Senin, 30 Januari 2012

Cinta Itu ...

Cinta itu 
asing bagi ke dua semesta alam.          [1]

Didalamnya tercakup
tujuh-puluh dua kegilaan.                    

Ia sangat tersembunyi,
cuma keterpesonaannya yang mewujud:
jiwa para pangeran ruhaniah
mendamba hanya padanya.

Agama Cinta berbeda 
dari ke tujuh-puluh dua sekte:              [2]
di sisinya, mahkota para raja tak lebih
daripada sepotong perban pembalut luka.

Ketika jiwa sedang lebur, tenggelam, 
terdengar merdu lantunan sang penyair Cinta:
"Penghambaan itu sebuah keterpaksaan,
dan kewenangan itu memusingkan."


Lalu, apa itu Cinta?


Lautan Ketiadaan:
di dalamnya kaki akal remuk,
dan tak lagi mampu berenang.

Kita kenal penghambaan dan kehendak-bebas,
jalan seorang pencinta tersembunyi
di balik ke dua hijab itu.


Catatan:
[1]  Alam yang mewujud, dan yang tak kasat mata.

[2]  Mengingatkan kepada hadits tentang terpecahnya kaum Muslim menjadi 73 golongan, 1 diantaranya yang akan masuk al-Jannah, yaitu "al-Jama'ah."


Sumber:
Rumi: Matsnavi III: 4719 - 4724
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.




Rabu, 25 Januari 2012

Mencermati Ketiadaan



Semua yang mempesonamu, 
pada wajah-wajah cantik,
adalah Cahaya Sang Matahari 
terpantul pada kaca prisma.

Beragam corak kaca 
membuat Cahaya tampil beraneka-warna.

Ketika prisma kaca beraneka-warna tak lagi ada,

barulah Cahaya tanpa-warna mempesonamu.

Bangunlah kebiasaan 
menatap Cahaya tanpa prisma kaca,
sehingga ketika prisma kaca itu remuk,
tak lagi engkau buta.

Selama ini engkau puas
dengan pengetahuan yang kau dapat
dari orang lain: matamu dapat memandang
karena adanya cahaya lampu orang itu.

Dia mengambil lampu itu, agar kau ketahui
bahwa engkau seorang peminjam
bukan pemberi yang murah hati.

Jika semua pemberian itu
telah engkau syukuri
dengan sungguh-sungguh beramal,
tak perlu kau tangisi kehilangan itu;
karena Dia akan menggantinya
seratus kali lipat.

Tetapi jika selama ini kau tak pandai
bersyukur, kini saatnya meneteskan
air mata darah,
karena keunggulan jiwa dihapuskan
dari mereka yang tak bersyukur.

Dia menghapus amal-amal kaum yang kufur;  [1]
kepada kaum beriman yang beramal shaleh
diberikan-Nya kehidupan yang baik.                [2]

Dilenyapkan-Nya timbangan rasa akan apa
yang selayaknya didekatkan,
atau dijauhi; begitu pula
rasa terimaka-kasih dan kasih-sayang;
sedemikian rupa,
sehingga tak tertinggal jejaknya lagi.

Ketahuilah, sabda-Nya,
"Dia hapuskan amal-amal kaum kaum yang kufur,"
menunjukkan hilangnya hasrat
akan setiap obyek yang diinginkan,
dari semua orang yang telah mencapai
hasratnya itu di alam dunia ini.

Kecuali dari mereka yang beriman dan bersyukur,
keberuntungan bersama dengan mereka.

Keberuntungan dari masa silam tak lagi
dapat memberi kekuatan kepada pemiliknya.

Keberuntungan di masa depan lah
yang dapat memberikan kebajikan.

Patuhilah perintah, "pinjamkanlah"                         [3]
pinjaman yang baik kepada Rabb,
dari harta dunia ini;
dan akan kau jumpai seratus kali lipat
ganjaran di hadapanmu.

Kurangilah barang sedikit
makan dan minum-mu,
dan akan kau dapati dirimu
di tepi Telaga Kautsar.    [4]

Tidaklah mungkin,
"orang-orang yang memberi minum"               [5]
di Bumi ini, karena keimanan mereka,
ditinggalkan oleh keberuntungan.

Rabb menggembirakan hati mereka,
karena Dia akan memberikan kehidupan yang baik:

Dia akan mengembalikan apa-apa yang dulu
mereka senangi, setelah kematian mereka.

Dia bersabda,
"Wahai Maut, telah kau musnahkan dunia mereka,
kini kembalikanlah apa-apa yang telah kau ambil
dari kaum yang pandai bersyukur itu."

Sang Maut ingin mengembalikan itu semua,
tapi mereka tak mau menerimanya kembali,
karena mereka telah dianugerahi kebangkitan
kehidupan jiwa.

Mereka berkata,
"Kami kaum yang bertaubat,
telah kami lepaskan jubah kehidupan ragawi kami:
takkan kami ambil kembali
apa-apa yang telah kami korbankan.

Telah kami dapati ganjaran dari Rabb,
tak ada satupun hal duniawi  yang setara dengan itu;
kebutuhan, hasrat dan kepemilikan
telah tanggal dari kami.

Kami telah timbul
dari air gelap dan mematikan,
telah kami capai anggur-murni al-Jannah,
dan pancuran Telaga Kautsar.

Wahai Dunia,
apa-apa yang telah kau tunjukkan kepada
kaum yang lain: kekufuran, pengkhianatan
dan kesombongan,

Kami tuangkan itu semua
ke atas kepala kalian sebagai pembayaran,
karena kami adalah para penyaksi kebenaran
yang bejihad melawan kalian."

Menjadi jelas lah bagimu,
bahwa Rabb yang Maha Kudus memiliki
hamba-hamba yang siaga dan sigap,

Yang membongkar kemunafikan dunia,
yang menegakkan kemah perang mereka
di atas benteng pertolongan Ilahiah.

Para penyaksi itu akan kembali sebagai ksatria;
mereka yang tadinya menjadi tawanan dunia,
tampil meraih kemenangan.

Tegak kepala mereka di semesta tak-berwujud,
seraya berkata, "Pandanglah kami,
jika kalian tak buta sejak lahir."

Agar kau ketahui bahwa di semesta tak-berwujud
terdapat banyak matahari;
yang jika dibandingkan dengan mereka,
mataharimu disini tak lebih dari satu bintang kecil.

Ketahuilah sahabat,
semesta berwujud ini disimpan dalam
semesta tak-berwujud.
Sungguh mencengangkan
bagaimana sesuatu itu disimpan
dalam kebalikannya.

Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati:  [6]
ketahuilah harapan dari penghambaan itu
pada yang tak-berwujud.

Ketika menanam benih,
gudang petani kosong;
tidakkah ia gembira dan bahagia
ketika berharap kepada yang tak-berwujud?

Yaitu ketika berharap bahwa tanamannya
tumbuh dari ketiadaan.

Pahamilah ini, agar engkau sadari
tentang kenyataan ruhaniah.

Setiap saat engkau berharap
agar sesuatu datang padamu,
dari semesta tak-berwujud:
pemahaman dan persepsi ruhaniah,
kebaikan dan kebahagiaan.

Tak diizinkan saat ini membongkar rahasia ini
lebih terang lagi.

Singkatnya,
semesta tak berwujud atau ketiadaan
adalah bagaikan pabrik milik Rabb,
yang dari situ terus menerus dihasilkan
pemberian-Nya.

Rabb adalah yang Mengawali,
yang menghasilkan segala sesuatu,
tanpa memerlukan akar,
tak pula memerlukan penunjang.



Catatan:
[1]  QS Al Kahfi [18]: 105.

[2]  QS An Nahl [16]: 97.

[3]  QS Al Maidah [5]: 12.

[4]  QS Al Kautsar [108]: 1.

[5]  QS At-Taubah [9]: 19.

[6]  QS Al An'am [6]: 95.


Sumber:
Rumi: Matsnavi  V: 988 - 1025
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.




Selasa, 24 Januari 2012

Jalan Kemerdekaan

Ketika engkau berlindung
kepada al-Qur'an milik Allah,
engkau bergabung bersama
jiwa para nabi.

Al Qur'an itu adalah penjelasan
berbagai keadaan para nabi:
mereka bagaikan ikan-ikan
di dalam Laut Suci,
Keagungan Ilahiah.

Tapi jika engkau membaca al-Qur'an
sedangkan hatimu tak menerimanya,
maka apa manfaatnya bagimu;
seandainya pun engkau bertemu
para wali dan nabi?

Jika hatimu menerimanya,
ketika engkau membaca kisah para nabi,
maka jiwamu bagaikan burung
yang gelisah dalam sangkarnya.

Burung itu terpenjara dalam sangkar,
jika ia tak mencari jalan keluar,
itu semata-mata karena kebodohannya.

Jiwa-jiwa yang telah merdeka dari sangkar
adalah milik para nabi,
mereka lah yang pantas
menjadi pembimbing.

Dari luar sangkar
kita dengar suara mereka
menyeru kepada ad-Diin,
"Inilah Jalan kemerdekaanmu.

Melalui Jalan ini lah,
telah merdeka kami dari sangkar sempit itu:
tiada kemerdekaan
kecuali melalui Jalan ini.                              
[1]

Yaitu seyogyanya engkau
merendahkan dirimu,
sampai remuk;
agar engkau dapat keluar 
dari penjara ketenaran."

Ketenaran duniawiah
menghalangimu berjalan;
ia bagai rantai pengikat yang amat kuat,
lebih kuat daripada rantai besi.


Catatan:

1) Jalan Kemerdekaan, jalan pembebasan,
menolong jiwa agar meraih kesejatiannya.
"Jalan yang mendaki lagi sukar,"
untuk keluar dari negeri jasmaninya; 
untuk "melepaskan diri dari perbudakan" 
hawa-nafsunya sendiri,
dengan cara "memberi makan" kepada mereka
yang masih lemah "pada hari kelaparan,"
(yaitu kepada) "yang yatim dan berkerabat, 
atau yang miskin dan fakir."  
(QS Al Balad [90]: 12 - 16)

Sumber:
Rumi: Matsnavi  I: 1537 - 1546
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.


  

Kamis, 19 Januari 2012

Tuan Rumah

Para penempuh Jalan, 
dimana kalian?

Kekasih Tercinta ada disini!                   [1]

Dambaanmu tinggal di ruang sebelah.
Sejak awal bertetangga!                          [2]

Mengapa engkau berkelana
kesana kemari, menjelajah gurun?

Jika tatapanmu menuju  
ke Wajah Yang Tercinta,                         [3]
dan tak hanya ke bentuk permukaan,
maka dirimu lah yang menjadi
rumah 
bagi Rabb:

engkau lah tuan rumah bagi-Nya.

Berkali-kali kau tempuh jalan
menuju rumah itu.

Kali ini, masuklah ke dalam,
panjatlah atapnya.
Rumah indah yang suci
yang ciri-cirinya telah kau paparkan
dengan rinci.

Kini tunjukkanlah padaku
ciri-ciri rumah Rabb.

Jika telah kau kunjungi Taman itu,
mana oleh-oleh rangkaian bunga
dari sana?

Jika kau telah sampai Laut-nya Rabb,
mana mutiara indah, jiwamu:

Sang Pribadi?

Bagaimanapun,

semoga jelajahmu selama ini
membawamu ke gudang harta-karun.

Sungguh sayang,
jika tak kau sadari,
harta-karunmu terkubur
di dalam dirimu sendiri.


Catatan:
[1]  "... Dan Dia bersamamu dimanapun engkau berada ..." (QS Al Hadiid [57]: 4)


[2]  "...Dan ketahuilah sesungguhnya Allah membatasi diantara sosok dan qalb ..." (QS Al Anfaal [8]: 24)

"Orang bertanya kepada Rasulullah SAW, 'Wahai Rasulullah, dimanakah Allah, di bumi atau di langit?' Rasulullah SAW menjawab, 'Allah Ta'ala berfirman: 'Tidak termuat Aku oleh bumi-Ku dan lelangit-Ku, dan termuat Aku oleh qalb hamba-hamba-Ku yang mukmin, yang lemah lembut, yang tenang-tenteram.' "  (Hadits Qudsi)

[3]  "... menyerahkan wajah bagi Allah ..." (QS An Nisaa [4]: 125)



Sumber:
Rumi: Divan-i Syamsi Tabriz, Ghazal 648
Diterjemahkan oleh Franklin D. Lewis,
dalam Rumi: Past and Present, East and West,
Oneworld Publications, Oxford, 2000.

Selasa, 17 Januari 2012

Yang Tampak dan Yang Tersembunyi



Dia telah menjadikan
yang nisbi eksistensinya
tampil berwujud dan agung;
Dia telah menjadikan
yang lebih nyata eksistensinya
tersembunyi bentuknya.

Dia telah menghijab Laut,
dan membuat ombak tampak;
Dia telah menyembunyikan Angin,
dan memperlihatkan padamu debu.

Debu membubung setinggi menara:
tak mungkin ia melayang sendiri.

Wahai yang berpandangan tajam,
kau lihat debu melayang tinggi;
sedangkan anginnya tak kau lihat,
tapi kau ketahui adanya dengan akalmu.

Kau lihat ombak menggelora kesana-kemari,
tanpa Laut, ombak itu takkan bergerak.

Kau lihat ombak itu dengan inderamu,
dan Laut melalui kesimpulanmu:
pemikiran tersembunyi,

sedangkan perkataan berwujud.

Kita melihat akibat sebagai pengukuhan:
mata kita hanya melihat hal yang tak memiliki
eksistensi sendiri.

Mata lahiriah ini hanya melihat secara terbatas,
bagaikan dalam keadaan tidur,
tak dilihatnya apa pun kecuali fatamorgana
dan yang lemah eksistensinya.

Jadilah kita berkubang dalam kesalahan,
karena Realitas Sejati tersembunyi,
sementara fatamorgana tampak jelas.

Sungguh mengherankan mengapa Rabb
mengatur sedemikian: yang realitasnya nisbi
tampil jelas, sementara Realitas Sejati
tersembunyi dari pandangan.

Segala puji untuk-Mu,
wahai Yang Maha Menganyam ciptaan,
yang bagaikan sihir: membuat buih tampak
bagaikan anggur murni bagi mereka
yang berpaling dari Realitas Sejati.

Para penyihir zaman dulu mengukur
sinar bulan dihadapan pedagang,
yang menukar hasilnya dengan emas.

Dengan tipuan seperti itu penyihir dapat untung:
emas beralih dari tangan pembeli,
tapi tak ada benang emas yang didapat.

Dunia ini adalah seorang penyihir,
dan engkau bagaikan pedagang,
yang membeli potongan sinar bulan.

Bagai penyihir sakti,
dengan cepat diukurnya sinar bulan
sepanjang tujuh ratus meter,
dan disodorkan seharga sutra emas.

Tetapi ketika telah ditukar dengan emas,
yaitu umurmu di dunia;
wahai makhluk malang:
tak ada sutra emas kau dapat,
sementara emas telah hilang,
dompetmu telah kosong.

Selayaknya engkau rintihkan sambil menangis:
"Katakanlah, aku berlindung,"                [1]
dan bermohon, "Wahai yang Ahad,
selamatkan  aku dari wanita-wanita tukang sihir
dan buhul-buhul tali mereka
.                 [2]

Para penyihir itu memantrai buhul,
wahai Maha Penolong, selamatkan aku
dari penaklukan dan kungkungan
alam dunia ini."


Tapi, jika berpengetahuan,
engkau juga akan berdo'a pada-Nya
dengan lisan amal,
karena lisan kata-kata itu lemah adanya.

Melintasi alam-dunia ini engkau disertai
tiga kawan: yang satu setia,
sementara dua lainnya pengkhianat.

Dua penipu itu adalah teman-teman,
serta harta-benda dan milikmu;
sedangkan yang ke tiga, satu-satunya
sahabat yang setia padamu
adalah kesalehan dalam amalmu.

Hartamu takkan mau mengiringimu
keluar dari kastilmu; teman-temanmu
mengantar sebatas kuburmu.

Ketika ajal datang menjemputmu,
teman-temanmu akan berbicara jujur
dalam hati mereka: "Kuantar sampai disini:
takkan kutemani engkau lebih jauh lagi,
kan kutemani engkau sejenak
di sisi kuburmu."

Hanya amalmu yang akan setia:
jadikan mereka pelindungmu,
karena hanya mereka yang menyertaimu
ke kedalaman kuburmu.

Karena itu,
Musthafa yang bijak mengajari,
"Dalam menempuh Jalan ini tiada kawan
yang lebih setia daripada amal-amalmu.

Jika mereka shaleh, maka mereka akan
menjadi sahabat karibmu seterusnya,
dan jika mereka jahat, mereka akan
menjadi ular dalam kuburmu."


Wahai makhluk yang lemah,
dapatkan seseorang menemukan amalnya
dan mendapat nafkah dalam Jalan Kebenaran
tanpa seorang pembimbing?

Cara mencari nafkah paling sulit
di alam-dunia ini, apakah bisa dikuasai
tanpa bimbingan seorang Guru?

Itu dimulai dengan pengetahuan yang
bermanfaat, lalu diikuti dengan amal,
sehingga dapat berbuah sesuai masanya,
atau setelah ajal.

Jika engkau berakal,
akan kau cari pertolongan
agar kau kuasai ketrampilan itu,
dari ahli yang tepat dan murah-hati.

Carilah mutiara dari kerang tertentu,
dan carilah keahlian dari sang empunya.

Jika kau temui pembimbing olah jiwa yang tulus,
berakhlaklah yang baik serta bersemangat.

Jika ada ahli menyamak kulit,
yang bekerja sambil berpakaian seperlunya,
itu tak mengurangi penguasaan keahlian
sang tukang.

Jika ada tukang besi yang empu,
bekerja mengipas tanurnya,
dengan baju kerja yang robek,
reputasinya dimata pembeli tidaklah koyak.

Tanggalkan takabur dari tubuhmu:
tiada yang pantas dipakai seorang pencari
kecuali pakaian rendah-hati.




Catatan:
[1]  QS Al Falaq [113]: 1.

[2]  QS Al Falaq [113]: 4.

Selanjutnya Matsnavi berlanjut ke bagian yang
diterjemahkan sebagai "Tanggalkan Jubah Takabur,"
dapat diperiksa di: 
http://ngrumi.blogspot.com/2011/01/tanggalkan-jubah-takabur.html 

Sumber:
Rumi
Matsnavi V: 1026 - 1061
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.

Senin, 16 Januari 2012

Pangeran Palsu

Tengoklah kesini,
ada Pangeran Palsu.

Naik kuda kecil, diatas sadel kecil,
lagaknya menyebalkan,
bergaya memakai mahkota emas.

Karena tak percaya kematian,
dia bertanya dengan angkuh,
"Dimana, dimana, malaikat maut itu?"

Sebenarnya,
Sang Maut senantiasa
menyapanya, dari ke enam arah,
seraya berseru, "Aku disini, aku disini."

(Pada saatnya) Sang Maut berkata
kepadanya, "Wahai keledai,
kemana sekarang derap penuh gayamu?

Kemana paras angkuh, bangga-diri,
dan kemarahanmu?

Kemana berhala cantik
sumber kebahagiaanmu?

Kepada siapa kau berikan mahkotamu,
kini bantalmu gumpalan tanah,
kasurmu dari tanah."

Kurangi makanmu,
gulung kasurmu,
carilah ad-Diin al-Haqq,
agar kau menjadi Pangeran Keabadian,
yang bebas pernak-pernik kecil
adat dan kebiasaanmu.

Jangan kubur jiwamu,
jangan ubah roti jadi kotoran,
kemana akalmu: kau lemparkan
mutiara ke dasar kotoran.

Ketahuilah,
kita melekat ke tanah kotor ini
semata agar menemukan mutiara tersebut;
wahai diriku, tempalah jiwa,
carilah sang mutiara,
yang sangat berharga dan tersembunyi.   [1]

Ketika kau bertemu Insan Ilahiah,
jadilah ksatria: layanilah;
ketika kau alami kepedihan dan guncangan,
jangan berkeluh-kesah.

Wahai diriku,
himbauan iblis kau indahkan,
sambil kau hasratkan menjadi Pangeran itu:
berapa lama lagi engkau terbolak-balik
diantara sin dan syin ?                           [2]

Syams al-Haqq at-Tabrizi,
diri sejatimu adalah Air Kehidupan,
siapakah yang dapat menemukan air itu,
kecuali mata yang terbiasa berlinang?


Catatan:
[1]  "Mutiara Hakikat" kesejatian insan, rahasia
terbesar manusia; Khazanah Tersembunyi, periksa http://ngrumi.blogspot.com/2010/10/khazanah-tersembunyi.html

[2]  Permainan bunyi "sin" (Insan) dan "syin" (Syaithan):
"apakah seseorang itu akan menjadi Insan Sejati atau pengikut Syaithan."


Sumber:
Rumi: Divan-i Syamsi Tabriz, ghazal no 1317.
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh A. J. Arberry.Mystical Poems of Rumi 1,
The University of Chicago Press, 1968.

Sabtu, 14 Januari 2012

Rasa Sakit: Menyiapkan Hati

Ketika rasa-sakit memasuki hati,
dan menyergap rasa senangmu,
ketahuilah, ia sedang menyiapkan
jalan bagi datangnya kebahagiaan.

Cepat sekali rasa sakit menyapu bersih

semua rasa lainnya,
mengusir mereka keluar dari ruang hati;
hingga tiba saat bahagia mendatangimu
dari Sumber Kebaikan.

Ia merontokkan semua daun layu
dari cabang-ranting hati,
agar daun segar dapat tumbuh.

Ia mencabut akar tua kesenangan,
sehingga keriangan yang  baru
dapat berkunjung dari ke-Tiada-an.

Rasa sakit di hati membongkar
akar kesenangan yang lapuk dan busuk,
sehingga tiada kepalsuan tersembunyi.

Rasa sakit mencuci bersih hatimu,
agar hal yang lebih baik dapat hadir
menggantikannya.

Sumber:
RumiMatsnavi V  3678 - 3683.
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh William C. Chittick
Dalam The Sufi Path of Love - The Spiritual Teachings
of Rumi,
 SUNY, Albany, 1983.

Jumat, 13 Januari 2012

Tanamlah Cinta

Ketika kau tanam sebatang pohon,
setiap daun yang tumbuh
akan menyampaikan padamu,
bahwa bibit yang telah kau semai
akan menghasilkan buah.

Karena itu, sahabat berakal,
jangan tanam sesuatu pun
kecuali Cinta;
kau perlihatkan nilai sejati dirimu
pada apa yang engkau cari.

Air mengucur kepada mereka
yang mendambakan kesucian.

Basuhlah tanganmu dari semua hasrat,
dan hadirilah meja Perjamuan Cinta.

Ingin kubisikkan sebuah rahasia?        [1]
Bunga akan menarik perhatian
Kekasih yang paling cantik;
dengan senyum dan wanginya.            [2]

Jika kau relakan Dia
menganyam ungkapan dalam puisimu,
orang akan senantiasa membacanya.


Catatan:

[1]  'Bunga,' tegasnya, 'Mawar,' simbol Akal Sejati.

[2]  Ketika Akal Sejati dipahamkan suatu rahasia Ilahiah,
jiwa (nafs) pemiliknya kadang memberi isyarat 'senyum.'

'Wangi' adalah aroma jiwa yang suci, yang bersumber
dari takwa di qalb.


Sumber:
Rumi: Divan-i Syamsi Tabriz,  Ghazal no 916.
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh
Azima Melita Kolin dan Maryam Mafi,
dalam Rumi: Hidden Music,
HarperCollins Publishers Ltd, 2001.

Dikembalikan ke Serendah-rendah Keadaan



Keindahan,
yang diwarisi manusia dari Adam,
yang kepadanya para malaikat bersujud,
segera luruh,
bagaikan jatuhnya Adam dari al-Jannah.

Keindahan menjerit:
"Mengapa? Setelah aku cemerlang,
kini memburam?"


Dia menjawab:
"Salahmu adalah karena engkau hidup
terlalu lama."


Jibril menyeretnya, seraya berkata:
"Pergilah dari al-Jannah ini,
enyahlah engkau dari majelis indah ini."

Ia bertanya:
"Apa gerangan maksud dari direndahkan
setelah aku sebelumnya dimuliakan?"          
 [1]

Jibril menjawab:
"Dimuliakannya engkau adalah sebuah
pemberian dari-Nya,
sedangkan rendahnya engkau kini adalah
penghakiman-Nya atas nilai sebenarnya dirimu."

Ia menjerit:
"Wahai Jibril, bukankah telah bersujud  engkau,  [2]
sebelumnya, dengan sepenuh dirimu,
mengapa sekarang kau usir aku dari al-Jannah?"

"Jubahku tanggal,                                            [3]
ketika guncangan ini menimpaku,
bagai daun kurma rontok di musim gugur."

Wajah cerah berseri bak rembulan,
jadi keriput bagaikan punggung kadal gurun,
ketika usia lanjut menyapa.

Kepala indah bermahkotakan rambut cemerlang,
berubah jadi botak, dan buruk dipandang,
ketika datang masa tua.

Sosok yang menawan,
lurus-tegap bagai tombak pemecah barisan musuh,
kini bungkuk, melengkung bagai busur.

Pipi yang memerah-sehat,
kini pucat bagai satin;
yang ketika muda sekuat singa,
kini lunglai-lemah bagai tak bertulang.

Yang lengannya dulu keras memiting lawan,
kini harus dipapah ketika bangun.

Inilah tanda-tanda nyata
dari datangnya sakit dan lapuk:
para utusan Sang Maut.

Jika yang menjadi tabib adalah Cahaya-Nya,
tiada kehilangan atau pukulan mematikan
dari usia lanjut dan penyakit.

Kelemahannya adalah kelemahan dari
makhluk yang tengah terpesona;
karena dalam kelemahannya itu,
dia membuat iri pahlawan seperti Rustam.  [4]

Jika dia diwafatkan,
tulang-belulangnya direndam
dalam ramuan cita-rasa keruhanian,
sehingga setiap zarahnya melayang
dalam berkas cahaya kasih-sayang.

Sedangkan mereka yang tak mendapatkan
Cahaya itu, bagaikan kebun tak berbuah
yang akhirnya dirontokkan musim gugur.

Tiada lagi kelopak mawar di taman,
hanya duri yang tertinggal,
pucat, gelap, bagaikan onggokan jerami.

Yaa Rabb, sungguh mengherankan,
kesalahan apa yang dibuatnya,
sehingga jubah indahnya ditanggalkan?


"Ia memandang tinggi dirinya-sendiri,
dan itu adalah racun yang mematikan.
Waspadalah engkau, wahai makhluk
yang ditempatkan disini untuk diuji."  [5]



Catatan:
[1]  Ini merupakan penggalan ujaran Maulana Rumi tentang
QS at-Tin [95]: 4 - 5, 
"Sungguh Kami telah menciptakan insan dalam 
sebaik-baik bentuk.Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang 
serendah-rendahnya;" dan QS al Hajj [22]: 5, 
"... dan diantara kamu ada yang dipanjangkan umurnya sampai pikun 
sehingga tidak mengetahui sesuatupun dari apa-apa yang semula diketahuinya..."

[2]  "... maka sujudlah mereka ..." (QS al Baqarah [2]: 34).

[3]  Jubah ketakwaan, "... pakaian takwa ..." (QS al A'Raaf [7]: 26)
yang seyogyanya membungkus jiwa (nafs).

"... ia menanggalkan dari keduanya pakaian mereka..."
(QS al A'Raaf [7]: 27) merekam dampak dari godaan iblis 

atas sepasang nenek-moyang kita.

[4]  Seorang pahlawan Kerajaan Persia.


[5]  "Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia mengujimu
siapa diantaramu yang lebih baik amalnya. 

Dan Dia al-'Aziiz, al-Ghafuur." 
(QS al Mulk [67]: 2).

Penjelasan Maulana Rumi lalu berlanjut ke bagian yang
diterjemahkan 
sebagai http://ngrumi.blogspot.com/2011/01/pantulan-cahaya-yang-mempesonamu.html 



Sumber:
Rumi: Matsnavi V  961 - 980
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.

Terjemahan ke Bahasa Indonesia oleh ngRumi.