis.

Tiada sedikitpun anugerah bagi mereka, kecuali
basa-basi duniawi;
sampai dengan datang rahmat Ilahiah yang menunjukkan
jalan yang sebenarnya.



(Rumi: Matsnavi, V no 1430 - 1444, terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson)