Senin, 27 Juni 2011

Kembalilah ke Sumber Dirimu Sendiri

Sampai kapan engkau berjalan mundur?
Jangan hampiri kemusyrikan dan kekufuran,
berpeganglah kepada diin yang haqq.

Lihatlah gula dalam racun
dan menghampirlah kepada racun. [1]
Kembalilah engkau
pada Sumber hakikat dirimu.

Walaupun sosok jasmanimu tersusun dari tanah,
hakikat dirimu adalah buhul halus ruhaniah
yang dibentuk dari inti Keyakinan.

Engkau adalah penjaga terpercaya Cahaya Ilahiah.
Kembalilah engkau
pada Sumber hakikat dirimu.

Ketahuilah, ketika kau ikatkan dirimu
pada keberserahan-diri,
akan terbebas engkau dari kemelekatan
kepada dirimu-sendiri.

Dan, akan terlepas engkau,
dari ribuan jebakan.
Kembalilah engkau
pada Sumber hakikat dirimu.

Engkau terlahir sebagai keturunan Adam,
khalifah yang diangkat,
tapi malah kau belalakkan matamu
pada alam-dunia rendah ini.

Sungguh menyedihkan,
melihat engkau berpuas diri
pada kedudukan serendah sekarang.

Kembalilah engkau
pada Sumber hakikat dirimu.

Catatan:
[1] Guncangan, ujian; karena al-Jannah itu dikelilingi kesulitan, sedangkan an-Naar itu dikelilingi kesenangan
.

Sumber:
Rumi: Divan Syamsi Tabriz, Ghazal no 120.
Terjemahan ke Bahasa Ingris oleh Ibrahim Gamard.

Jumat, 24 Juni 2011

Tentang Ketertarikan

Musa kalimullah a.s. menegur seseorang;
yang sedang mabuk kepayang
menyembah anak-sapi emas:

“Kemana perginya keraguanmu?
Biasanya engkau sangat kritis padaku.

Laut Merah membelah.
Manna dan salwa turun setiap hari,
di gurun liar, selama 40 tahun.
Sebuah mata-air memancar dari batu.

Kau telah saksikan sendiri semua itu,
tapi tetap kau tolak adanya kenabian.

Lalu Samiri, si tukang sihir,
melakukan satu tipuan
yang membuat anak-sapi emas menguak,
dan segera engkau membungkuk!

Apa yang patung hampa itu perdengarkan?
Apakah kau tangkap gema dari
kehampaanmu sendiri?”

Begitulah ketertarikan berlangsung:
orang yang tak-kenal nilai
terpesona pada hal yang tak-berharga.

Orang yang tak-kenal makna
atau tak tahu tujuan
terpesona pada khayalan hampa.

Setiap gerakan itu menuju
kepada kaumnya sendiri.
Tak akan seekor sapi
menghampiri seekor singa.

Seekor serigala takkan tertarik kepada Yusuf,
kecuali untuk mencabiknya.

Tetapi jika ada seekor serigala
yang sembuh dari ke-serigalaan-nya,
dia akan tidur melingkar di kakinya,
bagaikan seekor anjing di dekat tuannya.

Persahabatan sejati diantara jiwa
melimpahkan keselamatan dan cahaya
kepada para penghuni gua. [1]

Catatan:
[1] Ashabal-kahfi, dibahas mulai di QS [18]: 9.

Sumber:
Rumi:
Matsnavi II 2036 - 2058
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.

Aku Berlindung darimu kepada Rabb yang Maha Rahman

Ketika ada sesuatu di dunia ini
yang membuatmu bahagia,
sadarilah segera,
akan datang saat
engkau berpisah dengannya.

Sudah banyak kaum terdahulu,
yang bergirang-hati dengan apa-apa
yang kini membuatmu senang;
tapi akhirnya, bagai angin cepatnya
hal itu berlalu.

Semua hal akan berlalu pula darimu:
karenanya jangan tautkan hatimu padanya.
Berlalulah darinya,
sebelum hal itu meninggalkanmu.

Sebelum berlalunya
apa-apa yang kini kau miliki,
bagaikan Siti Maryam,
katakanlah kepada benda-benda ciptaan:
“sesungguhnya aku berlindung darimu
kepada Rabb yang Maha Rahman.” [1]

Catatan:
[1] QS [19]: 18.
Renungkan pula, "Agar engkau tak berduka-cita terhadap apa-apa yang luput darimu, dan supaya engkau jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya untukmu..." (QS [57]: 23).


Sumber:
Rumi: Matsnavi III 3698 - 3700
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.

Rabu, 22 Juni 2011

Sang Khalilullah Menyembelih Bebek, Unggas Pertama Pengganggu Perjalanan



Mereka yang waspada pendengarannya
memperoleh cahaya,
sedangkan para pencinta kegelapan itu
bagaikan gerombolan tikus.
Mereka yang lemah penglihatan bagai kelelawar
—bagaimanakah mereka dapat berputar
di sekeliling Lingkaran Keyakinan?
Perbedaan-pendapat
dalam hal cabang-ranting yang rumit
adalah rantai-pengikat yang memperbudak tabiat,
yang kemudian menjadi gelap-buta
kepada Agama yang Haqq.
Sepanjang manusia semacam ini,
hanya mengandalkan geraman dan gonggongan
dari kepandaian-jasmaniahnya sendiri,
maka dia tidak dapat membuka mata qalb-nya
kepada Sang Matahari.
Dia tidak akan membentangkan cabang-cabangnya
ke angkasa—seperti yang dilakukan pohon kurma:
malahan—bagaikan tikus—dia menggali lubang
ke dalam tanah.
Manusia semacam ini mempunyai empat penyakit
yang menjajah hati: ke empat hal ini telah membentuk
tiang-gantungan bagi Akal.
Wahai engkau
—yang akal qalb-nya menyala bagai Matahari—
engkaulah Sang Khalil zaman ini:
bunuhlah ke empat unggas 
yang mengganggu perjalanan, [1]
Karena ke empatnya, bagaikan gagak,
telah mencungkil mata-akal dari kecerdasan.
Ke empat penyakit hati jasmaniah itu
bagaikan unggas Sang Khalil: penyembelihan mereka
dengan bismillah membuka jalan bagi kebangkitan jiwa.
Wahai Sang Khalil,
untuk membebaskan yang baik dari yang buruk,
potonglah leher mereka,
sehingga kaki orang-orang ini dapat terlepas
dari pagar yang mengurung mereka.
Engkau adalah ‘yang-menyeluruh’,
dan mereka adalah bagian-bagian dari engkau:
bukalah penjara, karena kaki mereka adalah kakimu.
Berkat engkau, seluruh alam disusun
menjadi sebuah tempat yang berlimpah dengan ruh:
suatu kekesatriaan yang menjadi landasan
bagi seratus bala-tentara.
Sepanjang jasmani menjadi sangkar
dari empat penyakit ini, maka mereka disebut
empat unggas penyebab kerusakan.

Jika engkau menghendaki
kehidupan abadi bagi orang-orang ini,
potonglah leher ke empat unggas kotor dan jahat itu,

Dan kemudian,
kembalikan mereka dalam bentuk yang lain,
sehingga setelah itu,
tidak ada keburukan
yang akan mereka lakukan.
Ke empat unggas tak-tampak yang mengganggu Jalan,
telah menjadikan hati para manusia
sebagai sarang mereka.
Karena dalam kisah ini,
engkaulah, wahai Khalifah Allah,
yang menjadi pemuka dari para pemilik qalb yang benar,
Sembelihllah hidup-hidup kepala ke empat unggas:
abadikanlah makhluk-makhluk yang sesaat hidupnya itu.
Mereka adalah bebek, merak, gagak dan ayam-jantan;
ini adalah ibarat dari penyakit-penyakit
dalam jiwa manusia.
Bebek itu lambang dari kerakusan;
ayam-jantan melambangkan syahwat;
merak melambangkan hasrat-kemasyhuran;
sementara gagak melambangkan cinta-dunia.
Burung gagak, sang cinta-dunia,
berhasratkan angan-angan
dan berharap keabadian atau umur-panjang.
Bebek itu lambang kerakusan,
karena paruhnya selalu di tanah,
mencari-cari apa-apa yang tersembunyi
di tempat basah dan kering.
Tenggorokannya tak pernah jeda sedikitpun:
tiada ketentuan Ilahiah yang dijalankannya,
kecuali perintah, “makanlah, engkau!”
Dia bagaikan perampok yang menggangsir rumah,
dan cepat-cepat mengisi kantungnya,
Tanpa pilih-pilih,
diisinya kantungnya dengan barang yang baik
maupun yang buruk, batu-permata dan biji-kacang,

Dijejalkannya yang basah
dan yang kering ke dalam kantungnya,
sebab dia takut ada musuh yang segera tiba.
Waktu mendesak, kesempatan terbatas,
dia ketakutan: tanpa tunggu lagi,
dibawanya semuanya secepat mungkin.

Tidak dimilikinya kepercayaan kepada Kemurahan-Nya,
dia tidak percaya bahwa tidak akan ada musuh
yang akan menghalanginya.

Sementara seorang beriman-sejati,
karena keyakinannya kepada Kehidupan Ilahiah,
begerak dengan perlahan dan berhati-hati.

Dia tidak takut kehilangan kesempatan
atau takut kepada musuh,
karena dikenalinya penguasaan Sang Raja
atas musuhnya.

Dia tidak takut hamba yang lain akan menjatuhkannya
dan memanfaatkan kelemahannya,

Karena dipahaminya,
Keadilan Sang Raja mencegah para pengikut-Nya
sehingga tiada yang satu melakukan kejahatan
kepada yang lain.

Itu sebabnya dia tidak tergesa-gesa
dan tenang-tenang saja:
dia tidak takut kehilangan bagian
yang telah diperuntukkan baginya.

Berlimpah padanya kehati-hatian,
kesabaran dan menahan-diri;
dia puas-hati,
tidak mementingkan diri sendiri
dan murni hatinya.

Berhati-hati adalah cahaya Ar-Rahmaan,
sementara tergesa-gesa adalah desakan Iblis.

Iblis mempertakuti manusia yang rakus
untuk lari dari kemiskinan
dan membunuh tunggangannya—yaitu kesabaran—
dengan menusuknya.

Dengarlah Al Qur’an, Iblis itu mengancam engkau
dengan mempertakutimu akan kemiskinan.

Sehingga dalam ketergesaanmu
engkau memakan dan mengambil barang yang buruk,
dan kehilangan dari dirimu kemurahan,
kehati-hatian dan hasanah yang diperoleh dari amal-shaleh.

Dapatlah dimengerti, si kafir mengambil makanan
yang dapat mengisi tujuh lambung:
perutnya gendut;
sementara agama dan jiwanya kurus-kering.


.
Catatan:
[1] Ibrahim Khalilullah a.s. sang Pemuka di jalan-Nya, menjadi tokoh sentral dalam puisi yang bersumber pada QS Al Baqarah [2]: 260, yang sangat indah dan penuh rahasia: "Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata, 'Yaa Rabb-ku perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.' Allah berfirman, 'Belum yakinkah engkau?' Ibrahim berkata, 'Aku telah meyakininya, akan tetapi agar mantap hatiku.' Allah berfirman, 'ambillah empat ekor unggas, lalu cincanglah semuanya olehmu. Lalu letakkan di atas tiap-tiap bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, lalu panggilah mereka, niscaya mereka datang padamu dengan segera.' Dan ketahuilah, Allah Maha Perkasa Maha Bijaksana."

.
Sumber:
Rumi: Matsnavi V  25 - 63
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.
Terjemahan ke Bahasa Indonesia oleh ngRumi.

Rabu, 08 Juni 2011

Ciptaan dan Sang Pencipta

Sang Pencipta tersembunyi di dalam sanggar:
masuklah kedalamnya, jika engkau
ingin menemui-Nya.


Karya ciptaan itu hijab yang membentang
menutupi Sang Pencipta;
kau tak dapat melihat Sang Pencipta
dari luar karya-Nya.

Karena Dia berada di dalam sanggar,
mereka yang berada diluar tak menyadari
kehadiran-Nya.


Maka, masuklah ke dalam sanggar,
maksudku--masukilah ketiadaan--
dan lihatlah sendiri karya ciptaan
sekaligus Sang Pencipta.
Catatan:
[1] Dengan memasuki ketiadaan--menjadi tiada (fana’)--maka sang hamba menjadi selaras dengan segala sesuatu ciptaan . “Segala sesuatu, atasnya fana’ (QS [55]: 26). Ketika sungguh lebur, maka barulah kehadiran-Nya nyata. “Dan abadilah wajah Rabb-mu, pemilik kenyataan (al-jala’l) dan kemuliaan (al-’ikram) (QS[55]: 27).
Sumber:
Rumi:
Matsnavi II 759 - 762.
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson
Juga terdapat dalam
Rumi: Daylight, Threshold Books, 1994
oleh Camille dan Kabir Helminski,
berdasarkan terjemahan dari Bahasa Persia
oleh
Yahya Monastra
.

Senin, 06 Juni 2011

Seyogyanya Kau tak Takut Mati

Seyogyanya kau tak takut mati.
Hakikat dirimu itu jiwa yang tak mati. [1]
Tak bisa engkau dipendam dalam kubur gelap,
ketika kau dipenuhi cemerlang Ilahiah. [2]

Berbahagialah bersama Sang Kekasih,
tak ada yang sebaik Dia.
Alam Dunia akan gemetar,
karena permata yang kau genggam.

Ketika qalb-mu terserap
dalam cinta penuh kasih,
dengan mudah kau hadapi
semua wajah kepahitan.

Ketika bersih dari kejahatan,
tiada hal lain, kecuali
bahagia dan gembira.
Sahabatku, tak perlu kau bersedih.


Catatan:
[1] Pada “kematian," jiwa dipindahkan ke Alam Barzakh, sementara yang dikuburkan adalah jasmani. “Jiwa,” hakikat diri manusia baru mati, bersama semua makhluk, pada Hari Kiamat.

[2] Kondisi penghuni Alam Barzakh ditentukan oleh "cahaya" yang "diadakan baginya;" periksa QS [6]: 122.


Sumber:
Rumi: Divan-i Syamsi Tabriz, Ghazal no 2594
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nader Khalili
dalam Rumi: Fountain of Fire,
Burning Gate Press, 1994.