Wafatnya Syaikh San'ai
“Syaikh San’ai telah wafat,” seseorang berkata.
Kematian seorang Syaikh seperti Beliau,
bukanlah suatu hal remeh.
Bukanlah dia itu segumpal bulu
yang melayang diterbangkan angin,
bukanlah pula dia seonggok genangan
yang beku di tengah musim dingin.
Bukanlah dia seperti gigi sisir
yang patah di tengah rambut.
Bukanlah dia sebutir biji
yang remuk di tanah.
Dia bagaikan sebongkah emas
di tengah setumpuk debu.
Sementara ke dua alam dinilainya
setara sebiji jagung.
Dilepaskannya raganya
kembali ke Bumi,
dan saksikanlah jiwanya melayang
naik ke al-Jannah.
Akan tetapi, ada Jiwa ke Dua,
tiada seorang awam menyadarinya.
Kubersaksi di hadapan Rabb,
yang satu itu langsung bergabung
dengan Sang Kekasih.
Apa yang semula bercampur,
kini terpisah: anggur murni naik ke puncak
ampasnya teronggok di dasar cawan.
Ketika tengah berada di perjalanan,
semua orang bergerak bersama--
warga Marv, Rayy, orang Kurdi dan Romawi.
Tetapi, masing-masing lalu kembali
ke kampung halamannya sendiri.
Tak akan sutra halus tetap terikat
kepada wol kasar.
Telah dicapainya tahapan pamungkas.
Kini Sang Raja telah menghapus namanya
dari buku berisikan daftar nama-nama.
Wahai Syaikh,
kini, ketika telah engkau tinggalkan dunia ini,
bagaimana kami dapat mencapaimu,
kecuali dalam senyap.
Sumber:
Rumi, Kulliyat-e Shams no 996,
Badi-uz Zaman Furuzanfar (ed).
Diterjemahkan ke Bahasa Inggris
oleh Jonathan Star, In the Arms of the Beloved, hal 178
Komentar
Terima kasih!
www.reksoati.blogspot.com
Terimakasih atas kunjungan dan apresiasinya.
Saya lihat sobat mencantumkan teks dari http://ngrumi.blogspot.com/2011/07/hanya-sebongkah-tanah-liat.html, dan http://ngrumi.blogspot.com/2008/09/kisah-seorang-pemuda-yang-minta-diajari.html di laman www.reksoati.blogspot.com.
Semoga bermanfaat.
Semoga memperbaiki diri anda dan saya.