Selasa, 07 Juli 2015

Rintihan Seruling Bambu




Dengarkanlah suara seruling bambu
Menyayat rintihannya,
lantunkan perihnya perpisahan:

"Sejak direnggut aku dari rumpunku dulu,
ratapan pedihku telah membuat
berlinang air-mata orang.
Kuseru mereka yang tersayat hatinya
karena perpisahan.

Karena hanya mereka yang pahami
sakitnya kerinduan ini.
Mereka yang tercerabut dari tanah-airnya
merindukan saat mereka kembali.

Dalam setiap pertemuan,
bersama mereka yang tengah gembira atau sedih,
kudesahkan ratapan yang sama.

Masing-masing orang hanya dapat mendengar
sesuai pengetahuannya sendiri-sendiri.

Tak ada yang mencari lebih dalam
tentang rahasia didalam diriku.

Rahasiaku tersembunyi didalam rintihanku,
mata-telinga tak bercahaya
takkan mampu memahaminya."

Desah seruling bersumber dari api,
bukannya angin.

Apa gunanya hidup seseorang
yang tak lagi ada apinya?

Adalah api cinta yang menghidupkan
nyanyian sang seruling.

Adalah ragi cinta
yang membuat anggur terasa lezat.

Lantunan seruling mengobati hati
yang perih karena cinta yang hilang.

Lagunya menyapu hijab
yang menyelubungi hati.

Adakah racun yang lebih pahit
atau gula yang lebih manis
daripada nyanyian seruling bambu?

Agar dapat kau dengar
nanyian seruling itu
mesti kau tanggalkan semua hal
yang pernah kau ketahui.




Catatan:
Matsnavi-nya Rumi dimulai dengan puisi ini.

Kerinduan seruling: diri sang pencari yang telah kosong dari tabiat rendah dan hawa-nafsunya sendiri hanyalah bertemu dengan Penciptanya. Ia berhembus dibalik setiap niat dan amalnya.

Kerinduan yang mengalir di segenap bagian Matsnavi.



Sumber:
Rumi: Matsnavi  I: 1 - 18.
Berdasarkan versi terjemahan oleh
Jonathan Star, "Rumi - In the Arms of the Beloved."
Jeremy P. Tarcher/ Putnam, New York, 1997.

Berdasarkan terjemahan ke Bahasa Inggris oleh
Reynold A. Nicholoson.
Terjemahan ke Bahasa Indonesia oleh ngRumi.