Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2011

Bahkan Isa putra Maryam pun Menyingkir

Gambar
Inilah kisah tentang Isa putra Maryam, ketika dia menghindar dari orang-orang dungu, menjauh, hendak mengungsi, ke puncak sebuah gunung. Isa putra Maryam bergegas-cepat mendaki sebuah gunung. Sedemikian bergegas, bagaikan dikejar seekor singa. Seseorang mengejarnya, dan menyapanya, “Salam untukmu. Tak kulihat sesuatu pun mengejarmu, mengapa engkau begitu terburu-buru?” Tetapi Beliau tetap berlari, sedemikian terburu-buru, tak mau berhenti untuk menjawab. Sang penanya bersikeras, terus dikejarnya Sang Nabi itu. Lalu, dia bertanya lagi, kali ini sampai harus berteriak: “Demi Tuhan,” serunya, “berhentilah sebentar!” “Sungguh aku bingung, apa yang membuatmu melarikan diri?” “Wahai Nabi nan mulia dan pemurah, Apa yang membuatmu bergegas-lari? Tak ada singa mengejarmu. Tiada pula ancaman atau wabah?” Sang Nabi menjawab, “Aku melarikan diri dari seorang yang tolol. Pergilah! Sedang kukhawatirkan keselamatanku, janganlah kau tahan aku lagi!” Orang itu bertanya lagi, “Tapi, bukankah engkau al-

Lintasilah ke Dua Alam

Setiap saat, dari berbagai arah, himbauan Sang Kekasih menyerumu. Ke al-Jannah seyogyanya kita menuju: tak elok jika ke alam-dunia ini hanya untuk berjalan-jalan. Pernah kita disana, bersobat dengan para malaikat. Karenanya, wahai pejalan, mari kita kembali kesana, itulah tempat kita yang sebenarnya. Bahkan semestinya, lebih tinggi daripada Taman itu; hakikinya, insan sejati itu lebih tinggi daripada malaikat. Mengapa ke dua alam ini                                       1) tak segera kita lintasi saja? Tujuan kita adalah keagungan puncak. Sungguh berbeda sumbernya: alam tanah-liat ini, dengan inti cahaya insan. Memang dulu kita telah diperintahkan turun,     2) kini mari kita bergegas naik, mengapa berlama-lama disini. Segarnya keberuntungan adalah sahabat kita: berserah-diri adalah keahlian kita. Pemandu kafilah kita adalah Mushthafa: kecintaan alam semesta. Manis-harumnya hembusan ini, bersumber dari ikal rambutnya. Jernihnya ilham ini, bersumber dari pipinya, yang bagaikan, “de

Dalam Dekapan Sang Kekasih

Akhirnya, berangkat engkau, bertolak ke alam tak-kasat mata. Sungguh mengagumkan, caramu tinggalkan alam-dunia. Kau kibaskan sayap dan bulumu, kau lepaskan diri dari sangkarmu. Mengangkasa engkau ke langit, kau capai alam jiwa. Pernah engkau bagai elang ningrat, dikurung seorang wanita tua.         [1] Lalu kau dengar genderang penyeru, [2] dan melesatlah engkau lintasi ruang dan waktu. Sebagai burung bulbul yang merindu, pernah kau terbang bersama para burung hantu. [3] Ketika harum semerbak berhembus dari taman mawar, segera engkau bertolak, menjemput Sang Mawar. Anggur dari alam fana ini, [4] terkadang membuat pening kepalamu. Akhirnya, kau masuki Kedai Keabadian. Bagaikan sebatang panah [5] melesat engkau dari busur, tepat menghunjam ke inti kebahagiaan. Alam bayangan ini memberimu bermacam isyarat palsu. Tapi telah berpaling engkau dari maya, dan melangkah ke hadirat kesejatian. Kini, engk