Kamis, 28 Oktober 2010

Bersama Kami: Ajakan Para Awliya

Walaupun engkau bukan seorang pencari,
ikutilah kami,
ikutlah mencari bersama kami.                   [1]


Walaupun engkau tak tahu bagaimana
caranya menari dan bernyanyi,
tirulah kami,
bersama kami engkau akan menari dan menyanyi.  
[2]


Bahkan seandainya engkau adalah Qarun,
yang paling terkenal diantara hartawan,
ketika engkau jatuh cinta,
engkau akan menjadi seorang fakir.          [3]


Walaupun engkau seorang sultan,
engkau akan menjadi seorang hamba,
seperti kami.


Satu lilin pada pertemuan ini,
lebih bernilai daripada seratus lilin lain,
cahayanya lebih terang.
Apakah engkau masih hidup atau sudah mati,
engkau akan kembali hidup,
bersama kami.                                                   [4]


Lepaskanlah rantai dari kakimu,
melangkahlah ke taman mawar,
mulailah tersenyum dengan seluruh dirimu,
bagaikan mawar, 
seperti kami.                                                      [5]


Tanggalkanlah duniamu sejenak,
dan perhatikanlah siapa yang hidup qalb-nya.
Lalu lemparkanlah baju mewahmu,
dan tutupilah dirimu dengan baju kehinaan,
seperti kami.


Ketika sebutir benih jatuh ke tanah,
ia akan berkecambah, tumbuh,
dan menjadi sebatang pohon;
jika engkau paham simbol-simbol ini,
engkau akan mengikuti kami,
jatuh ke tanah dan bersujud,
bersama kami.                                                  [6]


Berkata Syamsuddin at-Tabriz,
kepada kelopak mawar qalb,
"Jika sejenak saja mata qalb-mu terbuka,
akan engkau lihat apa-apa yang pantas
dipandang."




Catatan:
[1]  "Awliya," para Wali; antara lain dirumuskan dalam QS [10]: 62 - 64. Awliya memandu pencarian al-Haqq, bukan untuk membesarkan pranata dunia. 
[2]  "Menari," "menyanyi," adalah respon jiwa merdeka kepada ilmu yang baru. "Harta itu harus engkau jaga, sedangkan ilmu itu menjaga dirimu," (kurang lebih, begitu) kata sayidina Ali k.w. Maksudnya disini, ilmu yang menjaga diri hakiki seorang insan, jiwa-nya.
[3]  "Fakir;" para pencari selalu fakir (dalam kebergantungan yang sangat) akan al-Haqq yang Maha Mandiri (al-Ghaniy). Disini Rumi menyandingkannya dengan refleksi cermin (terbalik)-nya di alam-dunia: penguasaan akan harta dunia (Qarun).
[4]  "Lilin," cahaya yang menerangi alam jiwa.
[5]  "Rantai," keduniaan yang menjerat orang. "Mawar," Akal Sejati; 'Aql
[6]   Terkait "syajarah thayyibah" (QS [14]: 24)

Sumber: Rumi, Ghazal
               Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh
               Nevit Ergin dan Camille Helminski.

Kamis, 21 Oktober 2010

Aku di Sini (labbayka)


Suatu malam,
seorang lelaki merintihkan, "Yaa Allah"
sampai bibirnya manis dengan pujian kepada-Nya.

Iblis mengejeknya,
"Kasihan engkau, wahai lelaki malang,
mana jawaban, 'Aku di sini,' 
untuk semua rintihan, 'Yaa Allah-mu?'

Tiada satupun jawaban datang dari 'Arsy:
sampai kapan engkau merintihkan 'Yaa Allah'
dengan wajah suram?"

Si lelaki patah-hati, berbaring,
tertidur dan bermimpi:
di situ dilihatnya Nabi Khidir as,
di tengah dedaunan menghijau.

Nabi Khidir bertanya:
"Wahai lelaki, engkau berhenti memuji Allah,
mengapa engkau sesali dzikir-mu kepada-Nya?"

Lelaki itu menjawab,
"karena tiada jawaban 'labbayka' (Aku disini),
kutakut diriku telah terusir dari gerbang-Nya."

Nabi Khidir menjawab, "Allah bersabda:
rintihan 'Allah'-mu itu adalah 'labbayka'-Ku,
dan permohonan, duka serta semangatmu
adalah utusan-Ku kepadamu.

Gerakan dan upayamu untuk menghubungi-Ku
sebenarnya adalah penarikan-Ku padamu,
yang melepaskan kakimu dari rantai keduniaan.

Ketakutan dan cintamu adalah jerat
untuk menangkap karunia-Ku,
di balik setiap rintihan 'Rabbi,' terdapat berlipat
'labbayka,' dari-Ku.

Berbeda dengan keadaan jiwa
seorang yang jahil, 
karena baginya tak diizinkan menjeritkan,
"Tuhanku."

Pada lisan dan hatinya terdapat kunci dan gembok,
sedemikian rupa, sehingga tak mampu
merintih pada Tuhan,
bahkan ketika perlu.

Pernah pada sang Fir'aun diberikan harta kekayaan
sedemikian berlimpah-ruah;
sehingga dia mendaku keperkasaan
dan keagungan Ilahiah.

Sepanjang hidupnya manusia malang itu
tak pernah rasakan keresahan ruhaniah,
sehingga tak pernah menjerit kepada Tuhan.

Kepadanya Tuhan berikan kerajaan dunia,
tapi tidak lah dia diberi hati yang berduka,
rasa sakit dan kesedihan.

Hati yang berduka itu lebih baik
daripada kerajaan dunia,
sehingga dengan itu engkau menyeru Tuhan
secara tersembunyi.

Mereka yang tak kenal duka,
menyeru dari hati yang membeku;
sementara yang akrab dengan kepedihan
menyeru dengan hati yang mencair.

Sehingga ketika lisannya bisikkan permohonan,
perhatiannya tertuju pada asal muasal dirinya.

Sehingga rintihannya murni dan pedih,
hatinya sungguh menjerit:
"Wahai Tuhanku, Penolongku,
pertolongan-Mu lah yang kami dambakan."


Catatan:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus kepada umat-umat sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon dengan tunduk merendahkan diri.

Maka mengapa mereka tidak memohon dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka bahkan hati mereka telah menjadi keras dan syaithan pun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan.

Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus-asa."

(QS al An'aam [6]: 42 - 44)



Sumber: 
Rumi:  Matsnavi  III: 189 -  206
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson



Rabu, 20 Oktober 2010

Cara Sang Kekasih Mengajarkan Isyarat



Engkau niatkan menempuh seratus perjalanan:

Dia menarikmu ke tempat lain.

Ditariknya tali-kekang kuda ke berbagai arah
agar kuda yang belum terlatih menyadari 
kehadiran penunggang.

Kuda yang terlatih pesat larinya, 
karena dia tahu ada penunggang di atas punggungnya.

Dia paterikan kepada hatimu seratus niat bulat;
lalu Dia mengecewakanmu; 
lalu Dia meremukkan hatimu.

Jika hanya sekali sayapmu dihancurkan, 
kehadiran Sang Penghancur sayap hanya
sayup-sayup engkau tengarai.

Tetapi karena Dia secara teratur memutuskan 
jaring-jaring rencanamu, maka tata-aturan 
Rabb bagimu akan jelas terbukti.


Dalam berbagai peristiwa, 
terkadang keinginan dan tujuanmu tercapai.

Agar melalui harapan tercapainya tujuanmu,
hatimu dapat membangun sebuah niat;
sehingga lalu Dia dapat menghancurkan niatmu.

Sebab, jika engkau selalu gagal, hatimu
akan berputus-asa: lalu hatimu itu tidak mampu
ditanami benih pengharapan.

Hatimu perlu subur bertabur benih pengharapan; 
sebab jika ia gersang, tidak akan tampak jelas baginya 
bagaimana  ia tunduk kepada Kehendak Ilahiah.

Dengan kegagalan demi kegagalan mencapai
keberhasilan, para pecinta dibuat sadar
akan kehadiran Rabb mereka.

Kegagalan adalah petunjuk ke al-Jannah,
wahai semua yang tulus, ingatlah Hadits ini: 
"Al-Jannah itu dikelilingi penderitaan."

Jelaslah, sementara semua keinginanmu gagal,
maka semua kehendak Sang Kekasih terpenuhi.

Karena itu semua yang mengabdi akan direndahkan 
di hadapan-Nya; akan tetapi semua kerendahan itu 
tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan kerendahan 
yang dialami mereka yang mencintai-Nya.                  [1]

Sementara sangat masuk akal jika mereka yang bernalar 
direndahkan di hadapan-Nya; para pencinta direndahkan
seratus kali lipat.

Mereka yang bernalar diseret-Nya bagaikan budak 
yang terikat kepadanya; sementara para pencinta 
melekat kepada-Nya bagaikan rasa-manis 
melekat kepada gula-gula.

"Datanglah dengan terpaksa," adalah seruan kepada 
para pengandal nalar; sementara seruan 
"datanglah dengan senang hati" adalah tanda 
terbitnya musim semi bagi para pencinta.             [2]




Catatan:
[1]    Katakan, "Tuhan" sekali dan teguhkanlah hatimu, karena
bala-bencana akan tercurah kepada dirimu.
Seseorang pernah datang kepada Nabi Muhammad SAW dan 
berkata, "Saya mencintai Engkau."
"Berhati-hatilah atas perkataanmu," jawab Nabi.
Sekali lagi lelaki itu mengulang, "Saya mencintai Engkau."
"Berhati-hatilah atas perkataanmu," Nabi memperingatkan
kembali.
Tapi ke tiga kali dia mengatakan, "Saya mencintai Engkau."
"Sekarang diam dan teguhlah," jawab Rasul, "karena aku akan
membunuhmu dengan tanganmu sendiri. Sengsaralah engkau."


(Petikan dari hal 175, buku Yang Mengenal Dirinya Mengenal
Tuhannya, Pustaka Hidayah, 2000, terjemahan Anwar Holid
atas Signs of the Unseen: The Discourses of Jalaluddin Rumi,
yang merupakan terjemahan W.M Thackston Jr, atas
Fihi ma Fihi, Mawlana Jalaluddin Rumi)


[2]    QS [41]: 11.




Sumber: Rumi, Matsnavi  III 4456 - 4472
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.













Selasa, 19 Oktober 2010

Hawa Nafsu: Induk Segala Berhala

Hawa-nafsumu adalah induk segala berhala:
berhala jasmaniah itu bagaikan ular,
sedangkan berhala batiniah itu bagaikan naga.

Hawa nafsu itu bagaikan besi dan batu 
untuk menghasilkan api: 
berhala jasmaniah itu nyala-api, 
yang akan padam jika disiram air.

Tetapi tidaklah mungkin menundukkan 
besi dan batu dengan air. 
Bagaimana insan yang sadar akan
keberadaan hawa-nafsunya pernah merasa aman?

Jika berhala jasmaniah itu bagaikan 
air-hitam di dalam kendi;
hawa-nafsu itu adalah pancuran
yang mengeluarkan air-hitam.

Jika berhala jasmaniah itu seperti aliran air-hitam,
hawa-nafsu penghasil-berhala itu bagaikan mata-air
yang penuh.

Hanya diperlukan sebutir batu untuk memecahkan kendi,
tapi bagaimana dengan pancuran yang terus 
memancarkan air-hitam itu?

Sangat mudah menghancurkan berhala jasmaniah, 
namun menganggap gampang menaklukkan hawa-nafsu,
itu prasangka yang bodoh, bodoh sekali.

Wahai anakku, jika engkau ingin tahu bentuk-bentuk
dari hawa-nafsu, pelajarilah tentang Neraka,
dengan ke tujuh pintunya.

Setiap saat, hawa-nafu mengeluarkan tipu-muslihat;
dalam setiap tipu-muslihat itu tenggelam
seratus Fir'aun bersama bala-tentaranya.

Melesatlah kepada Musa dan Rabb-nya Musa,
jangan sampai kesombonganmu meluap, 
dan menumpahkan air keimanan.

Wahai pencari, genggamlah tuntunan Allah 
dan teladan Mustafa, 
merdekakan dirimu dari Abu Jahal: 
jasmanimu sendiri.

Sumber: Rumi, Matsnavi  I, 772 - 782
               Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson


Senin, 18 Oktober 2010

Tersibukkan Urusan Dunia

Takdir itu bagaikan Singa,
yang menyeret diri kita, 
yang sedang tersibukkan urusan dunia,
menuju ke hutan kematian.


Karena takut miskin,
orang menceburkan diri ke dalam lautan dunia,
sampai nyaris tenggelam.


Jika yang mereka takuti adalah Dia,
yang menciptakan bagi mereka sedikit kemiskinan, [1]
maka harta-karun akan muncul dengan sendirinya.  [2]


Karena takut akan bala-bencana,
orang malah tenggelam dalam inti dari bala-bencana:
dalam mencari kemegahan penghidupan di dunia,
mereka kehilangan kehidupan sejati.





Catatan:
[1] QS [2]: 155


[2] Harta karun: Sesuatu yang disimpan dalam inti qalb insan, 
dan dijaga dengan pagar syariah para nabi, lihat QS [18]: 82.




Sumber: Rumi, Matsnavi  III 2204 - 2207
           Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.



Salah Mengeluh

Seorang hamba,
yang tengah dirundung kesulitan,

mengeluh, dengan berbagai cara, 
kepada Rabb-nya.


Dan Rabb berkata, "bukankah dengan semua derita
dan sakitmu engkau menjadi taat dan berdo'a
dengan berendah-hati kepada-Ku;


Seharusnya yang engkau keluhkan
adalah semua 
kelimpahan yang engkau terima, 
yang menyebabkan engkau menjauh
dari pintu-Ku."



Sejatinya, musuhmu adalah obat bagimu:
dia ramuan-penyembuhmu, 
dia hadiah untukmu, 
dia yang menguasai hatimu;
karena dia, 
engkau bergegas
ber-
khalwat bersama Rabb-mu
dan sepenuh-diri berusaha
mencari Rahmat-Nya.






Sumber: Rumi, Matsnavi IV: 91 - 95
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.

Minggu, 17 Oktober 2010

Pintu yang Selalu Terbuka



Dengan Rahmat Allah,
al-Jannah memiliki delapan pintu,
salah satu diantaranya adalah pintu taubat.


Semua pintu yang lain, kadang terbuka,
kadang tertutup; sedangkan
pintu taubat tak pernah tertutup.


Datangi, manfaatkanlah kesempatan: 
pintu taubat terbuka; 
bawalah segera semua bebanmu kesana, 
hindari sergapan si Pemuka iri-dengki. [1]





Catatan:

[1]  "Aku lebih baik daripadanya,
Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia 
Engkau ciptakan dari tanah." (QS [38]: 76)





Sumber: Rumi, Matsnavi IV, 2506 - 2508
               Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.

Jumat, 08 Oktober 2010

Khazanah Tersembunyi






"Wahai Rabb," Nabi Dawud as, bertanya,
"Karena Engkau sedikitpun tidak membutuhkan kami,
maka jelaskanlah mengapa Engkau ciptakan ke dua alam?"   [1]

Rabb menjawab,
"Wahai insan,
Aku adalah sebuah khazanah tersembunyi,  
Ku-cinta jika khazanah kasih-sayang dan kepemurahan
diungkapkan.   [2]

Kutampilkan sebuah cermin:
bagian mukanya adalah qalb,
bagian belakangnya adalah alam dunia;

Jika bagian mukanya tak engkau ketahui,
maka bagian belakangnya tampak lebih baik."  [3]


Jika jerami masih bercampur dengan tanah-liat,
bagaimana mungkin cermin dapat berfungsi.

Ketika engkau pisahkan jerami dari tanah-liat,
cermin menjadi jernih.

Buah-anggur tidak berubah menjadi minuman,
seandainya tidak diragikan di dalam guci;
Jika ingin qalb-mu tumbuh cemerlang,
perlu engkau lakukan sedikit upaya.

Kepada jiwa yang keluar dari tubuh,
berkata Sang Raja: "Engkau datang
sebagaimana engkau bertolak:
dimanakah jejak-jejak kepemurahan-Ku."

Teka-teki termasyhur Alkemi:
bagaimana mengubah tembaga menjadi emas?
Tembaga kami telah diubah oleh Alkemi yang langka. [4]

Dari kepemurahan Tuhan,
matahari ini tidak inginkan mahkota atau jubah.
Dia sudah menutupi kepala seratus lelaki gundul,
dan menyelimuti puluhan orang telanjang.

Anakku, perhatikanlah Isa putra Maryam,
yang mengajarkan kerendahan diri
dengan menunggang keledai.
Sungguh mencengangkan,
intan-permata di atas punggung keledai.

Wahai Ruh, pimpinlah pencarian dan
teruslah mengalir-mencari bagaikan arus air.

Wahai 'Aql, untuk mendapatkan hidup abadi
teruslah tempuh jalan kematian.

Teruslah ber-dzikr, hingga diri terlupakan,
sehingga lenyap-lebur engkau dalam Yang-Diseru,
tanpa teralihkan lagi oleh penyeru atau seruan.


Catatan:

[1]  "Ke dua alam:" yang tampak dan yang tersembunyi.

[2]  Bersumber dari sebuah Hadits Qudsi:

"Aku adalah sebuah khazanah tersembunyi,
Aku cinta untuk dikenal, karenanya Kuciptakan makhluk
agar Aku dikenali."


Insan sebagai ciptaan pamungkas diberi potensi tertinggi
diantara semua ciptaan untuk mengenal penciptanya.

Perjalanan pencarian kesejatian insan adalah perjalanan mengenal Tuhannya.
Dan itu dimulai dengan mengenal diri (nafs)-nya sendiri.
"Man 'arafa nafsahu faqad 'arafa Rabbahu."


Insan adalah satu-satunya ciptaan yang diciptakan dengan
"ke dua belah tangan Tuhan" (QS [38]: 75).


Derajat kemuliaan insan terletak pada tingkat pengenalannya akan Tuhannya.


[3]  Jika bagian muka atau wajah qalb tak disucikan sampai se cemerlang cermin, maka alam batiniah takkan tampak. Akibatnya, satu-satunya semesta yang tampil indah-mempesona serta menyihir adalah alam yang selayaknya berada di belakang qalb, yaitu alam lahiriah (dunia).


[4]  "Alkemi" disini berbicara mengenai transformasi, dari
"jiwa yang cenderung kepada keburukan" (QS [12]: 53)
menjadi an-nafs al-muthmainnah.




Sumber: 

Rumi: Divan-i Syamsi Tabriz, no 4
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.