Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2010

Buncis Rebus

Lihatlah buncis dalam periuk, betapa ia meloncat-loncat ketika dipanaskan api. Sewaktu direbus, selalu ia timbul ke permukaan, seraya merintih tiada henti. Sambil mengeluh, "Mengapa kau letakkan  api di bawahku? Engkau telah membeliku, mengapa kini engkau malah menyiksaku?" Sang istri memukulnya dengan penyendok, [1] "Nah, sekarang," katanya, "sungguh-sungguh matang lah engkau, dan jangan meloncat lari dari yang menyalakan api. Tidaklah aku merebusmu karena membencimu; sebaliknya, ini lah yang akan membuatmu lezat dan harum. Dan menjadi nutrisi dan bercampur dengan jiwa yang hidup: kesengsaraanmu ini bukanlah penghinaan. Ketika masih hijau dan segar, engkau hirup air di kebun: air yang engkau serap itu demi api ini. Rahmat-Nya terlebih dahulu daripada murka-Nya, [2] tujuannya agar dengan Rahmat-Nya engkau menderita kesengsaraan. Rahmat-Nya telah mendahului murka-Nya, agar  yang-diperdagangk