Wahai Pencari yang Haus, Kemarilah
Waktu terbatas; air yang melimpah
mengalir menjauh. [1]
Minumlah, sebelum engkau pecah,
berkeping-keping. [2]
Ada sebuah aliran yang sangat terkenal,
penuh dengan Air Kehidupan. [3]
Reguklah Air itu, agar engkau bisa berbuah. [4]
Minumlah Air Khidr a.s, dari sungai sabda
para Waliyullah: wahai pencari yang haus, kemarilah! [5]
Bahkan jika tak engkau lihat aliran itu,
dengan ketrampilan layaknya seorang yang buta,
bawalah cangkirmu ke sungai itu, dan isilah. [6]
Catatan:
[1] Waktu di alam dunia bagaikan terbang. Kesempatan terbatas.
Ketika ada kesempatan langka berjumpa seorang Guru Sejati,
banyak orang yang menyia-nyiakannya dengan menanyakan
hanya masalah duniawi. Padahal raga sangat pendek
usia pakainya.
[2] Tanpa jiwa yang dibangkitkan kembali dengan Air Kehidupan,
yang tegak dari manusia hanyalah raganya, yang terbentuk dari
"tanah liat kering dari lumpur hitam" (QS [15]: 26).
[3] 'Air Kehidupan,' "yang tawar lagi segar" (QS [25]: 53)
membasuh, mentahirkan, 'menghidupkan kembali' jiwa yang
semula bagaikan mati, terkubur aneka-ragam kesibukan
yang semata ragawi (QS [102]: 1 - 2).
[4] Buah diri sejati merupakan ciri pokok 'Pohon yang Baik'
(QS [14]: 24).
[5] Pencari sejati senantiasa berharap agar suatu saat jiwanya
dapat mencapai tempat dimana Khidr a.s menunggu,
"majma'al-bahrain" (QS [18]: 60).
[6] Persembahkanlah keseluruhan dirimu; seadanya, apa adanya.
(Rumi: Matsnavi, III no 4300 - 04, terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson)
Komentar
Terimakasih atas komentar yang telah mas tinggalkan di entry ini.
Jawaban yang haqq sudah barang tentu hanya dapat diutarakan seorang yang haqq. Dan saya masih jauh dari status itu.
Tapi perkenankanlah saya berupaya memberikan suatu perspektif.
Seorang yang haqq tentu mengetahui apa yang akan dijumpai berikutnya di hadapan jalan dari orang-orang yang diasuhnya. Tentu mengetahui pula kekuatan wadah mereka saat ini, serta apa-apa yang perlu ditambahkan agar semakin kuat menerima warta-warta berikutnya. Oleh karena itu, terkadang seorang yang haqq akan 'membiarkan' asuhannya untuk terus memperkuat diri, melapangkan wadah qalb dan menerima sendiri warta-warta berikutnya. Sang Pengasuh seperti pasif, tetapi sebenarnya sangat mengawasi.
Dengan kata lain, sang Pengasuh mempersilakan asuhannya untuk mengunyah sendiri dari piring yang sudah dalam genggaman asuhannya dan, manakala kita telah siap, merasakan sendiri kelezatan makanannya; dan tidak sekedar memberitahukan rasa dari makanan yang telah terlebih dahulu dikunyahkan dan disuapkan ke mulut asuhannya. Itu hanya dilakukan kepada bayi.
Dalam semangat saling menyemangati dalam belajar Al Qur'an, marilah kita renungkan kembali QS [3]: 8.
Semoga qalb kita semua semakin dilapangkan dan dikuatkan.
WassWrWb.
apa yang dimaksud dengan majma albahrain (pertemuan aliran dua buah laut)? dan apa yang menjadi ciri dari buah diri sejati?
terimakasih
Terimakasih atas pertanyaan yang diajukan.
Sama sekali saya tidak berpretensi mampu menjawab. Hanya sekedar saling menyemangati dalam belajar.
Tentang "Majma al-Bahrain," bolehkah saya menyarankan agar membaca rangkaian ayat di QS [18]: 60 - 65. Ada 'bekal,' yaitu sesuatu yang semula 'mati,' yang pada status itu mendadak 'menjadi hidup'. Perhatikan pula ada 3 personifikasi eksponen diri manusia di situ. Semoga dimudahkan.
Tentang buah diri sejati dari Pohon yang Baik atau Pohon Taqwa, maka menurut sebuah Hadits Rasulullah SAW, buah dari (Pohon) Taqwa adalah apa yang disebut "hasanah".
Apa-apa yang bersumber dari diri kita itu "sayyiah" sementara kebalikannya, "hasanah" itu dari sisi-Nya (QS [4]: 79).
"Buah" itu dari Pohon yang "dahannya di langit" (QS [14]: 24).
Para Syaikh mengkategorikan "hasanah" menjadi: i) ilmu; ii) amal; dan iii)akhlak. Sedangkan "hasanah" sendiri muncul dari proses pengubahan "sayyiah" yang dilangsungkan-Nya di dalam diri orang yang sungguh-sungguh bertaubat (QS [25]: 70 - 71).
Semoga yang Maha Ilmu menganugerahi ilmu yang bermanfaat. Dan saya berlindung dari kebodohan diri sendiri.
Wallahu'alam.
Wass Wr Wb.
semoga menjadi amal shalih, bagi yang menjawabnya. Ayat-ayat alquran yang penulis cantumkan memudahkan saya untuk memahami keterangan penulis, Allhamdulilah.
saya mencoba memperhatikan tiga komponen manusia dalam rangkaian ayat di Qs 18:60-65. Disitu ada Musa, murid Musa (dalam terjemahan Depag adalah Yusya Bin Nun) dan yang terakhir ada Khidr.
Apakah personifikasi diri manusia yang termuat dalam rangkaian itu Jasad (musa), ikan yang mati lalu hidup (jiwa) dan Ruh (khidir)? apa peran yusya bin nun disini? mohon maaf sekiranya penulis berkenan untuk menguraikan lebih lanjut..
Terimakasih atas apresiasinya.
Ke tiga aspek diri manusia: jasmani, jiwa dan ruh, memang dipersonifikasikan dalam rangkaian ayat-ayat tersebut.
Jika hakekat manusia adalah jiwanya, maka jiwa itulah yang paling Allah SWT didik. Dan itu dipersonifikasikan oleh Musa a.s. Murid dan pembantu beliau, Yusya ibn Nun, mewakili aspek jasmani. Sedangkan kehadiran Ruh al-Quds dipersonifikasikan oleh Khidr a.s.
Ketika bekal perjalanan mereka, yang memiliki sosok jasmaniah, berupa ikan, tiba-tiba menjadi hidup, jasmani (Yusya) melihatnya tatapi tidak menyadari signifikansinya. Baru setelah hal itu ditanyakan oleh jiwa (Musa a.s) disadarilah bahwa titik mulainya Majma al-Bahrain telah mereka lewati. Dengan kerja-sama yang baik diantara keduanya, titik itu dapat ditemukan kembali.
Sebuah pelajaran besar dari AL-Qur'an yang disampaikan dengan sangat indah.
Semoga Allah mengajari ilmu yang bermanfaat. Saya berlindung dari kebodohan diri sendiri.
Wass Wr Wb.
Terimakasih atas pertanyaan yang diajukan.
Alhamdulillah, jika dibaca dengan perspektif sebagaimana dirumuskan dalam "ayat cahaya" (QS [24]: 35), tentang struktur insan yang menjadi target transformasi insan, ternyata berlimpah ayat di dalam Al Qur'an yang menggambarkan momen-momen kehadiran dari ke tiga eksponen insan (jasmani, jiwa, RQ). Rangkaian ayat-ayat disekitar "majma al-Bahrain" adalah salah satunya. Struktur insan ideal terealisasi disini.
Tentu 'penemuan diri' bukan sekedar 'bertemu dengan jiwa'. Ada soal besar dibalik hidupnya hal-hal yang semula 'mati', serta diungkap dan dikukuhkannya 'misi diri' oleh RQ.
Rangkaian dialog sangat indah dari Khidr a.s. dan Musa a.s, dalam ayat-ayat selanjutnya, adalah pengungkapan hal-hal paling krusial dan paling dicari oleh seorang pencari (yang dalam hal ini ditokohkan oleh Musa a.s).
Apa-apa yang digelar disitu, menjadi panduan bagi mereka yang kemudian datang menempuh jalan pertaubatan.
Keselamatan seorang pencari, dengan demikian, tidak dapat dilepaskan dari panduan Al Qur'an.
Semoga dimudahkan untuk anda dan untuk saya.
Semoga Allah mengajari ilmu yang bermanfaat. Saya berlindung dari kebodohan diri sendiri.
WassWrWb.