Minggu, 11 Agustus 2013

Harapan telah Menyingsing

Wahai jiwaku, jangan berputus-asa,
harapan mulai mengejawantah;
apa yang dinanti setiap jiwa
telah menyingsing dari semesta gaib.

Jangan berputus-asa,
walau Siti Maryam telah meninggalkanmu,
tapi cahaya yang mengangkat Isa ke langit
telah muncul.

Jangan berputus-asa, wahai jiwaku,
dalam kegelapan penjaramu ini,
sang Raja yang membebaskan Jusuf-mu
telah tiba.

Ya'qub telah muncul dari balik hijab kebuntuan,
Yusuf yang kan menyibak hijab Zulaikha
telah tampil.

Wahai engkau,
yang sejak malam hingga fajar
memohonkan, "Yaa Rabb,"
Yang Maha Rahman mendengar rintihanmu,
dan telah datang.

Wahai sakit yang telah menua: sembuh lah,
obatmu telah sampai;
wahai gerbang kukuh: terbuka lah,
karena kuncimu telah ditemukan.

Wahai diri yang berpuasa, menahan-diri
dari hidangan di Meja Terhormat,
berbuka lah dengan gembira,
karena hari raya pertama telah dimulai.

Kini, hening lah, hening lah:
karena kebajikan dari perintah "kun," 
telah membuat hening ketakjuban
mengatasi semua pembicaraan.


Sumber:
Rumi: Divan-i Syamsi Tabriz, ghazal 631.
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh A. J. Arberry

Sabtu, 10 Agustus 2013

Saksi Terkasih



Muhammad (saw) itu pemberi syafa'at
atas segala jenis aib,
karena tatapannya tak pernah teralihkan 
pada hal lain: senantiasa tertuju
pada wajah Rabb.

Di tengah kegelapan malam alam dunia ini,

dimana matahari al-Haqq terhijab,
dia menatap Rabb,
dan meletakkan harapannya kepada-Nya.

Pandangannya senantiasa disegarkan oleh makna

sejati "bukankah telah Kami lapangkan dadamu?"  [1]
dilihatnya hal-hal yang tak mampu Jibril tatap.

Sang yatim, yang kepadanya Rabb limpahkan

kesegaran pandangan,
menjadi mutiara yatim 
tunggal,
yang dianugerahi panduan Ilahiah.


Cemerlang cahayanya mengatasi mutiara lain,

karena yang dikehendakinya adalah
kehendak yang paling mulia.

Seluruh kedudukan ruhaniah para abdi Allah

jelas belaka bagi sang Nabi,
karenanya Rabb menggelarinya: sang Saksi.   [2]

Senjata sang Saksi adalah lisan yang tulus

dan pandangan yang tajam--
yang dari penjagaan malamnya--
tak ada rahasia yang dapat menghindar.

Walau pun ribuan saksi palsu 

mengangkat kepala mereka,
sang Hakim mengarahkan telinganya
kepada sang Saksi.

Ini lah yang dilakukan hakim

ketika menegakkan keadilan:
baginya saksi yang benar itu 
bagaikan sepasang mata yang jernih.

Pernyataan sang Saksi selaras

dengan penglihatannya yang jernih,
karena dia telah melihat rahasia kebenaran,
dengan mata yang tak tercemari
oleh kepentingan pribadi.

Saksi palsu telah melihatnya pula,

tapi tercemari kepentingan pribadi;
ini lah yang menjadi hijab,
yang menutupi mata-hati.

Adalah menjadi kehendak-Nya

agar engkau menjadi seorang asketik, zahid,
agar kau tanggalkan kepentingan pribadi
dan menjadi seorang Saksi, Syahid.

Aneka macam alasan dibalik kepentingan pribadi

menghijab mata, menghalangi penglihatan.

Orang yang penuh kepentingan pribadi

takkan dapat melihat keseluruhan sosok
persoalan: cinta pada ciptaan 
membuat buta dan tuli.

Ketika Matahari Ilahiah menyematkan cahaya

di qalb sang Saksi, maka surut peran 
bintang-bintang baginya.

Sejak itu dia menatap rahasia-rahasia tanpa hijab

dilihatnya perjalanan jiwa kaum beriman
dan kaum kufur.

Tidak lah Tuhan mencipta,

di Bumi atau di Langit yang tinggi,
sesuatu yang lebih gaib
daripada ruh insan.

Telah Dia singkapkan rahasia segala sesuatu,

baik yang basah maupun yang kering,
namun Dia menutup rahasia ruh,
"katakanlah, ia termasuk urusan Tuhan-ku."     [1]

Karena penglihatan saksi yang mulia

melihat ruh itu, maka sia-sia lah 
tetap bersembunyi darinya.

Tuhan disebut Yang Maha Adil,

dan saksi itu milik-Nya: saksi yang adil
adalah mata Sang Kekasih.

Sasaran pandangan mata Tuhan 

di kedua dunia adalah kesucian hati:
tatapan Sang Raja tertuju
pada orang yang terkasih.

Rahasia cinta-kasih-Nya,

yang bermain-main dengan kekasih-Nya
adalah sumber dari seluruh tabir
yang telah Dia ciptakan.

Oleh karena itu Rabb Maha Pengasih

berfirman pada sang Nabi di malam mi'raj,
"Jika bukan karena engkau,
niscaya takkan Kuciptakan alam."



Catatan:
[1]  "Alam nasyhrah laka shadraka"
QS al-Insyirah [94]: 1

[2]  "... agar Rasul menjadi saksi atas dirimu,
dan agar kamu semua menjadi saksi atas
segenap manusia..." 

QS al-Hajj [22]: 78

[3]  "... qulir-rruuhu min amri rabbii ..."
QS al-Isra [17]: 85



Sumber:
Rumi: Matsnavi  VI: 2861 - 2884
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.

Kamis, 01 Agustus 2013

Hening lah di tengah Perdebatan


Kiprah ke tujuh-puluh dua golongan
akan tetap ada di alam dunia ini
sampai Hari Kebangkitan


Dunia ini alam yang berisikan
kegelapan dan pemberhalaan:
Bumi ini tempatnya bayang-bayang.


Ke tujuh-puluh dua golongan itu
akan tetap ada sampai Hari Kebangkitan:
bantahan dan alasan orang bid'ah
akan tetap keras.


Banyaknya kunci atas harta-simpanan
menunjukkan ketinggian nilainya.


Jalan yang berliku-liku,
lintasan curam pendakian gunung,
tebing-jurang di kanan-kiri,
banyaknya penyamun menghadang,
semuanya petunjuk agungnya
tujuan sang pencari.


Kebesaran Ka'bah dan tempat thawaf,
ditunjukkan oleh hadangan penyamun,
dan luasnya gurun yang harus dilintasi
ketika pergi berhaji.


Setiap ajaran palsu itu bagaikan
lintasan jalan di gunung:
curam, bertebing, berpenyamun.


Semua ajaran berhadapan,
dan menjadi lawan yang keras,
dari ajaran lainnya:
setiap pengikut masing-masing ajaran
menjadi bingung.


Karena dilihatnya semua lawan bersikukuh
pada doktrin masing-masing: setiap golongan
berbangga-diri akan kelompoknya.


Jika sudah tak punya jawaban lagi,
para pengikut akan berpegangan erat,
sampai Hari Kebangkitan,
kepada rumusan baku ini:
"para pemuka, leluhur golongan kami
tahu jawaban terhadap pertanyaanmu itu,
hanya itu masih belum kami pahami."


Hanya Cinta yang dapat menyelamatkanmu
dari keraguan;
tiada hal lain yang dapat menghentikanmu
dari godaan perberbantahan.


Jadilah seorang pencinta,
ringankan lah langkah pencarianmu,
bagai pemburu aliran air,
menjelajah dari sungai ke sungai.


Takkan pernah kau dapatkan
air pembasuh jiwamu,
dari pihak yang mengeringkannya darimu.


Takkan kau pahami kebenaran
dari pihak yang menyedot
pemahaman kebenaranmu.


Dalam Cinta yang agung dan berlimpah,
akan kau jumpai jenis-jenis kecerdasan,
yang berbeda dengan kecerdasan biasa.


Allah lah Pemilik berbagai kecerdasan,
yang berbeda dengan jenis kecerdasanmu;
kecerdasan yang mengatur
makhluk-makhluk di langit.


Kecerdasanmu itu hanya suatu jenis,
gunanya hanya untuk mencari penghidupan
di Bumi; 
(tak kau ketahui) terdapat jenis-jenis
kecerdasan lain,

suatu Akal Sejati,
yang membuat susunan Lelangit
bagaikan bentangan karpet di bawah kakimu.


Ketika engkau mengorbankan akalmu,
dalam cinta kepada Rabb,
Dia menggantinya sepuluh kali lipat,
atau tujuh-ratus kali.


Ketika para perempuan ningrat Mesir saat itu,
mengorbankan akal mereka,
bergegas mereka ke harapan akan cinta Yusuf.

Cinta: juru-minuman kehidupan,
menghabisi akal mereka dalam sekali teguk;
lalu sepanjang hidup, mereka minum
bagian hikmah masing-masing

Keindahan Yang Maha Agung adalah sumber
dari seratus Yusuf,
wahai pejalan fakir abdikan hidupmu
pada keindahan itu.

Wahai jiwa,
hanya Cinta yang dapat mengakhiri sengketa,
hanya Cinta saja yang datang menghampirimu
ketika engkau menjerit minta tolong
agar diselamatkan dari tengah perdebatan.

Kefasihan membisu di hadapan Cinta:
takkan ia berani bertengkar.

Karena sang pencinta takut,
jika ia membantah,
maka mutiara mistiknya
akan terjatuh melalui mulutnya.

Ditutupnya mulutnya rapat-rapat
jangan sampai terpancing membantah,
dijaganya mutiara berharga itu
jangan sampai jatuh dan lalu hilang.

Ini seperti cerita para sahabat,
"Ketika sang Nabi membacakan ayat dari al-Qur'an,
maka dalam saat penuh rahmat itu,
Rasulullah  meminta kami memperhatikan
dengan penuh takzim."

 Itu seolah-olah ada seekor burung langka
hinggap di atas kepalamu, dan engkau gemetaran
--takut mengagetkannya.

Engkau tak berani bergerak, 
takut burung indah itu terbang.

Kau tahan nafasmu, kau tahan batukmu,
supaya burung itu tak pergi.

Apabila ada yang mengajakmu bicara,
kau letakkan jari di depan bibirmu,
artinya: "Hush, diam!"

Seperti itu lah ketakjuban:
ia membuatmu diam,
ia meletakkan tutup di atas cerek,
dan mengisimu dengan cinta yang menggelegak.



Sumber:
Rumi: Matsnavi  V: 3119 - 3250
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.