Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2008

Pandanglah Jiwa Sebagai Pancuran: Aliran Kehidupanmu Mengucur dari Situ

Semua bentuk yang engkau lihat, memiliki “mata-air-tetap” di alam tak-bertempat: Tidak mengapa ketika bentuk musnah, karena aslinya abadi. Semua wajah cantik yang pernah kau lihat, semua kata penuh-makna yang pernah kau dengar; Janganlah berduka ketika semua itu hilang; karena sesungguhnya tidaklah demikian. Ketika mata-air-sumber tak-berhenti, cabangnya terus mengalirkan air. Karena itu, apa yang engkau keluhkan? Pandanglah jiwa sebagai pancuran, dan semua ciptaan ini sebagai sungai: ketika pancuran mengucur, sungai mengalir dari situ. [1] Taruhlah kesedihanmu dan teruslah minum air-sungai ini; jangan fikirkan kapan surutnya; aliran ini tiada henti. Dari saat pertama engkau masuki alam wujud ini, sebuah tangga ditaruh di hadapanmu, sehingga engkau dapat menapak naik. Pertama engkau adalah mineral, lalu engkau berubah menjadi tetumbuhan, kemudian engkau menjadi hewan: bagaimanakah sampai hal ini sempat menjadi rahasia bagimu? Kemudian engkau menjadi insan, dengan pengetahuan, ‘aql