Minggu, 22 Februari 2009

Semuanya Beringsut dengan Enggan di Sepanjang Jalan ini, Kecuali ...

Sang Nabi SAW berkata bahwa para ahli surga itu lemah
dalam berdebat karena keagungan pencapaian mereka;
Karena sempurnanya kehati-hatian mereka 
dan menganggap rendah diri sendiri, 
bukan karena lemah-akal, pengecut atau lemah-iman.

Dengan memberikan keuntungan kepada lawan mereka,
diam-diam mereka mendengar hikmah ayat "... dan kalau
tidaklah terdapat disana para lelaki beriman ..." [1]
Maka, tidak menyentuh kaum kafir yang tercela itu
menjadi suatu tugas, demi membebaskan kaum beriman.

Bacalah kisah perjanjian Hudaibiya:
"... adalah Dia yang
menahan tanganmu dari mereka..."; dari sabda itu
pahamilah keseluruhan kisah. [2]

Bahkan dalam kemenangan, sang Nabi SAW memandang
dirinya sendiri dikendalikan oleh buhul-tali Keagungan Ilahiah.

(Beliau SAW bersabda,) "Bukanlah aku tertawa karena aku
menyergapmu di waktu fajar sehingga berhasil menangkap
dan mengikatmu; Aku tertawa karena aku menyeretmu
dengan rantai dan belengu menuju taman pinus
dan mawar al-Jannah.

Bayangkan, kami menggiringmu dalam ikatan,
dari api yang kejam ke tempat yang melimpah
dengan kesegaran; Dengan rantai yang berat Aku
menyeretmu dari Api ke al-Jannah yang kekal."

Setiap pengembara buta, yang berbudi atau jahat;
Dia menyeretnya, dibelengu rantai,
menuju ke 
Hadirat-Nya.

Semuanya menempuh jalan ini dengan terikat rantai
ketakutan dan godaan, kecuali para Waliyullah. [3]
Semuanya beringsut dengan enggan di sepanjang jalan ini,
kecuali mereka yang akrab dengan rahasia-rahasia
tindakan Ilahiah.

Berjuanglah, sehingga terang cahaya di dalam dirimu,
sehingga bergeraknya engkau di jalan pengabdian dan
pelayanan kepada-Nya dibuat mudah.

Engkau mengajak anak-anakmu ke sekolah dengan paksa,
karena mereka buta akan manfaat pengetahuan.
Tetapi ketika sang anak menjadi sadar akan manfaat itu, dia
berlari ke sekolah: jiwanya mengembang-riang ketika berangkat.

Semula sang anak pergi ke sekolah dengan tertekan, karena
dia tidak melihat sedikitpun ganjaran bagi usahanya itu.
Ketika dimasukkan ke dompetnya sedikit upah bagi usahanya
itu, semalaman dia tidak bisa tidur, bagaikan seorang pencuri.

Berjuanglah, agar ganjaran kepatuhan kepada-Nya
segera tiba: barulah engkau bisa iri kepada hamba yang patuh.

Perintah
“datanglah dengan terpaksa” ditujukan kepada
pengikut yang buta; “datanglah dengan senang-hati”
diperuntukkan bagi orang yang dicetak oleh ketulusan. [4]

Adapun yang pertama, mencintai Tuhan demi suatu
sebab-akibat, sementara yang satunya lagi
mempersembahkan suatu cinta murni
tanpa kepentingan 
diri-sendiri.

Yang pertama, bagaikan seorang bayi,
mencintai Juru-rawat 
hanya demi susu;
sementara yang satunya lagi 
mempersembahkan hatinya
kepada Yang-Maha-Tersembunyi.

“Bayi” tidak mengenal kecantikan-Nya;
dia tidak menginginkan dari-Nya kecuali susu semata;
Sementara pecinta sejati juru-rawat tidak memementingkan
diri-sendiri, tulus-ikhlas dalam kesetiaan yang murni.

Jadi, yang mencintai Tuhan demi suatu harapan
atau ketakutan, tekun membaca kitab kepatuhan buta.

Sementara yang mencintai Tuhan hanya demi diri-Nya,
dimanakah dia? karena dia terpisah dari
kepentingan diri-sendiri dan sebab-akibat.

Apakah seseorang itu termasuk jenis yang pertama
atau 
yang ke dua, sejauh dia seorang pencari Tuhan,
maka daya tarik Tuhan akan menariknya kepada-Nya.

Apakah pencari Tuhan itu mencintai-Nya demi sesuatu
selain-Nya? Hanya agar selalu dapat bagian dari kebaikan-Nya?

Atau mencintai Tuhan hanya demi diri-Nya,
karena tiada sesuatupun dapat disandingkan dengan-Nya,
agar tidak terpisah dari-Nya?


Dalam ke dua hal itu, perjalanan maupun pencarian berasal
dari suatu Sumber: hati para pencari tertawan
oleh Sang Pemesona-Hati.

Catatan:
[1] QS [48]: 25
[2] QS [48]: 24
[3] QS [10]: 62
[4] QS [41]: 11


Sumber:
Rumi: Matsnavi, III: 4571 - 4601
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh
Nicholson

1 komentar:

KISAH SUKSES IBU HERAWATI mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.