Senin, 27 Desember 2010

Anak Panah dari Busur yang Lebih Besar



Aku seorang pencinta,

dan dari cinta-Nya,
aku tak menghindar.


Aku seorang ksatria,
dan dari medan perang,
aku tak menghindar.


Layaknya seekor singa,
kuserang para singa lain.
Tapi bagai seekor rubah,
dari jepitan kepungan,
aku tak menghindar.


Walaupun lengkung lelangit tujuanku,
dari jebakan alam-dunia,
aku tak menghindar.


Walaupun aku ini obat bagi bermacam penyakit,
tapi dari rasa-sakit orang lain,
aku tak menghindar.


Kuikuti para nabi dengan seluruh jiwaku,
tapi dari rekan yang jahat,
aku tak menghindar.


Aku hidup dalam wadah kecil,
bernama kehidupanku ini;
aku masih tinggal disini, 
karena jiwaku tak menghindar.


Satu-satunya sebab diterpanya aku
oleh anak-panah lirikan-Nya, 
adalah karena dari anak-panah
yang berasal dari busur yang lebih-besar itu,
aku tak menghindar.


Luka-luka akibat perang,
berubah menjadi kemenangan,
karena dari rasa sakit,
aku tak menghindar.


Aku mengapung dalam lautan madu,
berisikan segala jenis kebahagiaan,
karena dari penderitaan,
aku tak menghindar.


Ketika Guruku memperlihatkan
dirinya yang sejati,
aku tertegun: tak mampu bergerak,
dari luapan ke dua alam,
tak sanggup aku,
menghindar.


Catatan
Ditambahkan foto (diambil pada Agustus 2010) untuk mengenang salah satu tonggak pelajaran kehidupan, Kadungora, Garut.



Sumber:
Rumi, Ghazal 1658

Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Jonathan Star dan Shahram Shiva,
A Garden Beyond Paradise: The Mystical Poetry of Rumi,
Bantam Books, 1992


Tidak ada komentar: