Jumat, 26 Agustus 2011

Mereka yang Diseret ke al-Jannah

Sang Nabi mendapati serombongan tawanan;
merintih-mengerang ketika mereka dibariskan.
Sang Panglima melihat mereka terikat rantai;
mereka pun memandang kepada beliau,
penuh tanda tanya.
Setiap tawanan menggeratakkan giginya,
menggigit bibirnya, penuh kekesalan
kepada Sang Pemenang.
Sungguhpun penuh kemarahan, mereka tak berani
mengucapkan sepatah kata pun:
mereka diikat rantai yang berat.
Para pengawal membariskan mereka masuk kota:
para tawanan ini adalah kaum kafir.
Mereka saling mengguman satu sama lain:
"Dia tidak akan menerima emas atau tebusan
apa pun, tidak akan ada pangeran yang
akan membebaskan kita.
Dia menyeru dunia agar bersikap pemaaf,
tapi dia akan memotong leher kita semua."
Dengan aneka perasaan berkecamuk, mereka
digelandang; penuh kecemasan, menunggu
keputusan Sang Pemimpin.
Mereka berkata: "Sungguhpun sebelum ini
kita berhasil lolos dari aneka kesulitan,
kali ini tiada jalan keluar bagi kita:
hati orang ini seteguh karang.
Jumlah kita lebih besar dan pasukan kita
seberani singa, sementara musuh kita
tak lebih dari dua-tiga orang kurus-kering
dan nyaris mati kelaparan,
Bagaimana bisa kita dikalahkan seperti ini:
mestilah ini karena kesalahan kita
di masa lalu, atau bintang kita sedang suram,
atau jangan-jangan karena sihir?
Keberuntungannya menjungkir-balikkan
keberuntungan kita;
disungkurkannya tahta kita.
Jika keperkasaannya karena sihir, kita pun
memakai sihir: mengapa sihir kita tidak berhasil?"
Sungguhpun para pengawal tidak mendengar
kata-kata mereka, tidaklah itu lolos
dari telinga yang mendengar dari
kehadiran-Nya.
Harumnya jiwa Yusuf tak terendus
oleh
mereka yang menawannya,
tetapi Ya'qub
menciumnya.
Setan-setan yang ingin mencari berita dari
langit tidak mendengar rahasia dari
Catatan yang Terjaga.
Tetapi ketika Muhammad SAW berbaring dan
tertidur, rahasia mereka datang dan
berkumpul bersama beliau.
Bintang cemerlang menjadi penjaga dan
mengusir para setan, sambil berkata:
"Jangan mencuri dan terimalah rahasia
dari Muhammad." [1]
Wahai mereka yang takut kurang rezeki dan
karenanya berdagang sejak fajar,
pergilah
ke masjid dan carilah bagianmu
yang
Allah sediakan.
Sang Nabi saat itu memahami ucapan mereka,
lalu berkata, "Tertawaku tadi tidak berasal
dari kekejian.
Dalam pandanganku mereka itu sudah mati dan
membusuk: bukanlah tindakan orang yang benar,
membunuh mereka yang sudah mati.
Memangnya siapa mereka?
Telah terbelah Bulan
ketika kujejakkan kaki
ke
medan perang.
Ketika kalian masih bebas dan kuat, telah
kulihat kalian terbelenggu rantai seperti ini.
Wahai orang-orang yang membanggakan
banyaknya
harta dan anak, dalam pandangan
pemilik
Akal Sejati, kalian tidak lebih daripada
unta renta.
Sejak piala terjatuh dari atap, [2]
telah jelas bagi mata batinku hakikat
yang dikemas dalam sabda:
'Semua hal
yang sudah ditetapkan
pastilah
terjadi.'
Pada buah anggur mentah,
telah jelas kulihat
cairan anggur apa
yang akan terbentuk;
kulihat pada sesuatu yang belum mewujud
dan kusaksikan wujudnya dengan jelas.
Kulihat pada kesadaran terdalam,
dan kutatap
sebuah semesta tersembunyi,
sementara
Adam dan Hawa belumlah lagi
dibangkitkan
di semesta yang ini.
Telah kulihat kalian, dirantai,
kalah dan
putus-asa, ketika umat manusia berbaris
bagaikan semut pada Hari Perjanjian. [3]
Ketika kemudian diciptakan lelangit tanpa pilar,
tidaklah itu menambah kepada apa
yang telah kuketahui. [4]
Telah kulihat kalian tersungkur, sebelum
jasadku dibentuk dari tanah dan air.
Tak kulihat sesuatu yang baru,
yang karenanya pantas aku bergembira:
telah kulihat hal yang sama selama
kemakmuranmu dahulu.
Terikat kepada rantai Kemurkaan--sungguh
itu Kemurkaan yang Mengerikan--seperti
kalian itu memakan gula yang
mengandung racun.
Apakah kalian akan iri kepada musuh
yang memakan gula beracun?
Dan kalian memakan racun itu dengan senang,
sementara Kematian secara rahasia telah
menggenggam ke dua daun telinga kalian.
Tidaklah aku berperang untuk memperoleh
kemenangan dan menguasai dunia.
Karena dunia ini adalah tulang-bangkai yang
menjijikkan: bagaimana mungkin aku
menginginkan bangkai seperti itu.

Bukanlah aku anjing yang berebut bangkai:
Aku bagaikan Isa yang datang untuk
membangkitkan yang sudah mati.
Kuterjang musuh di medan perang
dengan tujuan
untuk membebaskanmu
dari kehancuran.
Tidaklah aku memenggal untuk mendapatkan
kemenangan dan kekuasaan atau untuk
menambah jumlah pengikut.
Jika ada yang dipenggal, itu agar seluruh
umat manusia dapat dibebaskan dari
tenggorokan mereka.
Karena kebodohan, kalian semula melesat
menuju Api, bagaikan serangga.
Sementara sekuat tenaga aku mencegah
kalian terjatuh ke dalam Api.
Yang kalian pandang sebagai kemenangan
sebenarnya adalah kalian menebar
bibit kehancuran diri sendiri.
Kalian saling seru-menyeru dengan
bersemangat untuk memerangiku,
sebenarnya itu bagaikan kalian sedang
memacu kuda-kuda kalian ke arah
seekor naga.
Kalian berusaha mengalahkanku,
sementara sebenarnya dengan tindakan
itu kalian dikalahkan oleh Sang Waktu."


Catatan:
[1] (QS [67]: 5)

[2] Artinya, "sejak hancurnya ilusi bahwa semesta
fisikal ini adalah satu-satunya eksistensi."

[3] QS [7]: 172

[4] "Dia menciptakan lelangit tanpa pilar ..."
(QS [31]: 10).

Sumber:
Rumi: Matsnavi III 4473-4485, 4528-4560
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.