Bernyala Tanpa Bayangan
Ketika melalui kefakiran ruhaniyah
seseorang dirahmati dengan
kematian dari dirinya sendiri,
meneladan sang Nabi saw;
dia kehilangan bayangannya.
Menjadi fana,
sesuai sabda sang Nabi,
"kefakiran adalah kebanggaanku."
Dia jadi tak memiliki bayangan,
bagaikan nyala sebatang lilin.
Ketika lilin telah seluruhnya menyala
dari kepala sampai ke kaki,
bayangan tak dapat menghampirinya.
Sang lilin telah berpisah dari dirinya sendiri
dan dari bayangannya menuju terang benderang,
demi Yang Tunggal, yang telah menciptakannya.
Ketika kepadanya Tuhan berkata,
"Kubentuk engkau agar fana;"
dia menjawab, "Karenanya aku berlindung
didalam fana."
Catatan:
Fana: secara ringkas berarti sirnanya keakuan diri dalam Wajah
Rabb, lihat QS [55]: 26 - 27.
Sumber:
Rumi: Matsnavi V: 672 - 676
Berdasarkan terjemahan Camille dan Kabir Helminski,
dalam Rumi: Jewels of Rememberance,
Threshold Books, 1996;
berdasarkan terjemahan dari Bahasa Persia
oleh Yahya Monasra.
kematian dari dirinya sendiri,
meneladan sang Nabi saw;
dia kehilangan bayangannya.
Menjadi fana,
sesuai sabda sang Nabi,
"kefakiran adalah kebanggaanku."
Dia jadi tak memiliki bayangan,
bagaikan nyala sebatang lilin.
Ketika lilin telah seluruhnya menyala
dari kepala sampai ke kaki,
bayangan tak dapat menghampirinya.
Sang lilin telah berpisah dari dirinya sendiri
dan dari bayangannya menuju terang benderang,
demi Yang Tunggal, yang telah menciptakannya.
Ketika kepadanya Tuhan berkata,
"Kubentuk engkau agar fana;"
dia menjawab, "Karenanya aku berlindung
didalam fana."
Catatan:
Fana: secara ringkas berarti sirnanya keakuan diri dalam Wajah
Rabb, lihat QS [55]: 26 - 27.
Sumber:
Rumi: Matsnavi V: 672 - 676
Berdasarkan terjemahan Camille dan Kabir Helminski,
dalam Rumi: Jewels of Rememberance,
Threshold Books, 1996;
berdasarkan terjemahan dari Bahasa Persia
oleh Yahya Monasra.
Komentar