Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2011

Mari Kita Berangkat

Wahai para pencinta, bangkitlah! [1] Saatnya kita terbang ke langit, cukup sudah kita tinggal di alam ini, saatnya bertolak ke sana. Sungguhpun indah sangat ke dua taman ini, [2] kita lewati saja, bergerak menuju ke Sang Tukang Kebun. Mari teguhkan ruku kita ke arah Laut, [3] layaknya arus deras, mari kita tunggang gelombang, melaju di permukaan sang Laut. Mari kita berangkat, dari pemukiman penuh kesedihan ini, [4] menuju pesta pernikahan; mari ubah wajah kita, dari pucat-pasi, menjadi segar merona. Hati kita keras berdegup, gemetar bagai daun dan ranting kecil yang takut jatuh tercampak; [5] mari mencari suaka di Wilayah Terlindung. Tak mungkin mengelak dari kesakitan, selama kita dalam pengungsian, [6] tak mungkin mengelak dari debu, selama kita tinggal di padang pasir. Bagai burung surgawi bersayap hijau, dan berparuh tajam, [7] mari kita jadi pengumpul gula, bercengkerama di kebun tebu. Terkurung kita oleh bentuk-bentuk, ci

Pintu-pintu Dunia Ditutup, agar Gerbang Jalan Terbuka

Gambar
"Jika sungguh-sungguh engkau menempuh Jalan, Jalan akan tersingkap padamu; dan jika sungguh-sungguh engkau lebur-musnah, al-Haqq akan menghampir kepadamu." [1] "Dan jika sungguh-sungguh engkau berendah-hati, dunia ini tak akan bisa mengurungmu; lalu kepadamu akan diperlihatkan dirimu bersama dengan Dirimu yang Sejati , tanpa dirimu yang palsu." [2] Walaupun semua pintu keluar telah Zulaikha tutup, Yusuf tetap menemukan jalan,  ketika sungguh-sungguh berusaha. Ketika Yusuf bersandar kepada-Nya, kunci bergerak, pintu terbuka, dan dia lolos. Sungguhpun tampak tak ada pintu keluar dari alam dunia, mestilah seorang pencari sekuat-tenaga berlari kesana-kemari; bagaikan Yusuf. Agar terbuka kunci dan tampak jelas gerbang, dan alam tak-beruang menjadi kediamanmu. Wahai makhluk yang malang, engkau telah hadir di sini, di alam dunia ini, pernahkah kau lihat jalan darimana engkau dahulu datang? Engkau datang dari sebuah tempat, sebuah semesta, tahuk

Apa yang Kau Bawa Untuk-Ku?

Gambar
(Inten dan Nurul, Dagas, 22 April 2005) Pada Hari Kebangkitan,  al-Haqq akan bertanya, "Telah Kuberikan kesempatan untukmu,  apa yang kau bawa untuk-Ku? Dengan amal apakah kau jelang ajalmu? Untuk keperluan apa, makanan dan kekuatanmu dihabiskan? Kilau dimatamu, kemanakah telah  engkau redupkan? Kemanakah dicurahkannya ke lima inderamu? Telah engkau habiskan penglihatan,  pendengaran, kecerdasan dan daya ilahiah murni yang kau warisi; apa yang telah kau peroleh dari bumi? Telah Ku-beri engkau tangan dan kaki, sebagai cangkul dan bajak untuk mengolah lahan amal-shaleh. Tidaklah tangan  dan kakimu itu mewujud sendiri." Sumber: Matsnavi III: 2149-2153 Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson . Juga diterjemahkan Camille dan Kabir Helminski , dalam Rumi: Jewels of Remembrance, Threshold Books, 1996, berdasarkan terjemahan dari Bahasa Persia oleh Yahya Monastra .

Dia Sama Sekali Tak Mencari Untung

Apa yang menyita waktumu? Untuk keperluan apa engkau berjual-beli? Ibarat burung,  dari jenis apakah engkau? Apa makananmu? Lintasi saja kedai para pembual, dan carilah Kedai Kelimpahan, dimana Allah sendiri yang menjadi Pembeli.  [1] Disana, Sang Pengasih membeli barang usang,  yang orang tak sudi lirik. Bersama Sang Pembeli itu,  tak dikenal dagangan yang terlalu buruk,  karena dalam jual-beli ini, Dia sama sekali tak mencari untung. Catatan: [1]  QS At-Taubah [9]: 111 Sumber: Matsnavi VI: 1264 - 1267 Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson . Juga diterjemahkan Camille dan Kabir Helminski , dalam Rumi: Jewels of Remembrance, Threshold Books, 1996 Berdasarkan terjemahan dari Bahasa Persia oleh Yahya Monastra . 

Yang Tersembunyi Dibalik Lisan

Sejatinya insan itu tersembunyi di balik lisannya; lisannya adalah hijab yang menutupi pintu jiwanya. Ketika angin datang berhembus dan meniup hijab, tersingkaplah rahasia y ang tersembunyi  di dalam rumah. Kita lihat apakah dalam rumah itu terdapat butiran mutiara atau biji gandum, atau sekumpulan kala jengking dan ular; Atau apakah disitu ada harta karun, dan seekor naga yang waspada, karena harta karun berharga selalu ada penjaganya. Sumber: Rumi : Matsnavi II: 845 - 848 Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson. Juga diterjemahkan Camille dan Kabir Helminski, dalam  Rumi: Daylight,   Threshold Books, 1994; berdasarkan terjemahan dari Bahasa Persia oleh Yahya Monastra .

Pukulan dari Langit

Gambar
Ketika sebuah pukulan dari Langit menghantam dirimu, bersiap-siaplah, karena setelah itu akan kau terima hadiah penghormatan. Karena tak mungkin Sang Raja menamparmu, tanpa memberimu sebuah mahkota dan sebuah tahta untuk diduduki. Seluruh alam-dunia hanya senilai  sebelah sayap kutu, tapi satu tamparan dapat memberimu ganjaran tak terperi. Cepatlah lepaskan lehermu dari rantai emas, yaitu dunia ini, dan terimalah tamparan dari Rabb. Para nabi telah menerima pukulan seperti itu di leher mereka, karenanya, kepala mereka tegak. Karenanya, wahai pencari, siapkan dirimu, selalu penuh perhatian: hadirkan dirimu, agar Dia temukan engkau di tempatmu. Jika tidak, Dia akan ambil kembali hadiah penghormatan itu, seraya berkata,  "tak Ku-temukan seorangpun disini." Sumber: Rumi , Matsnavi VI: 1638 - 1643 Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson . Juga diterjemahkan Camille dan Kabir Helminski , dalam Rumi: Jewels of Remembrance, Threshold Boo

Tanggalkan Jubah Takabur

Tanggalkan takabur dari tubuhmu: tiada yang pantas dipakai seorang pencari kecuali pakaian rendah-hati. Ilmu umum bisa didapat dari menghafal, untuk ketrampilan tangan bisa dilatih. Jika engkau idamkan kefakiran spiritual, engkau harus berguru: bukanlah itu soal ketrampilam lidah atau tanganmu. Jiwa belajar rendah-hati dari jiwa yang lain; bukan dari buku atau ucapan. Rahasia-rahasia kefakiran spiritual  memang tersimpan dalam qalb sang pencari; tapi pengetahuan akan rahasia-rahasia itu belum lagi dimilikinya. Hal itu masih harus menunggu, sampai dadanya lapang dan terisi Cahaya:  Allah bersabda, "Bukankah Kami  yang melapangkan dadamu?"; [1] Karena jika Kami menaruh Cahaya di situ, tentu Kami pula yang telah lapangkan dadanya. Ketika engkau telah menjadi pancuran-susu, tak perlu engkau memerah sumber-susu lain. Pancuran-susu abadi ada dalam dirimu, mengapa kesana-kemari engkau membawa pasu, sibuk mencari sus

Melekat pada Kepahitan

Jangan pandang, aneka kepahitan hidup, yang diungkap Sang Waktu. Jangan hiraukan sederhananya makananmu  dan terbatasnya nafkahmu. Jangan pedulikan wabah, ketakutan dan goncangan. Renungkanlah: dengan semua kepahitannya, tetap saja engkau erat-melekat tanpa malu, pada dunia. Pahamilah,  perihnya ujian adalah sebuah Rahmat. Ketahuilah,  Kerajaan Marv dan Balkh adalah sebuah hukuman. Kejamnya Sang Waktu  dan semua derita yang  mewujud itu lebih ringan daripada jarak  kepada Rabb dan pengingkaran. Karena derita itu akan berlalu, tetapi  tidak demikian dengan jarak kepada Rabb. Ibrahim tidak menghindar dari  api dan diselamatkan; Ibrahim yang lain menghindar dari  kehormatan dunia dan menemukan  jalan penyelamatan. Yang pertama tidak terbakar, [1] yang satunya lagi terbakar habis. [2] Betapa indahnya:  didalam Jalan pencarian Dia, semua jadi terbolak-balik! Catatan: [1] Ibrahim Khalilullah a.s; diselamatkan dari api, lihat misalnya, QS [29]: 24, [2

Terbanglah Pulang ke Sumber Asalmu

Sebuah suara dari semesta sebelah-sana menyeru jiwa kita agar tak menunggu lagi segera siap pulang ke diri kita yang sejati. Rumah sejatimu tempat lahir sejatimu disini di balik lelangit lepaskan jiwamu, terbang bagai burung phoenix yang gembira. Selama ini engkau terpenjara kakimu tenggelam di lumpur tubuhmu terikat ke tiang lepaskan ikatan-ikatanmu bersiaplah untuk penerbangan puncak. Tempuhlah perjalanan akhir dari dunia yang asing ini menjulanglah ke ketinggian ke tempat dimana tiada lagi pemisahan antara engkau dan rumahmu. Rabb telah ciptakan sayapmu  tidak hanya untuk dilipat selama engkau masih hidup seyogyanya engkau terus coba memakai sayapmu itulah tandanya engkau hidup. Sejatinya, sayap-sayapmu itu, penuh dengan tantangan dan harapan jika tak dipakai sayap-sayapmu bisa rontok sayap-sayapmu bisa lapuk. Mungkin engkau tak suka kejujuran ucapanku selama ini engkau terjebak. Kini tiada yang harus kau cari, kecuali sumber-asalmu.

Pantulan Cahaya yang Mempesonamu

Sang hamba kecintaan makhluk, yang dulu disanjung-puji dunia, kini malah ditalaknya, gerangan apa salahnya? Itu karena dia memakai baju pinjaman, dan lalu bersikap seolah memilikinya. Kami mengambilnya kembali, agar dia menjadi yakin, bahwa semua khazanah itu milik Kami,  dan mereka yang cantik-molek itu  hanyalah para peminjam; sehingga dia paham bahwa jubah-wujud itu hanyalah sebuah pinjaman, seberkas cahaya dari Matahari Wujud. Semua keindahan, kuasa, kebajikan dan  kesempurnaan yang hadir ditempat ini bersumber dari Matahari Kesempurnaan. Berkas-berkas cahaya Sang Matahari itu, kini kembali pulang,  bagaikan berputarnya bintang-bintang,  meninggalkan dinding-dinding ragawi ini. Ketika cahaya matahari telah surut, semua dinding menjadi gelap menghitam. Semua yang mempesonamu,  pada wajah-wajah cantik, adalah Cahaya Sang Matahari  terpantul pada kaca prisma. Beragam corak kaca  membuat Cahaya tampil beraneka-warna. Ketika prisma kaca be