Kamis, 15 Oktober 2009

Datang Semata untuk Bersaksi

Kehadiran kita di ruang sidang Sang Hakim ini [1]
untuk membuktikan kebenaran pernyataan kita,
"kami bersaksi;" ketika dalam Perjanjian itu kita
ditanyai, "bukankah Aku Tuhanmu?" [2]

Karena kita telah membenarkan,
maka dalam 
persidangan ini ucapan
dan tindakan kita menjadi 
saksi dan bukti
bagi kesepakatan itu.

Ruang sidang Sang Hakim bukanlah tempat untuk membisu.
Bukankah kita datang kesini untuk memberikan persaksian?

Wahai saksi,
berapa lama lagi engkau diperiksa
di ruang 
sidang Sang Hakim?
Segera lah berikan pernyataanmu.

Engkau telah dipanggil ke sini,
dan telah datang engkau, [3]
semata untuk bersaksi.

Lalu mengapakah engkau bersikukuh diam?

Di ruang tertutup ini engkau ikut menutup mulut
maupun tanganmu. [4]

Kecuali engkau berikan pernyataan itu,
wahai saksi, 
bagaimana caranya
engkau akan keluar dari sidang ini?
[5]

Inilah urusanmu di alam ini.
Kerjakan tugasmu dan segeralah berlalu,
jangan 
memanjangkan yang ringkas,
sampai melelahkan dan
menjengkelkan dirimu sendiri.

Bergantung kepada perjanjian yang telah kau
sepakati: apakah kiprah pernyataanmu itu
perlu digelar 
disini selama seratus tahun
atau sekejap mata; 
serahkan amanah itu
dan bebaskan dirimu sendiri.
[6]

Apakah yang perlu dinyatakan?

(Terungkapnya) khazanah yang tersembunyi di dalam
dirimu: melalui ucapan, tindakan atau apa saja.

Tujuannya untuk mengungkapkan rahasia
yang 
tersembunyi di dalam inti substansi jiwamu.
Sementara substansi sejati dirimu itu tetap;
refleksinya, berupa kata atau amal,
langsung 
menghilang segera setelah ditampilkan.

Jejak emas pada Batu-uji tidaklah menetap, [7]
tetapi emasnya sendiri tetaplah terpuji dan
murni.

Demikianlah, shalat, puasa dan jihadul-akbar ini,
tidaklah terus tampil diamalkan, tetapi
ruh mereka tetap senantiasa terpuji.

Jiwa berefleksi menjadi bentuk-bentuk kata dan amal
semacam ini: substansinya menyentuhkan diri kepada
Batu-uji berupa Perintah Ilahiah.

Seakan dia berkata, "imanku sempurna, inilah
saksi-saksinya!"
Jadi, jika ada keraguan maka itu
berkaitan dengan para saksi.

Ketahuilah, kebenaran para saksi mestilah diperiksa:
sarana untuk mengetahui benar tidaknya
terletak pada 
keikhlashan;
kebenaranmu selaras dengan keikhlasanmu.

Persaksian kebenaran kata-katamu adalah dalam
memenuhinya ketika diuji;
sedangkan persaksian 
kebenaran amalmu
adalah dalam mengerjakan amal yang
sesuai dengan Perjanjian.

Persaksian ucapan tertolak jika mengatakan hal
yang salah; sedangkan persaksian amal tertolak
jika tidak lurus.

Ucapan dan tindakanmu seyogyanya tidak saling
bertentangan, agar persaksianmu segera diterima.

"Dan usahamu beraneka-ragam;"
dirimu 
dalam pertentangan: [8]
engkau memintal pada siang hari,
tetapi ketika malam tiba kau urai kembali pintalanmu. [9]

Siapakah yang mau mendengar pernyataan yang penuh
pertentangan, kecuali Sang Hakim memperlihatkan
kelapangan-Nya?

Kata dan amal-tindakan mengejawantahkan fikiran
dan maksud tersembunyi,
keduanya membongkar rahasia
yang semula terhijab.

Wahai pembantah,
selama engkau menentang para 
Waliyullah,
maka mereka akan menentangmu.
[10]

"Maka tunggulah mereka, sesungguhnya mereka
menunggu pula." [11]


Catatan:
[1] Ruang sidang = alam dunia ini.

[2] QS [7]: 172.

[3] Telah dihadirkan, telah dihidupkan di alam yang ini,
melalui kelahiran kita.

[4] Umumnya jiwa, ketika hadir di alam ini, telah melupakan
rumah sejatinya dan Perjanjiannya dengan Tuhan, sehingga
hanya bisa membisu tak lagi mampu mengenali dirinya sendiri.

[5] Sejauh mana Perjanjian itu dipenuhi akan menentukan
cara beranjak dari alam dunia ini ke alam-alam selanjutnya.

[6] Setiap orang satu tugas unik.
Para nabi adalah contoh 
terbaik dalam kiprah persaksian perjanjian.
Ada diantara 
mereka yang kiprah tugasnya berlangsung selama ratusan
tahun ada pula yang singkat. 

[7] "Batu-uji:" zaman dulu kemurnian emas diperiksa dengan
menggosokkannya pada Batu-uji.

[8] QS [92]: 4.

[9] Mengingatkan kepada QS [16]: 92, "... dan janganlah engkau
seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang
sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali..."

[10] Periksa misalnya QS[10]: 62.

[11] QS [44]: 59.


Sumber:
Rumi: Matsnavi, V no 174 - 182, 246 - 260.
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.
Terjemahan ke Bahasa Indnesia oleh ngRumi.

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Semoga tangan dan pikiran Mas Herman diberkati dengan keajegan. Terima kasih banyak pengabarannya, Mas.

ngrumi mengatakan...

Salaam.

Terimakasih atas do'anya, mas. Ini hanya belajar secara sederhana. Masih perlu usaha lebih baik dalam mengunyah dan mencerna.

Jika ada manfaatnya untuk orang lain, tentunya saya hanya pengantar huruf, pemahaman jelas harus dimintakan kepada yang Maha Ilmu.

WassWrWb.

KISAH SUKSES IBU HERAWATI mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.