Jumat, 23 Oktober 2009

Wahai Pencari, Berhijrahlah


Jika pohon punya sayap atau kaki,
tentulah ia bisa bergerak,
sehingga tak diterimanya sakit dari mata gergaji
atau dari pukulan kampak.

Dan jika matahari tak bergegas ketika
malam tiba, bagaimanakah bumi akan diterangi
ketika fajar merekah.

Dan jika air tidak menguap dari laut ke langit,
kapankah taman akan dialiri sungai
dan dibasahi hujan.

Ketika setitik benih bergerak dari sumbernya
ke tujuan, ditemukannya rumahnya, dan
lalu menjadi sebutir mutiara.

Bukankah Yusuf, walau sambil berlinang air-mata,
mengembara meninggalkan ayahnya.
Bukankah dalam pengembaraan itu,
dia menemukan kerajaan, ketenaran dan kemenangan?

Bukankah Musthafa berhijrah,
dan di Madinah memperoleh kedaulatan,
dan menjadi tuan dari berbagai negeri?

Kalaupun kaki tak engkau miliki,
tempuhlah hijrah di dalam dirimu sendiri,
(Itu) bagaikan tambang merah-delima mulai
tersingkap oleh secercah cahaya matahari.

Wahai pencari, berhijrahlah,
keluar dari kampung halamanmu, menuju
ke kedalaman dirimu sendiri.

Karena dengan hijrah seperti itu,
bumi menjadi tambang emas.

Dari yang semula masam dan pahit,
berkembanglah menjadi sesuatu yang manis.

Bahkan dari tanah yang tandus,
tumbuh berbagai jenis buah-buahan.

Lihatlah kejaiban ini,
yang tergelar di bawah matahari kebanggaan Tabriz.
Karena semua pohon mendapatkan keindahannya
dari cahaya matahari.



Sumber:
Rumi: Divan Syamsi Tabriz no 27,
terjemahan ke Bahasa Inggris oleh
Nicholson.



Tunaikanlah Maharnya

Karenanya, bersama siapapun engkau ingin bersanding,
tunaikanlah maharnya: tenggelamkan dirimu sepenuhnya
dalam kecintaanmu, seraplah bentuk
dan ciri-cirinya.

Jika yang engkau kehendaki adalah cahaya,
siapkanlah dirimu untuk menerimanya.

Jika engkau ingin berjarak dari Tuhan,
pupuklah cinta diri-sendiri dan menjauhlah.

Jika engkau ingin mencari jalan keluar
dari penjara lapuk ini, [1]
jangan palingkan wajahmu dari Sang Kekasih,
sujud dan mendekatlah. [2]



(Rumi: Matsnavi, I no 3605 - 3607, terjemahan ke Bahasa Inggris olehNicholson)


Catatan:

[1] Jika ingin jiwa bebas dari penjara jasmani.

[2] QS [96]: 19

Kamis, 15 Oktober 2009

Datang Semata untuk Bersaksi

Kehadiran kita di ruang sidang Sang Hakim ini [1]
untuk membuktikan kebenaran pernyataan kita,
"kami bersaksi;" ketika dalam Perjanjian itu kita
ditanyai, "bukankah Aku Tuhanmu?" [2]

Karena kita telah membenarkan,
maka dalam 
persidangan ini ucapan
dan tindakan kita menjadi 
saksi dan bukti
bagi kesepakatan itu.

Ruang sidang Sang Hakim bukanlah tempat untuk membisu.
Bukankah kita datang kesini untuk memberikan persaksian?

Wahai saksi,
berapa lama lagi engkau diperiksa
di ruang 
sidang Sang Hakim?
Segera lah berikan pernyataanmu.

Engkau telah dipanggil ke sini,
dan telah datang engkau, [3]
semata untuk bersaksi.

Lalu mengapakah engkau bersikukuh diam?

Di ruang tertutup ini engkau ikut menutup mulut
maupun tanganmu. [4]

Kecuali engkau berikan pernyataan itu,
wahai saksi, 
bagaimana caranya
engkau akan keluar dari sidang ini?
[5]

Inilah urusanmu di alam ini.
Kerjakan tugasmu dan segeralah berlalu,
jangan 
memanjangkan yang ringkas,
sampai melelahkan dan
menjengkelkan dirimu sendiri.

Bergantung kepada perjanjian yang telah kau
sepakati: apakah kiprah pernyataanmu itu
perlu digelar 
disini selama seratus tahun
atau sekejap mata; 
serahkan amanah itu
dan bebaskan dirimu sendiri.
[6]

Apakah yang perlu dinyatakan?

(Terungkapnya) khazanah yang tersembunyi di dalam
dirimu: melalui ucapan, tindakan atau apa saja.

Tujuannya untuk mengungkapkan rahasia
yang 
tersembunyi di dalam inti substansi jiwamu.
Sementara substansi sejati dirimu itu tetap;
refleksinya, berupa kata atau amal,
langsung 
menghilang segera setelah ditampilkan.

Jejak emas pada Batu-uji tidaklah menetap, [7]
tetapi emasnya sendiri tetaplah terpuji dan
murni.

Demikianlah, shalat, puasa dan jihadul-akbar ini,
tidaklah terus tampil diamalkan, tetapi
ruh mereka tetap senantiasa terpuji.

Jiwa berefleksi menjadi bentuk-bentuk kata dan amal
semacam ini: substansinya menyentuhkan diri kepada
Batu-uji berupa Perintah Ilahiah.

Seakan dia berkata, "imanku sempurna, inilah
saksi-saksinya!"
Jadi, jika ada keraguan maka itu
berkaitan dengan para saksi.

Ketahuilah, kebenaran para saksi mestilah diperiksa:
sarana untuk mengetahui benar tidaknya
terletak pada 
keikhlashan;
kebenaranmu selaras dengan keikhlasanmu.

Persaksian kebenaran kata-katamu adalah dalam
memenuhinya ketika diuji;
sedangkan persaksian 
kebenaran amalmu
adalah dalam mengerjakan amal yang
sesuai dengan Perjanjian.

Persaksian ucapan tertolak jika mengatakan hal
yang salah; sedangkan persaksian amal tertolak
jika tidak lurus.

Ucapan dan tindakanmu seyogyanya tidak saling
bertentangan, agar persaksianmu segera diterima.

"Dan usahamu beraneka-ragam;"
dirimu 
dalam pertentangan: [8]
engkau memintal pada siang hari,
tetapi ketika malam tiba kau urai kembali pintalanmu. [9]

Siapakah yang mau mendengar pernyataan yang penuh
pertentangan, kecuali Sang Hakim memperlihatkan
kelapangan-Nya?

Kata dan amal-tindakan mengejawantahkan fikiran
dan maksud tersembunyi,
keduanya membongkar rahasia
yang semula terhijab.

Wahai pembantah,
selama engkau menentang para 
Waliyullah,
maka mereka akan menentangmu.
[10]

"Maka tunggulah mereka, sesungguhnya mereka
menunggu pula." [11]


Catatan:
[1] Ruang sidang = alam dunia ini.

[2] QS [7]: 172.

[3] Telah dihadirkan, telah dihidupkan di alam yang ini,
melalui kelahiran kita.

[4] Umumnya jiwa, ketika hadir di alam ini, telah melupakan
rumah sejatinya dan Perjanjiannya dengan Tuhan, sehingga
hanya bisa membisu tak lagi mampu mengenali dirinya sendiri.

[5] Sejauh mana Perjanjian itu dipenuhi akan menentukan
cara beranjak dari alam dunia ini ke alam-alam selanjutnya.

[6] Setiap orang satu tugas unik.
Para nabi adalah contoh 
terbaik dalam kiprah persaksian perjanjian.
Ada diantara 
mereka yang kiprah tugasnya berlangsung selama ratusan
tahun ada pula yang singkat. 

[7] "Batu-uji:" zaman dulu kemurnian emas diperiksa dengan
menggosokkannya pada Batu-uji.

[8] QS [92]: 4.

[9] Mengingatkan kepada QS [16]: 92, "... dan janganlah engkau
seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang
sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali..."

[10] Periksa misalnya QS[10]: 62.

[11] QS [44]: 59.


Sumber:
Rumi: Matsnavi, V no 174 - 182, 246 - 260.
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.
Terjemahan ke Bahasa Indnesia oleh ngRumi.

Rabu, 14 Oktober 2009

Kebakaran Besar di Masa Sayidina Umar r.a.

Sebuah kebakaran besar terjadi di masa kekhalifahan
Sayidina Umar r.a: kobarannya menelan bebatuan
layaknya api menghancurkan kayu kering.

Api menelan rumah dan bangunan, melonjak tinggi sampai
mengancam burung-burung dan sarang mereka.

Separuh kota tertelan api; air bagai gentar dan gagap
menghadapinya.

Mereka yang masih bisa berfikir terus menyiramkan air, bahkan
cuka, untuk memadamkannya.

Sungguhpun demikian, kobaran api malah meningkat, sampai
datang bantuan dari yang Tunggal, yang tak-Terbatas.

Orang-orang bergegas mendatangi Umar r.a, sambil berkata,
"api itu sama sekali tidak dapat dipadamkan dengan air."

Beliau r.a. menjawab, "api itu adalah salah satu tanda dari
Allah: itu adalah kobaran dari api kejahatanmu.
Berhentilah menyiramkan air, bagikanlah roti,
tinggalkanlah kerakusan, jika kalian memang pengikutku."

Orang-orang itu menjawab, "Pintu-pintu rumah kami selalu
terbuka, kami berbaik-hati dan pemurah."

Beliau r.a. berkata, "Kalian memberikan roti hanya karena
aturan dan kebiasaan, tidaklah tangan-tangan kalian terbuka
bagi-Nya semata;

(Kalian bertindak) hanya untuk saling membanggakan diri,
bermegahan dan pamer; bukannya karena takut kepada-Nya,
pensucian diri dan permohonan ampun."

Kekayaan itu hendaklah ditanamkan, bukannya sembarangan
ditebar di atas tanah bergaram, janganlah meletakkan
pedang ke tangan pembegal.

Bedakanlah antara kaum penjunjung ad-Diin dengan
musuh-musuh-Nya: carilah Lelaki yang bersama dengan-Nya,
dan sertailah dia.

Setiap orang berjasa kepada yang sekaum dengannya:
orang bodoh, yang berjasa kepada kaum tak-berpengetahuan,
merasa mereka sungguh-sungguh telah beramal saleh untuk
agamanya. [1]


(Rumi: Matsnavi, I no 3707- 3720, terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson)



Catatan:

[1] QS [2]: 11

Air Kehidupan

Semua hal,
terkecuali cinta kepada yang Maha Indah,
walaupun tampak manis bagai gula,
sebenarnya membuat jiwa menderita.

Apakah itu penderitaan jiwa?
Menyongsong kematian seraya tidak menggenggam
Air Kehidupan. [1]

Umumnya manusia, menancapkan pandangan ke dua mata
mereka kepada bumi dan kematian: seraya mereka
menyimpan seratus keraguan tentang Air Kehidupan.

Berjuanglah sehingga seratus keraguanmu berkurang
jadi sembilan puluh: bergeraklah maju kepada Allah
pada malam harinya alam ini; karena jika engkau tertidur,
sang malam lah yang akan meninggalkanmu.

Di tengah gelapnya malam, carilah Siang yang terang:
ikutilah Akal Sejati yang menelan kegelapan.

Di balik hitamnya jubah malam, yang sewarna kejahatan, terdapat
banyak kebaikan: Air Kehidupan itu pasangan kegelapan.

Tapi bagaimana mungkin mengangkat kepalamu dari beratnya
kantuk, ketika engkau tebarkan seratus benih kemalasan.

Jika mendengkur bagaikan mati,
dan matinya makanan yang haram dijadikan sahabat,
maka engkau bagaikan pedagang yang tertidur,
sementara sang malam menjadi pencuri
yang membuatmu bangkrut.


Sumber:
Rumi: Matsnavi   I: 3684- 3693.
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.


Catatan:
[1] "Kematian yang tiba-tiba adalah rahmat bagi orang beriman dan nestapa bagi pendosa." (Hadist Rasulullah SAW, dari Al Ghazali,
"Metoda Menjemput Maut, " hal 55, dari Abu Dawud, "Jana'iz," 10).


Selasa, 13 Oktober 2009

Musuhmu yang Sebenarnya



Tahukah engkau siapa musuhmu sebenarnya?

Mereka yang dibuat dari api adalah musuh
dari yang dibuat dari tanah. [1]

Api adalah musuh dari air dan keturunannya;
demikian pula air adalah musuh bagi nyalanya api.

Jelasnya, api disini adalah api hawa-nafsu, 
yang disitu terletak akar dari dosa dan kesalahan.

Api kasat-mata dapat engkau padamkan 
dengan siraman air, sementara berkobarnya api 
hawa-nafsu dapat membawamu ke Neraka.

Api hawa-nafsu tak dapat diredakan dengan air, 
karena dia memiliki ciri Neraka, 
yaitu tak-pernah-puas menyiksa.

Apakah obat bagi api hawa-nafsu?

Cahaya Agama: 
cahaya keberserahdirianmu adalah sarana
untuk memadamkan api kekufuranmu.

Apakah yang memadamkan api ini?
Cahaya Allah, 
jadikanlah cahaya nabi-Nya, Ibrahim a.s. 
sebagai gurumu. [2]

Sehingga jasadmu, yang bagaikan kayu, 
dapat diselamatkan dari nyala hawa-nafsu, 
yang bagaikan api Namrud. [3]

Kobaran hawa-nafsu takkan padam 
karena diperturutkan;
tapi dapat dipastikan dia akan surut 
dengan membiarkannya tak-terpuaskan.

Api akan terus membara, 
jika kayu bakar terus kau sodorkan kepadanya.

Jika engkau tarik kayu bakar itu, 
api akan padam;
takutmu kepada Tuhan itu bagaikan air 
yang disiramkan kepada api.

Sungguh sayang, jika api hawa-nafsu 
menghanguskan cantiknya wajah-jiwa; 
yang seyogyanya memerah-mawar:
pancaran dari takwa didalam qalb.


Catatan:
[1] QS [38]: 76
[2] QS [4]: 125
[3] QS [37]: 97, [21]: 69


Sumber:
Rumi:  Matsnavi  I:  3694 - 3706
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson
Terjemahan ke Bahasa Indonesia oleh ngRumi.

Sabtu, 10 Oktober 2009

Terbelenggu Rantai tak-Terlihat




Tuhan membuat kemasyhuran begitu berat,
bagaikan seratus kilogram besi,
begitu banyak orang terikat rantai tak-terlihat.

Bangga-diri dan suka-khianat
menutup Jalan pertaubatan,
sedemikian rupa, sehingga pengidapnya
bahkan tak mampu mengutarakan penyesalan.


"Sungguh Kami telah memasang
pada leher-leher mereka 
belenggu sampai ke dagu,
maka mereka tengadah:"                                    
[1]
rantai itu tidak diikatkan kepada jasmani kita.

"Dan Kami jadikan dari hadapan mereka dinding,
dan dari belakang mereka dinding,
lalu Kami tutupi mereka,
maka mereka tidak dapat 
melihat," dinding
di hadapan dan di belakang mereka.                     [2]


Dinding tegak itu tampil
bagaikan padang terbuka,
sang pendosa tak tahu
itu adalah dinding ketetapan Ilahiah.


Cinta duniawimu bagaikan dinding 
yang menghalangi wajah Sang Kekasih,
hasratmu akan dunia adalah dinding
penghalang kepada tuntunan.

Banyak diantara kaum kafir mendalam rindunya 
kepada tuntunan Diinul-Islam,
penghalang mereka adalah reputasi,
bangga-diri  dan hasrat akan aneka-rupa
remeh-temeh.


Sekalipun tak-terlihat,
rantai itu lebih kuat 
daripada besi;
rantai-besi masih bisa diputus dengan kapak.


Rantai-besi bisa ditanggalkan,
tapi tiada seorang pun tahu 
bagaimana caranya
melepaskan rantai tak-terlihat.


Jika seseorang tersengat lebah,
untuk mengobatinya,
sengat itu dilepaskan dari tubuhnya.

Tetapi jika terluka karena sengatan
jiwa-rendah-mu sendiri,
sakitnya terus meningkat
dan nyerinya tak kunjung reda.


Penjelasan lengkap tentang soal ini 
terus mengucur dari dadaku,
tapi aku kuatir itu akan membuatmu putus-asa.

Janganlah berputus-asa,
bangkitlah, mintalah bantuan Dia,
yang menghampir kepada rintihan.

Katakanlah, "Ampuni kami,
wahai Engkau yang suka mengampuni,
hanya Engkau pemilik obat manjur
untuk menyembuhkan kami
dari sakit mematikan ini."


Catatan:
[1] QS [36]: 8.

[2] QS [36]: 9.


Sumber:
Rumi: Matsnavi   I  3240 - 3254.
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh 
Nicholson.

Jumat, 09 Oktober 2009

Iri-dengki: Lorong Sempit Tersulit

Jangan masuki lembah ini tanpa pemandu; [1]
ikutilah ucapan sang Khalilullah Ibrahim a.s, 
"... Aku tidak suka sesuatu yang tenggelam ..." [2]

Bertolaklah dari dunia bayangan,
raihlah matahari: 
berpeganglah ke lengan baju Lelaki
seperti Syamsi-Tabriz. [3]

Jika belum kau ketahui,
alamat pesta perkawinan seperti ini,
carilah Cahaya al-Haqq, Husamuddin. [4]

Ketika engkau tengah menempuh Jalan,
dan tenggorokanmu 
tercekik iri-dengki,
ketahuilah, itu ciri iblis;
dia melanggar batas karena iri-dengki.

Karena iri-dengkinya,
dia membenci Adam a.s;    [5]
dan karena iri-dengki pula
dia berperang melawan kebahagiaan.   [6]

Di dalam Jalan,
tiada lorong sempit yang lebih sulit 
daripada hal ini;
beruntunglah pejalan yang tidak membawa
iri-dengki sebagai teman.

Ketahuilah, ragamu adalah sarang iri-dengki;
para warga di dalamnya tercemari oleh iri-dengki.

Semula, raga ini Tuhan buat sangat murni,
tapi 
kemudian menjadi sarang iri-dengki.

Ayat-Nya, "... dan sucikanlah rumah-Ku ..." [7]
adalah perintah untuk memurnikan diri;
karena hanya di dalam qalb yang tersucikan
tersimpan 
harta-karun Cahaya Ilahiah,
itulah sejatinya Permata Bumi.

Jika tipu-daya dan iri-dengki
kau tujukan kepada seseorang 
yang tanpa iri-dengki,
maka asap gelap naik menghitamkan
qalb-mu.

Perlakukanlah dirimu bagaikan debu
di kaki para Lelaki Ilahiah,
seraya engkau benamkan iri-dengkimu ke tanah.


Catatan:
[1] Jangan menempuh jalan pencarian tanpa bimbingan seorang Guru Sejati

[2] QS [6]: 76.

[3] "Matahari dari Tabriz," pembimbing Mawlana Rumi ke Jalan pencarian Tuhan.

[4] Husamuddin, salah seorang murid kesayangan Mawlana Rumi,
bergelar "Zhiya ul-Haqq". Diriwayatkan bahwa dialah yang mencatat
ujaran-ujaran Mawlana Rumi yang kemudian dikenal sebagai Matsnavi.

[5] QS [38]: 76, "Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan
aku dari api, 
sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah,"
merupakan ucapan Azazil 
yang menjadi sumber pertama iri-dengki;
sejak itu dia terusir dan dikenal sebagai iblis.

[6] QS [38]: 82 - 83, "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan
mereka 
semuanya, kecuali abdi-abdi-Mu yang al-Mukhlashiin".
"Mukhlas" berbeda sekali artinya dengan "mukhlish." Silakan periksa http://ngrumi.blogspot.com/2011/12/mengkaji-mukhlish-dan-mukhlash.html
[7] QS [22]: 46.

Sumber:
Rumi: Matsnavi, I no 428 - 436,
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh 
Nicholson