Sadarlah, Wahai Pejalan...

Jika engkau seorang pejalan yang sadar,
berjalanlah di jalan ini layaknya lelaki;
atau berhenti saja: jangan tinggalkan rumahmu,
karena engkau belum siap berperang. [1]

Para lelaki sejati meminum seribu lautan,
dan masih merasa haus; [2]
baru seteguk engkau diberi minum,
tapi lagakmu bagaikan telah penuh.

Engkau mendaku telah sampai tujuan,
tebaran debu ocehanmu mengangkasa; [3]
tapi tak bergerak engkau walau sejengkal,
tiada sedikitpun engkau tinggalkan tanda.

Berendah-hatilah layaknya debu,
dibawah derap langkah para lelaki sejati;
barulah akan bangkit engkau
dan jadi bagian perjalanan mereka.

Jika bertahun engkau merangkak,
di jalan pencarianmu;
jangan menyerah engkau pada kesedihan,
jangan tunduk engkau pada guncangan.


Catatan:
[1] Bandingkan misalnya dengan “... keluarlah dari kampung halamanmu ...” (QS [4]: 66).

[2] “Meminum,” diberi “pengalaman spiritual.” Para pencari sejati tak pernah hilang rasa hausnya walaupun mereka menerima banyak sekali pengalaman spiritual. Ini karena tunggalnya tujuan mereka: Allah yang Satu; bukan ciptaan atau kejadian yang beraneka-rupa, baik yang “nyata-jelas" ataupun yang sangat “spiritual”.

[3] Bukanlah pencari sejati jika merasa telah “besar.” Dampak dari besarnya (kesombongan), dengan keras diperingatkan: “... sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit.” (QS [7]: 40)


Sumber:
Rumi: Divan-i Syamsi Tabriz, Ghazal no 3277
Diterjemahkan oleh Nader Khalili,
dalam Rumi: Fountain of Fire,
Cal-Earth Press, 1994

Komentar

Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

Postingan populer dari blog ini

Wahai Airmata yang Berlinang

Nama Sejati

Matilah Sebelum Engkau Mati