Ketika Diusung Kerandaku
Ketika diusung kerandaku di hari kematian,
janganlah menyangka hatiku berada di alam-dunia ini.
Janganlah menangisiku, dan menjerit,
"kemalangan,kemalangan!"
Bisa-jadi malah engkau terjatuh kedalam jebakan syaithan:
itu baru kemalangan.
Ketika engkau lihat jenazahku, janganlah
engkau berseru, "perpisahan, perpisahan!"
Pertemuan dan penyatuan adalah milikku saat itu.
Ketika engkau masukkan aku ke liang lahat, janganlah
engkau ucapkan, "selamat tinggal, selamat tinggal!"
Karena kubur bagiku hanyalah selembar hijab, yang
menyembunyikan pelukan al-Jannah.
Setelah diturunkan ke lubang, tataplah kebangkitan;
Tidaklah ditenggelamkan itu menyakiti matahari dan rembulan.
Tampak bagimu ia tenggelam, padahal itu suatu kebangkitan:
Bagimu kubur adalah penjara, padahal itu pembebasan jiwa.
Bukankah bibit ditanamkan ke dalam bumi agar ia tumbuh?
Mengapa engkau ragukan harkat bibit insan?
Bukankah timba diturunkan, agar ia muncul-kembali:
penuh berisi air?
Tidaklah Yusufnya-jiwa itu perlu mengeluhkan sumur.
Katupkanlah mulutmu di sisi-sebelah-sini, dan
bukalah di sisi-sebelah-sana,
Karena di semesta-tak-bertempat akan berkumandang
lagu kemenanganmu.
(Rumi: Divan Syamsi Tabriz no 14, terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson)
Komentar