Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2012

Di Lembah Cinta

Tengah malam, aku bertanya,  siapa ini yang ada di dalam rumah qalb-ku? Dia menjawab,  Inilah Aku, yang cemerlangnya membuat matahari dan rembulan jadi tertunduk malu. Dia bertanya,  Mengapa rumah ini penuh dengan aneka macam lukisan? Aku menjawab, Ini semua adalah bayangan dari-Mu, wahai Engkau yang wajah-Mu membuat iri warga Chigil.                               [1] Dia bertanya,  Dan apa ini: qalb yang berdarah-darah? Aku menjawab, Ini adalah gambaran diriku: hati terluka, dan kaki dalam lumpur. Kuikat leher dari jiwaku, dan menyeretnya kehadapan-Nya sebagai persembahan: Inilah dia yang telah berkali-kali memunggungi Cinta, kali ini jangalah Kau lepaskan. Dia serahkan satu ujung tali, ujung yang penuh kecurangan dan pengkhianatan, Peganglah ujung yang ini, Aku kan menghela dari ujung yang lain, mari berharap tali ini tidak putus. Kuraih tangan-Nya, Dia menepisku, seraya berkata,  Lepaskan! Aku bertanya, Mengapa Engkau bersikap keras padaku? Dia menjawab, 

Kembalilah ke Langit

Setiap saat, sebuah seruan dari langit menyapa inti jiwa sang lelaki pencari: Sampai kapan engkau melekat ke bumi, seperti buih. Naiklah ke langit! Mereka yang jiwanya berat tetap lekat menempel bagai buih; hanya jika termurnikan ia dapat mengalir ke atas. Jika kau tak terus-menerus mengaduk tanah-liatmu, airmu akan perlahan menjernih, dan buihmu tercahayai, maka sakitmu terobati. Seperti obor, hanya lebih banyak asapnya daripada apinya, asapnya menyebar kesana kemari, sehingga ruang di dalam jasmani, tempat jiwa terpenjara, tak lagi bersinar. Jika kau hilangkan asapnya kau dapat nikmati kembali nyala api obor; tempatmu di semesta ini dan semesta-semesta mendatang akan terterangi oleh cahayamu itu. Jika kau menatap pada air keruh, tak kelihatan disitu rembulan atau langit; matahari dan rembulan menghilang ketika kegelapan menyelimuti udara. Dari utara angin bertiup menyibak udara hingga jernih; datangnya pada fajar hari, usapannya melapangkan dada.

Jebakan Melekat

Gambar
Tidakkah kau ingin bergabung bersama sepuluh sahabat Nabi yang telah menerima kabar gembira; mereka yang telah disucikan bagai emas murni.                         [1] Dalam persaudaraan ditemukan kesempurnaan, karena seorang lelaki itu satu kesatuan dengan sahabat-sahabatnya. Mereka akan bersama di alam ini dan di alam-alam berikutnya; inilah yang dimaksud dalam hadits dari Musthapa yang berakhlak sempurna. (Ketika Beliau berkata) "Seorang lelaki itu bersama dengan orang yang dicintainya:" qalb  itu tak terpisahkan dari sasaran cintanya. Jangan mau tinggal di tempat yang ada umpan dan jebakannya: wahai mereka yang memandang orang lain hanya sebagai korban yang lemah; perhatikanlah, bagaimana kesudahan para pemangsa manusia. Wahai mereka yang hanya bisa melihat kelemahan dari orang-orang lemah: mereka yang bergantung pada kebaikanmu; ketahuilah ada tangan lain di atas tanganmu. Sungguh dungu, jika kau pandang orang lain lemah, padahal sebenarnya kau

Sang Khalilullah Menyembelih Gagak, Unggas ke Tiga Pengganggu Perjalanan

Wahai pejalan, mengapa gagak dalam dirimu perlu disembelih? Karena Perintah Ilahiah! Ada hikmah apakah dibalik Perintah itu? Mari kuperlihatkan sedikit. Gaduhnya suara gagak hitam berkaok itu permintaa terus menerus agar diberi umur panjang di alam dunia ini. Bagaikan iblis, gagak meminta-minta kepada Tuhan Yang Maha Suci  dan tak-Terbandingkan, agar umurnya sampai mencapai Hari Kebangkitan. Alih-alih menyatakan, "Aku bertaubat, wahai Tuhanku," iblis malah meminta,  "berilah aku tangguh sampai Hari Pembalasan."                          [1] Hidup tanpa pertaubatan itu seluruhnya penderitaan: terpisah dari Tuhan sama saja dengan mati mendadak. Baik hidup maupun mati, keduanya manis bersama hadirnya Tuhan: tanpa Tuhan, air kehidupan berubah jadi api. Kutukan Ilahiah menimpa iblis, ketika pada Hadirat-Nya dia meminta umur panjang. Bergantung pada  ilah  selain daripada Allah tak sedikit pun membawa keuntungan: hakikatnya itu kerugian total. Apa

Berlapis Makna

Gambar
Ketika  al-Qur'an  diturunkan, ramai kaum tak beriman mencemoohkan. (Mereka mengatakan): "Itu hanya kisah dan cerita masa lalu; bukan penelitian yang baru, bukan pemikiran yang canggih; Bahkan anak kecil pun bisa memahaminya: hanya tentang hal-hal yang diperintahkan dan hal-hal yang dilarang. Kisah tentang Yusuf-- tentang betapa tampannya dia, kisah ayahnya Ya'qub, Zulaikha dan gairahnya. Naskah biasa saja, semua orang dapat memahami maknanya: tidak terdapat bagian yang membingungkan akal." Dia berkata: "Jika menurutmu mudah, buatlah satu surat saja yang semisal                    [1] dan semudah al-Qur'an ini. Kerahkanlah jin, manusia dan cerdik-pandai diantaramu, menandingi dengan satu ayat yang semisal." Ketahuilah,  kalimah  dalam al-Qur'an itu memiliki pengertian literal dan makna-dalam yang sangat agung. Dan dibalik makna-dalam itu, terdapat lapisan makna ketiga yang didalamnya semua kecerdasan hilang akal. Tentang m

Pintu-pintu Menuju Taman-Mu

Gambar
Wahai Kekasih, manakah yang lebih mempesona, Wajah-Mu atau al-Jannah -Mu ini,  yang begini luas. Bercahayalah, wahai rembulanku, Engkaulah inspirasi, bagi semua yang menatap langit malam. Yang asam akan berubah jadi manis. Prasangka diganti dengan Kebenaran. Gerumbul duri diubah jadi mekar bunga. Seratus tubuh akan bangkit hidup kembali, dengan satu hembusan-Mu. Kau taruh pintu demi pintu di langit Kau taruh harapan dalam hati insan. Kau cekam setiap kecerdasan, Kau buat ke dua alam terpesona pada-Mu. Wahai Kekasih, pipimu memerah, bagai mawar. Wahai Kekasih, Engkaulah pujaan alam ini, dan alam berikutnya, dan alam-alam berikutnya. Kelopak-kelopak jagung, berupaya keras, mencoba meniru satu warna-Mu. Semua jenis kebenaran lebur jadi satu dibawah injakan kaki-Mu. Seluruh nada laguku rindu menggemakan merdunya suara-Mu. Tanpa Engkau, pasar dan perniagaan sepi. Taman dan kebun longsor tersapu air bah. Kau ajari pohon menari seiring tiupa

Tanpa Engkau

Kutanam mawar, tapi tanpa Engkau, pohon kaktus yang tumbuh. Kuperam telur merak, ular yang menetas. Kumainkan harpa, derau sumbang yang terdengar. Kumelesat ke surga tertinggi, neraka bernyala yang kutemui. Sumber: Rumi: Quatrain no 90-a. Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Jonathan Star dan Shahram Shiva .

Engkaulah ...

Gambar
Sejak kumulai berjalan, Engkau lah tujuan, Engkau lah pemandu. Ketika kucari hatiku, Engkau lah yang meremukkannya. Ketika kucari kedamaian, Engkau lah yang mengayomi. Ketika kupergi berjihad, Engkau lah pedangku. Ketika kubelajar lebur, Engkau lah anggur dan manisan. Ketika kudatangi taman itu, Engkau lah sang narsisus memekar. Ketika kusampai ke tambang itu, Engkau lah sang merah delima. Ketika kuselami samudera, Engkau lah mutiara di dasar. Ketika kulintasi gurun, Engkau lah oase. Ketika aku mengangkasa, Engkau lah bintang paling terang. Ketika kutegak dengan berani, Engkau lah perisaiku. Ketika kupingsan kebingungan, Engkau lah wewangian yang menyadarkan. Ketika kuterjun dalam pertempuran, Engkau lah sang panglima pasukan. Ketika kutiba di perjamuan, Engkau lah tuan-rumah, penghibur, sekaligus cangkir. Ketika kumenulis, Engkau lah kertas, pena, sekaligus tinta. Ketika kuterjaga, Engkau lah kesadaranku. Ketika kutertidur, Kau masuki mimpik

Semua bagi Sang Jiwa

Wahai pencari, wahai ksatria berhati singa, Yang Maha Tinggi menggilirkan untukmu: panas dan dingin, sedih dan perih, takut dan lapar, sakit dan fakir, semuanya bagi sang jiwa;   agar nilai sejati jiwamu terungkap, dan dapat digunakan.  Sumber: Rumi: Matsnavi  II: 2963 - 2964 Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.

Tertidur dan Tengah Bermimpi

Gambar
Seseorang yang lama tinggal di sebuah kota, tertidur; dan di dalam tidurnya melihat kota lain, yang penuh kebaikan dan keburukan; hingga kotanya semula hilang dari ingatannya. Seharusnya, dia berkata pada dirinya sendiri, seperti ini: "Ini adalah kota yang baru, aku adalah seorang asing disini;" Sebaliknya, dia membayangkan selalu tinggal di kota baru itu, dilahirkan dan dibesarkan disitu. Apakah mengherankan, jika kemudian jiwa tak ingat lagi akan kampung-halamannya dan tanah kelahirannya? Karena alam-dunia ini, bagaikan tidur, menyelimuti jiwa kita, bagaikan awan menyelimuti bintang. Apalagi saat ia melangkahkan kaki ke berbagai kota dan debu yang menutupi matanya belum dibersihkan. Lagipula dia belum berupaya keras, memurnikan hatinya; sampai hatinya itu dapat menatap masa lalu. Bagaimana dia memasuki tataran alam material, dan dari situ melangkah memasuki tataran alam nabatiah Lama dia tinggal di tataran alam nabatiah, disitu tak dii