Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2013

Kegaduhan Sebelum Waktu Sahur

Seorang lelaki memukul-mukulkan tongkat ke gerbang pagar, di depan sebuah rumah-gedung besar, sambil berseru,  "sahur, sahur..." Sedang dia asyik menabuh besi pagar, seorang tetangga berkata kepadanya: "Wahai peminta-minta, sekarang belum masuk waktu sahur, jadi jangan gaduh; Lagi pula, wahai fakir, perhatikan lah, tiada orang menghuni rumah itu, isinya cuma setan dan hantu, percuma saja kegaduhanmu. Tak ada disitu telinga, yang dapat mendengar tabuhanmu; tak ada disitu akal, yang dapat mengerti tujuanmu." Lelaki pembuat kegaduhan itu menjawab, "Kudengar perkataanmu, kini perkenankan kujawab, agar engkau tak heran atau bingung. Walaupun menurutmu kini masih tengah-malam, tapi kulihat fajar segera merekah. Kulihat segala kekalahan segera berubah menjadi kemenangan, di mataku, semua malam segera kan berubah menjadi siang. Bagimu air Sungai Nil memerah, bagiku itu bukan darah, tapi air segar. Menurutmu, pagar besi ini keras; tapi

Sang Pemilik Kasih Tersembunyi

Sungguh hikmah yang mencengangkan: Dia, Sang Kekasih dambaan hati, telah membuatku tinggalkan kampung-halaman, bergegas aku berjalan, tapi malah kehilangan arah, sehingga semakin menjauh dari tujuan; lalu,  Rabb  dalam kasih-sayang-Nya, membuat tersesatnya aku itu, sebuah sarana untuk menapaki jalan yang benar dan menemukan  khazanah  sangat bernilai. Dia membuat kehilangan arah sebuah jalan untuk mencapai keyakinan sejati. Dia membuat tersasarnya seseorang sebuah ladang perjuangan, agar panen kebajikan dapat dituai; sehingga tak ada hambanya yang shaleh, merasa gentar; sehingga tak ada yang sedang men dzhalimi dirinya sendiri, kehilangan harapan. Sang Maha Kasih telah anugerahkan penawar racun, sehingga mereka yang paham menyebutnya: Rabb   sang pemilik Kasih Tersembunyi. Sumber: Rumi:   Matsnavi   VI: 4339 - 4344 Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson. Juga terdapat pada terjemahan versi Camille dan Kabir Helminski dalam  Rumi: Jewels of Remembera

Tingkatkan Pencarianmu

Gambar
Jika terus kau jaga harapanmu, yang merindu pada Langit, walau sampai gemetaran engkau bagai daun diterpa angin, maka air dan api  ruhaniyah  akan muncul, dan meningkatkan kesejatianmu. Tak diragukan lagi, rindumu itu yang kan membawamu sampai ke sana. Jangan hiraukan kelemahanmu, yang harus kau jaga itu kedalaman rindumu. Sesungguhnya pencarian ini adalah janji Tuhan dalam dirimu, karena setiap pencari layak dapatkan apa yang dicarinya. Tingkatkan pencarianmu, sampai  qalb -mu merdeka dari penjara --yaitu ragamu sendiri. Biarkan saja orang awam mengatakan, "sungguh malang nasibnya, dia telah mati," mereka tak mendengar jawabanmu, "sesungguhnya aku hidup, wahai orang lalai, Walaupun, seperti raga yang lain, tubuhku telah dikuburkan, ke delapan surga memekar dalam qalb-ku." Ketika jiwa bercengkerama di taman penuh berbagai bunga indah, tak perlu dirisaukan raga yang berkalang tanah. Bagi jiwa yang telah tersucikan, sama sekali tidak menjadi soal jika raganya dim

Obat bagi Sang Pencinta

Obat bagi segala kegalauan intelektual hanya lah sekilas Wajah Sang Kekasih, semua wajah yang mempesonamu tak lain adalah hijab-Nya. Wahai pengabdi Sang Kekasih, hadapkan lah wajah pada wajahmu sendiri: ketahuilah pencari yang bingung, tak ada engkau berkerabat selain dengan dirimu sendiri. Sang pencari sejati menghadap kiblat pada masjid di dalam  qalb -nya sendiri: tak ada sesuatu pun bagi insan kecuali apa-apa yang teruntuk baginya. Sebelum didengarnya jawaban atas do'anya, telah bertahun dia berdo'a. Dia biasa berdo'a dengan khusyu, tanpa didapatinya suatu hasil; tapi secara rahasia, dari sisi Rahmat-Nya yang penuh kasih, didengarnya jawaban: Labbayka, Aku disini . Sejak itu hidupnya bagaikan sebuah tarian selaras iringin musik tak terdengar: dia fakir yang menggantungkan diri pada pencukupan dari Sang Pencipta nan Agung. Walau tak terdengar didekatnya suara dari langit atau hadir sesosok pun utusan Ilahiah, tapi telinga dari harapannya dipenu

Wafatnya Seorang Suci

Jiwamu kan terbang, melesat tinggalkan penjara sempit, menembus langit demi langit, kau masuki suatu kehidupan baru, tinggalkan hidup yang ini; takkan pernah lagi kau merasa bosan. Jika sebelumnya kau kenakan raga yang bagaikan seragam seorang hamba-sahaya, kini kau tampil sangat bergaya. Bagimu kematian adalah kehidupan; --yang jika dibandingkan dengannya-- kehidupan ini bagaikan kematian; mereka yang terhijab takkan paham. Semua jiwa yang tinggalkan raga, tetaplah hidup, namun tersembunyi; jiwa yang tersucikan itu indah, bagaikan malaikat. Ketika raga menua dan ambruk, janganlah engkau meratap. Sadarilah, selama ini engkau terpenjara: ketika kau temukan jalan untuk lolos, dari sel di dasar sumur, engkau tegak, gagah dan ningrat, bagaikan seorang Jusuf. Sumber: Rumi:   Divan-i Syamsi Tabriz,   ghazal 3172 Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Franklin D. Lewis, dalam  Rumi, Past and Present, East and West, Oneworld Publications, Oxford, 2000.

Siapakah yang Tuli?

Yang berpanjang angan itu seperti orang tuli: sering didengarnya tentang kematian, tapi itu tak membuatnya sadar tentang kematiannya sendiri, atau bersiap menghadapi ajalnya. Tamak membuat orang buta: kelemahan orang lain dicermati dengan teliti, lalu disiarkan kemana-mana; seraya sedikit pun tak menyadari kelemahan dirinya sendiri. Alangkah anehnya, jika ada orang telanjang tapi takut bajunya robek. Pencinta dunia itu orang rudin dan ketakutan, sejatinya tak sesuatu pun dimilikinya, tapi dia takut hartanya disasar pencuri. Orang lahir dengan polos dan pergi dengan telanjang; diantara dua kejadian itu, kehidupan dunia dilaluinya dengan cemas, takut hartanya hilang. Saat saat ajal tiba, ketika ratusan orang meratap, jiwanya sendiri mentertawakan ketakutannya. Ketika itu, pecinta dunia baru sadar: tak sedikit pun dia miliki emas-permata; demikian pula, seorang yang cerdik sekali pun, tahu dia tak bisa menyiasati. Amatilah anak kecil yang bermai

Selamatkan Diri dengan Berniaga

Gambar
Wahai makhluk duniawi yang suka berniaga, dapatkah kau menjual sesuatu manakala tak ada pembelinya? Banyak pengunjung pasar yang hanya melihat-lihat, tapi tak mampu membeli. Mereka mondar-mandir, pura-pura menawar, hanya untuk habiskan waktu, atau sekedar iseng. Karena tengah bosan, mereka berpura-pura tertarik daganganmu, menanyakan padamu berapa harganya; tapi sebenarnya tak ada yang mereka cari. Barang dagangan diperiksanya berkali-kali, tapi selalu dikembalikan kepadamu; panjang-lebar kain dia ukur, tapi tak ubahnya dia mengukur angin. Sungguh jauh bedanya pendekatan dan tawar-menawar seorang pembeli, dengan keisengan seorang yang sedang bosan. Karena tak dimilikinya harta sedikitpun, ucapannya ingin membeli selembar baju hanya bualan saja. Dia tak punya modal untuk berjual-beli, lalu apa bedanya orang malang ini dengan sesosok bayangan? Modal berjual-beli di pasar alam-dunia ini adalah emas; sedangkan modal untuk alam-akhirat adalah cinta dan berurai-b