Senin, 25 Juni 2012

Bantuan Berupa Penundaan


Tak terhitung banyaknya hamba yang taat,
menjerit dalam do'a,
sehingga kabut ketulusan membubung ke langit.

Dan dari rintihan penyesalan dosa,
naik wewangian melampaui atap langit.

Sehingga para malaikat yang patuh memohon
kepada Rabb, seraya berkata,
"Wahai Engkau yang menjawab semua do'a
wahai Engkau yang perlindungannya didambakan,

Seorang hamba-Mu yang taat tengah memohon
dengan berendah hati,
tak digantungkannya harapan
kecuali kepada-Mu.

Engkau Sang Penganugerah limpahan
bahkan kepada mereka yang asing pada-Mu,
setiap pendamba memperoleh dambaannya dari-Mu."

Rabb bersabda, "Bukanlah karena dia tercela,
sehingga anugerah-Ku baginya ditunda:
penundaan itu adalah sebuah bantuan.

Kebutuhannya membawa dia
dari kelalaiannya kepada-Ku,
terseok-seok merayap dia ke jalan-Ku.

Seandainya langsung Ku-penuhi keperluannya,
segera dia berbalik: tenggelam kembali
dalam permainan hidupnya.

Walaupun dia merintih,
dari kedalaman jiwanya:
'Wahai Rabb, Sang Maha Pelindung;'
biarlah dia menangis
dengan hati patah dan dada terluka.

Aku senang mendengar rintihannya:
'Wahai Rabb,'
dan do'a yang dia rahasiakan.

Dan bagaimana dalam permohonan
dan beralasan kepada-Ku,
akan dia ajukan aneka bujukan,
bahkan coba memperdaya dan memaksa."

Orang memasukkan burung nuri dan bulbul
ke dalam kandang yang bagus,
untuk mendengar keindahan suara
dan nyanyian mereka.

Itu tak dilakukan orang
terhadap burung hantu atau gagak.

Atau, seperti kisah dua orang 

yang pergi menemui seorang pembuat roti:
yang pertama seorang yang tua dan buruk-rupa,
yang ke dua seorang pemuda tampan,
yang cemerlang wajahnya disukai sang tukang roti.  [1]

Ke duanya meminta roti,
Sang tukang roti segera memberi si tua buruk-rupa
sepotong roti tak-beragi,
lalu langsung menyuruh dia pergi.

Tapi apakah dia akan juga segera memberi roti
pada sang pemuda; yang ketampanan
dan kecemerlangannya dia sukai?
Tidak! Dia akan menahannya.

Dia akan berkata, "duduklah sebentar,
kau takkan rugi sedikit pun,
roti segar yang baru tengah dibakar."

Lalu, ketika sudah matang,
dan roti panas-segar dihidangkan kepadanya,
sang tukang roti akan berkata,
"tunggulah sebentar lagi,
halwa
 segera dihidangkan."

Begitulah dia suka menahan sang pemuda,
dan secara tersembunyi menjadikan sang pemuda
sasaran perhatiannya.

Seakan berkata, "Aku punya urusan penting
yang perlu kita bicarakan, karena itu
tunggulah sebentar, wahai wajah cemerlang."

Ketahuilah dengan yakin,
inilah sebab mengapa mereka yang beriman,
menjumpai berbagai kekecewaan
ketika memohonkan kebaikan
dan menghindari kejahatan.


Catatan:
[1]  Menyatakan perbedaan keadaan orang berdosa
dengan orang bertakwa.


Sumber:
Rumi: Matsnavi VI: 4217 - 4237
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.

Minggu, 24 Juni 2012

Dan Tetaplah Engkau Sadar


Wahai Sana'i,                             [1]
Jika tak kau temukan satu pun sahabat,
Jadilah sahabat bagi dirimu sendiri.

Di alam dunia ini,
tempat dari bermacam manusia
dan beragam tugas,
jadilah pelaksana dari tugasmu sendiri.

Setiap pengikut dari karavan ini,
mencuri perbekalannya sendiri--
waspadai dan jagalah bekalmu.   [2]  

Sebagian besar orang berjual-beli
keidahan dan cinta palsu--
lewati ke dua sungai kering ini,
dan jadikan dirimu sungai yang deras mengalir.

Jika ada kawan yang menarik tanganmu
ke arah hal yang tak berarti,
segera tarik tanganmu
dan jadikan dirimu seorang penolong
bagi dirimu sendiri.                    

Ciptaan-ciptaan yang cantik ini,
bagaikan lukisan indah pada kanvas,
menghijab aneka keindahan qalb,
sibakkan hijab dan masuklah,
hadirlah bersama Sang Kekasih.

Hadirlah bersama Sang Kekasih,
jadilah insan berakal-sejati,
naiklah mengatasi ke dua alam,
tempatilah semestamu sendiri.

Bertolaklah:
jangan terbujuk anggur takabur--
tataplah cemerlangnya Wajah itu,
dan tetaplah engkau sadar
akan (kehambaan) dirimu sendiri.


Catatan:
[1]   Hakim Sana'i, seorang sufi bijak termasyhur.
Saling menasehati diantara para awliya umumnya ditujukan
untuk memberi pengajaran kepada murid-murid mereka.

[2]   Sadar atau tidak, setiap kita berada dalam karavan
menuju kematian. Masing-masing kita, setiap saat,
mengambil dari jatah bekal kita sendiri; misalnya umur.



Sumber:
Rumi: Divan-i Syamsi Tabriz, ghazal no. 1244
Berdasarkan terjemahan William C. Chittick,
pada The Sufi Path of Love,
SUNY Press, Albany, 1983.

Jumat, 22 Juni 2012

Rumah Sangat Sesak


Alam dunia ini seperti kamar-mandi uap,
sangat panas:
engkau tertekan,
dan jiwamu bagai meleleh rasanya.

Walau engkau diberi kamar mandi yang luas,
jiwamu tetap tertekan dan lelah
karena panasnya.

Hatimu takkan pernah lega,
sampai engkau bisa keluar:
ukuran ruang kamar mandi itu
sama sekali tak memberimu manfaat.

Atau, (dalam alam dunia ini)
engkau seperti memakai sepatu
yang terlalu sempit,
lalu disuruh berjalan di gurun.

Luasnya gurun malahan menjengkellkan,
dan menyempitkan hatimu,
gurun dan padang
bagaikan penjara untukmu.

Orang yang hanya sepintas memandangmu,
akan berkata, "dia riang dan gembira,
bagaikan bunga mekar, di tengah gurun."

Tak diketahuinya tentang kondisi
sebenarnya dirimu:
alih-alih seperti tengah di taman mawar,
jiwamu menderita.

Tidur yang benar itu seperti 
kau lepaskan sepatu sempitmu, 
karena jiwamu bebas dari raga, 
walau hanya sesaat.

Sedangkan bagi pawa awliya,
tidur mereka megah bagaikan sebuah kerajaan,
mereka seperti ashabul-kahfi
dalam gua alam-dunia ini.

Mereka tertidur dan fana',
itu bukan tidur biasa seperti kita alami;
mereka bertolak ke ketiadaan,
melalui pintu yang tak-kasat mata.

Ragamu itu bagaikan sebuah rumah

yang sangat sempit,
dan jiwa merasa sesak di dalamnya.
Rabb
 menghancurkannya, 
agar Dia membangun istana megah untukmu.

Jiwa sesak bagai janin dalam rahim:
ketika telah sembilan bulan usianya,
keluar dari situ jadi mendesak;

Tapi sampai rasa mulas mau melahirkan
telah sepenuhnya menguasai sang ibu,
apakah yang janin dapat lakukan?

Di dalam penjara raga, 
jiwa bagaikan di tengah api bernyala.
Bagi jiwa, raga itu bagaikan sang ibu
yang mempertaruhkan nyawa 
untuk melahirkannya keluar.

Sehingga seperti terlahir
seekor anak domba dari sang induk,
yang segera merumput di padang hijau. 

Majulah:
telah tiba saatnya gerbang terbuka,
masa dimulainya penggembalaan
sang anak domba.

Melahirkan, itu perjuangan berat
bagi sang ibu;
sementara bagi sang bayi,
itu artinya terbebas dari penjara.

Sang ibu merintih ketika melahirkan,
mencari tempat berlindung;
sementara sang bayi menyambut
saat pembebasannya.

Beragam bentuk tubuh ibu 
yang terdapat di bawah matahari:
mineral, nabatiah atau hewaniyah,

Setiap mereka abai akan sakit-perih
yang dialami pihak-pihak lain;
kecuali insan pemilik furqan,
dan kesejatian.

Orang bodoh tak mengerti
apa yang tengah terjadi di rumahnya sendiri;
orang bijak paham apa yang sedang terjadi
di rumah orang lain.

Apa-apa yang pemilik qalb pahami
tentang keadaan dirimu,
seringkali tak engkau mengerti.


Sumber:
Rumi: Matsnavi  III: 3545 - 3565,
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.