Bahkan Isa putra Maryam pun Menyingkir
Inilah kisah tentang Isa
putra Maryam,
ketika dia menghindar dari orang-orang dungu,
menjauh, hendak mengungsi,
ke puncak sebuah gunung.
Isa putra Maryam bergegas-cepat
mendaki sebuah gunung.
Sedemikian bergegas,
bagaikan dikejar seekor singa.
Seseorang mengejarnya, dan menyapanya,
“Salam untukmu.
Tak kulihat sesuatu pun mengejarmu,
mengapa engkau begitu terburu-buru?”
Tetapi Beliau tetap berlari,
sedemikian terburu-buru,
tak mau berhenti untuk menjawab.
Sang penanya bersikeras,
terus dikejarnya Sang Nabi itu.
Lalu, dia bertanya lagi,
kali ini sampai harus berteriak:
“Demi Tuhan,” serunya,
“berhentilah sebentar!”
“Sungguh aku bingung,
apa yang membuatmu melarikan diri?”
“Wahai Nabi nan mulia dan pemurah,
Apa yang membuatmu bergegas-lari?
Tak ada singa mengejarmu.
Tiada pula ancaman atau wabah?”
Sang Nabi menjawab,
“Aku melarikan diri dari seorang yang tolol.
Pergilah! Sedang kukhawatirkan keselamatanku,
janganlah kau tahan aku lagi!”
Orang itu bertanya lagi,
“Tapi, bukankah engkau al-Masih,” [1]
bukankah engkau yang menyembuhkan
orang yang buta dan tuli?”
“Betul,” jawabnya.
Orang itu bertanya lagi,
“Bukankah engkau Sang Raja Spiritual?
Bukankah dalam dirimu tersimpan do'a
dan permohonan dari alam tak-nampak?”
“Bukankah jika kau berdo'a pada sesosok mayat,
dia langsung bangkit dengan trengginas,
bagaikan gesitnya seekor singa menggondol
korbannya?”
“Betul,” jawabnya,
“Aku lah orang yang kau maksud.”
Orang itu masih penasaran,
“Wahai tuan yang tampan,
bukankah engkau yang menghidupkan
burung dari tanah-liat?” [2]
“Betul,” jawabnya
“Wahai Ruh Murni,
bukankah engkau bisa menjadikan
apa pun yang kau kehendaki,
lalu apa yang engkau takuti?”
“Dengan keajaiban sebanyak itu,
siapa gerangan di ke dua alam
yang tak dengan suka-rela bersedia
menjadi budakmu?”
Isa putra Maryam berkata,
“Demi Allah yang Maha Suci,
yang Menciptakan jasmani,
dan Menciptakan jiwa,
dengan semua keunggulannya. [3]
Demi Dzat Dia yang Suci dan Sifat-sifat-Nya,
yang karenanya baju pelindung al-Jannah
tanggal sampai ke pinggangnya,
disebabkan takjub.
Aku bersaksi, bahwa do'a-do'a-ku itu,
serta asma-Nya yang Teragung, [4]
yang telah kuucapkan kepada mereka
yang buta dan tuli;
sangatlah manjur.
Jika kuucapkan dzikir itu ke sebuah gunung,
akan terbelah dia,
robek jubahnya sampai ke dasar.
Jika kuucapkan itu ke sesosok mayit,
maka hiduplah dia.
Kuucapkan itu kepada ketiadaan,
maka menjadilah dia sesuatu.
Tetapi ketika kulantunkan do'a itu,
ribuan kali, dengan penuh kasih-sayang
ke hati seorang tolol,
tidaklah itu menjadi obat. [5]
Malahan hati itu mengeras bagai batu,
dan tetap membatu;
lalu menjadi seperti pasir,
yang di atasnya tiada satu benih pun
bisa tumbuh.”
Dengan heran orang itu bertanya lagi,
“Mengapa pada mujizat-mujizatmu,
do'a dengan asma Allah itu manjur,
sedangkan pada hati seorang tolol
itu tidak berpengaruh?
Bukankah itu suatu penyakit juga,
bahkan suatu musibah?”
Nabi Isa menjawab,
“Dungunya seorang tolol disebabkan
murka Allah yang teramat-sangat.
Musibah biasa seperti kebutaan
tidak bersumber dari murka Allah,
itu hanya ujian dan cobaan-Nya.”
Musibah berupa ujian dan cobaan,
pada akhirnya mengundang Rahmat-Nya.
Tapi kejahilan seorang tolol hanya membawa
pukulan dan luka.
Luka-berparut itu bersumber dari tutupan-Nya, [6]
tiada tangan penolong yang dapat mengobati.
Karenanya, menjauhlah dari orang tolol,
sebagaimana Isa telah menghindar;
persahabatan dengan orang jahil
telah banyak menimbulkan pertumpahan darah.
Udara menguapkan air perlahan-lahan,
orang tolol mencuri agamamu seperti itu.
Orang jahil mengganti kehangatanmu
dan membuatmu menggigil kedinginan.
Dibuatnya engkau dingin bagaikan batu.
Larinya Isa putra Maryam,
bukan karena ketakutan biasa seperti kita,
karena dia terlindungi dari hal-hal semacam itu.
Tetapi demi memberi kita suatu pelajaran. [7]
Walaupun seluruh alam membeku,
takkan itu membuat murung
Matahari yang bersinar terang. [8]
ketika dia menghindar dari orang-orang dungu,
menjauh, hendak mengungsi,
ke puncak sebuah gunung.
Isa putra Maryam bergegas-cepat
mendaki sebuah gunung.
Sedemikian bergegas,
bagaikan dikejar seekor singa.
Seseorang mengejarnya, dan menyapanya,
“Salam untukmu.
Tak kulihat sesuatu pun mengejarmu,
mengapa engkau begitu terburu-buru?”
Tetapi Beliau tetap berlari,
sedemikian terburu-buru,
tak mau berhenti untuk menjawab.
Sang penanya bersikeras,
terus dikejarnya Sang Nabi itu.
Lalu, dia bertanya lagi,
kali ini sampai harus berteriak:
“Demi Tuhan,” serunya,
“berhentilah sebentar!”
“Sungguh aku bingung,
apa yang membuatmu melarikan diri?”
“Wahai Nabi nan mulia dan pemurah,
Apa yang membuatmu bergegas-lari?
Tak ada singa mengejarmu.
Tiada pula ancaman atau wabah?”
Sang Nabi menjawab,
“Aku melarikan diri dari seorang yang tolol.
Pergilah! Sedang kukhawatirkan keselamatanku,
janganlah kau tahan aku lagi!”
Orang itu bertanya lagi,
“Tapi, bukankah engkau al-Masih,” [1]
bukankah engkau yang menyembuhkan
orang yang buta dan tuli?”
“Betul,” jawabnya.
Orang itu bertanya lagi,
“Bukankah engkau Sang Raja Spiritual?
Bukankah dalam dirimu tersimpan do'a
dan permohonan dari alam tak-nampak?”
“Bukankah jika kau berdo'a pada sesosok mayat,
dia langsung bangkit dengan trengginas,
bagaikan gesitnya seekor singa menggondol
korbannya?”
“Betul,” jawabnya,
“Aku lah orang yang kau maksud.”
Orang itu masih penasaran,
“Wahai tuan yang tampan,
bukankah engkau yang menghidupkan
burung dari tanah-liat?” [2]
“Betul,” jawabnya
“Wahai Ruh Murni,
bukankah engkau bisa menjadikan
apa pun yang kau kehendaki,
lalu apa yang engkau takuti?”
“Dengan keajaiban sebanyak itu,
siapa gerangan di ke dua alam
yang tak dengan suka-rela bersedia
menjadi budakmu?”
Isa putra Maryam berkata,
“Demi Allah yang Maha Suci,
yang Menciptakan jasmani,
dan Menciptakan jiwa,
dengan semua keunggulannya. [3]
Demi Dzat Dia yang Suci dan Sifat-sifat-Nya,
yang karenanya baju pelindung al-Jannah
tanggal sampai ke pinggangnya,
disebabkan takjub.
Aku bersaksi, bahwa do'a-do'a-ku itu,
serta asma-Nya yang Teragung, [4]
yang telah kuucapkan kepada mereka
yang buta dan tuli;
sangatlah manjur.
Jika kuucapkan dzikir itu ke sebuah gunung,
akan terbelah dia,
robek jubahnya sampai ke dasar.
Jika kuucapkan itu ke sesosok mayit,
maka hiduplah dia.
Kuucapkan itu kepada ketiadaan,
maka menjadilah dia sesuatu.
Tetapi ketika kulantunkan do'a itu,
ribuan kali, dengan penuh kasih-sayang
ke hati seorang tolol,
tidaklah itu menjadi obat. [5]
Malahan hati itu mengeras bagai batu,
dan tetap membatu;
lalu menjadi seperti pasir,
yang di atasnya tiada satu benih pun
bisa tumbuh.”
Dengan heran orang itu bertanya lagi,
“Mengapa pada mujizat-mujizatmu,
do'a dengan asma Allah itu manjur,
sedangkan pada hati seorang tolol
itu tidak berpengaruh?
Bukankah itu suatu penyakit juga,
bahkan suatu musibah?”
Nabi Isa menjawab,
“Dungunya seorang tolol disebabkan
murka Allah yang teramat-sangat.
Musibah biasa seperti kebutaan
tidak bersumber dari murka Allah,
itu hanya ujian dan cobaan-Nya.”
Musibah berupa ujian dan cobaan,
pada akhirnya mengundang Rahmat-Nya.
Tapi kejahilan seorang tolol hanya membawa
pukulan dan luka.
Luka-berparut itu bersumber dari tutupan-Nya, [6]
tiada tangan penolong yang dapat mengobati.
Karenanya, menjauhlah dari orang tolol,
sebagaimana Isa telah menghindar;
persahabatan dengan orang jahil
telah banyak menimbulkan pertumpahan darah.
Udara menguapkan air perlahan-lahan,
orang tolol mencuri agamamu seperti itu.
Orang jahil mengganti kehangatanmu
dan membuatmu menggigil kedinginan.
Dibuatnya engkau dingin bagaikan batu.
Larinya Isa putra Maryam,
bukan karena ketakutan biasa seperti kita,
karena dia terlindungi dari hal-hal semacam itu.
Tetapi demi memberi kita suatu pelajaran. [7]
Walaupun seluruh alam membeku,
takkan itu membuat murung
Matahari yang bersinar terang. [8]
Catatan:
[1] “Ingatlah ketika al-Malaikat berkata:
'Yaa Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakanmu
dengan kalimah dari-Nya, namanya al-Masih 'Isa putra Maryam,
seorang terkemuka di dunia dan diakhirat, dan termasuk
yang didekatkan.”
(QS [3]: 45)
[1] “Ingatlah ketika al-Malaikat berkata:
'Yaa Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakanmu
dengan kalimah dari-Nya, namanya al-Masih 'Isa putra Maryam,
seorang terkemuka di dunia dan diakhirat, dan termasuk
yang didekatkan.”
(QS [3]: 45)
[2] “Dan sebagai utusan bagi Bani Israil, 'Sesungguhnya aku
telah datang kepadamu membawa sebuah tanda dari Tuhanmu,
yaitu aku membuat untukmu suatu bentuk burung dari tanah-liat,
lalu aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan
seizin Allah; aku menyembuhkan orang yang buta sejak lahir dan
yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang yang mati
dengan seizin Allah; dan aku kabarkan padamu apa yang kamu
makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu' … “
(QS [3]: 49)
[3] Karenanya al-Malaikat diminta bersujud (QS [2]: 34)
[4] Asma-Nya yang Teragung (ismul-azham).
Secara umum nama “Allah” dipandang sebagai Nama Tuhan yang terbesar,
karena menghimpun 99 asmaul-husna nama-nama Tuhan lainnya yang
tak-terhingga.
Boleh jadi yang dimaksud disini adalah mengenai ajaran sementara Sufi
bahwa Allah mengizinkan sedikit diantara hamba-Nya yang terpilih untuk
mengetahui Nama-Nya yang paling agung (dan paling tersembunyi);
yang dengan menggunakan asma itu mereka melakukan mujizat
(bagi para Nabi) dan karamah (bagi para Wali).
Terkait dengan ini Rumi mengisahkan tentang seorang tolol yang meminta
Isa putra Maryam untuk mengajari “asma tersembunyi yang dengan itu engkau
menghidupkan orang yang sudah mati” (Matsnavi II: 142).
Karena si tolol ini ingin membangkitkan setumpuk tulang yang dilihatnya
dalam sebuah gua. Setelah menerima izin Allah, Isa putra Maryam mengucapkan
asma itu pada setumpuk tulang tersebut; seekor singa segera bangkit dari situ
dan memakan orang tolol tersebut.
Pada catatannya, Nicholson menjelaskan bahwa “asma tersembunyi” itu
maksudnya Nama Tuhan yang Teragung (ismu'llahi'l-a'zhamu); secara umum
dipahami sebagai “Allah”, dimana “Huwa” (Dia sebagai Dzaat) terliput di dalamnya.
Pengetahuan akan asma ini merupakan sumber dari daya yang menghasilkan
mujizat dan karamah di kalangan para Nabi dan Wali, dan dapat ditransmisikan
kepada mereka yang terpilih.
[5] Nicholson mencatat salah satu ucapan di kalangan Muslim, yang merujuk
kepada Nabi Isa, “Walaupun aku dapat melakukan keajaiban menghidupkan orang
yang sudah mati, aku tak berdaya menyembuhkan si tolol.”
[6] “Katakanlah: Terangkanlah kepadaku, jika Allah mencabut
pendengaranmu dan penglihatanmu, dan menutup qalb-mu,
siapakah ilah selain Allah yang kuasa mengembalikannya
kepadamu …” (QS [6]: 46)
[7] Pelajaran bagi manusia biasa sering disampaikan-Nya melalui kiprah para Nabi
dan Wali yang sepenuhnya berserah-diri kepada-Nya.
Dengan keakraban kepada Sang Pencipta dan melimpahnya pengetahuan Ilahiah
yang dianugerahkan, para Nabi dan Wali adalah yang paling sering “hadir semata
bersama-Nya saja” dalam shalat ataupun khalwat mereka.
Justru pelajaran paling dasar ini yang sering terluput.
Terpesona pada mujizat atau karamah, pelajaran malah sering terlewat.
[8] Isa putra
Maryam a.s. Kalimah-Nya (realisasi Sabda-Nya), "yang terkemuka
di dunia dan di akhirat," seorang Nabi besar bagi kaum Muslim, yang dianugerahi
dan mewartakan tentang "Matahari Sejati" (Ruh al-Quds) di dalam diri insan sejati.
di dunia dan di akhirat," seorang Nabi besar bagi kaum Muslim, yang dianugerahi
dan mewartakan tentang "Matahari Sejati" (Ruh al-Quds) di dalam diri insan sejati.
Sumber:
Rumi: Matsnavi III 2570 - 2599
Dari Mathnawi-ye Ma'nawi, terjemahan Ibrahim Gamard dari Bahasa Persia,
dengan memeriksa terjemahan pertama ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.
.
Sumber Foto:http://expositions.bnf.fr/parole/pedago/fiche_3.pdf?fbclid=IwAR1d_yWPhQKxTeCHKL4MDaRct4fdMSIuWuAi73ukKtdohphtiPQ4ubqn-fE
Komentar