Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2011

Sang Khalilullah Menyembelih Merak, Unggas ke Dua Pengganggu Perjalanan

Sekarang saatnya kita bahas merak, unggas yang dua warna bulunya, karena dia berwajah-ganda, senang pamer, haus nama-besar dan kemasyhuran. Hasratnya adalah untuk mendapat pengikut, tak peduli benar atau salah, tak peduli akibat dan nasib pengikutnya. Ia menangkap sembarang pengikut, seperti jebakan, yang tak mengerti apa tujuan tindakannya. Asal tangkap saja, tak berpengetahuan soal manfaat atau mudharat menangkap pengikut. Ia bisa habis-habisan memuji kawan-kawannya, lalu meninggalkan mereka. Seperti itu kebiasaannya sejak dulu, menjebak orang dengan cinta palsu. Wahai, apa yang kau harapkan dari kebiasanmu mencari pengikut dan bergerombol, lalu saling   membanggakan dan mementingkan diri? L ihat dan buktikanlah sendiri! Umurmu nyaris habis, hari telah senja, masih saja engkau sibuk mengejar manusia. Terus menerus mengejar seseorang sambil melepaskan orang lain. Seperti permainan anak kecil saja. Sampai malam datang, dan tiada buruan berharga dalam je

Mengkaji Mukhlish dan Mukhlash

Gambar
Persepsi inderawi menarik seseorang ke arah dunia, Cahaya-Nya melambungkan dia ke langit. Karena benda-benda terinderai itu letaknya di alam bawah. Cahaya Tuhan itu bagaikan laut, sedangkan yang kita inderai itu bagai setitik uapnya. Apa yang mengendarai indera tidaklah nampak, yang kita tangkap hanyalah akibat dan kata-kata. Cahaya inderawi, yang kasar dan berat, tersembunyi pada hitamnya mata. Penglihatanmu tak dapat menangkap cahaya inderawi, bagaimana mungkin ia dapat melihat cahaya kewalian? Cahaya inderawi yang kasar saja sudah tersembunyi, apalagi apa yang ada dibaliknya, yang lebih murni dan halus? Alam-dunia ini bagaikan jerami, dalam genggaman angin--yakni alam tak-nampak; ia hanya dapat menyerahkan diri, tunduk sepenuhnya pada alam yang tak-nampak. Kadang ia dibuat merunduk, kadang menengadah; kadang bersuara, kadang utuh, kadang terpecah. Kadang ia digerakkan ke kiri, kadang ke kanan; kadang darinya tumbuh duri, kadang menyembul mawar. Per

Mengkaji Cahaya di atas Cahaya

Sang Musthafa bertutur tentang permohonan Neraka, ketika dengan berendah-hati dia bermohon kepada pemilik iman sejati: "berlalulah dengan cepat, wahai Sang Raja, karena cahayamu telah memadamkan apiku." Jadi, terang cahaya   al-Mukmin   berarti padamnya api, karena tanpa tanpa tampilnya yang berlawanan tak mungkin sesuatu sirna. Pada Hari Perhitungan, api akan menjadi lawan cahaya, karena api bersumber dari Murka-Nya, sementara cahaya dari Rahmat-Nya. Jika engkau ingin tanggalkan api kejahatan, tujukan air Rahmat Ilahiah ke jantung api. Mereka yang bertakwa dengan   haqq memancarkan aliran air rahmat itu: inti jiwa mereka yang bertakwa adalah Air Kehidupan. Tidak heran engkau yang berjiwa duniawi lari menjauh dari orang seperti mereka, karena engkau tersusun dari api, sementara mereka dari aliran air. Api melarikan diri dari air, karena takut nyala dan asapnya dipadamkan oleh air. Pikiran dan perasaanmu terbentuk dari api; pikiran dan perasaan orang suci tersu

Teruslah Mencari

Cepat atau lambat, jika sejatinya engkau seorang pencari, pada akhirnya akan kau temukan. Hendaknya selalu engkau mencari, dengan segenap dirimu. Karena terus mencari adalah panduan terbaik dalam Jalan. Walau sampai pincang engkau dan terseok-seok; walau sosokmu sampai bungkuk dan lusuh, teruslah merayap menuju Yang Tunggal. Terkadang dengan ucapmu, atau dengan heningmu, hendaknya engkau waspada; selalu upayakan mengendus  wewangian Sang Raja di pelosok ciptaan-Nya. Sumber: Rumi: Matsnavi  III  978 - 982. Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.

Jalanmu Terbalik

Sikapmu terbalik-balik. Demi mendapatkan kedudukan, dengan hormat kau menghadap mereka yang buta, kau patuhi mereka dengan sabar; tapi dihadapan mereka yang sungguh melihat, tingkah-lakumu tak-beradab. Tak heran kau jadi kayu bakar nyala api hawa-nafsumu. Sumber: Rumi: Matsnavi  II  3221 - 22 Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Camille dan Kabir Helminski, dalam Rumi: Daylight Threshold Books, 1994, Berdasarkan terjemahan dari Bahasa Persia oleh Yahya Monastra .

Lemparkanlah Tongkatmu

Sang Raja nan Maha Indah dan Penyayang telah berkenan menerimaku. Dia Sang Saksi cahaya hati, Sang Penyejuk dan Sahabat jiwa, Ruh bagi segenap semesta. Kujumpai Dia yang telah menganugerahkan hikmah kepada para bijak-bestari, kemurnian kepada orang-orang suci. Dia yang dipuja rembulan dan bintang-bintang. Dia yang kepadanya menghormat sekalian wali. Seluruh sel pada diriku berseru: Alhamdulillah, Allahu Akbar. Ketika Musa melihat pohon yang menyala, [1] dia berkata: "setelah menemukan anugerah ini, tak lagi kubutuhkan sesuatu yang lain." Tuhan berkata, "Wahai Musa, penjelajahanmu telah selesai. Lemparkanlah tongkatmu." [2] Pada saat itu Musa mengenyahkan dari hatinya semua teman, saudara, dan kerabat. Inilah makna dari tanggalkan ke dua terompahmu: [3] Hilangkan dari hatimu hasrat akan sesuatu pun di kedua alam. Sejatinya, ruang qalb itu diperuntukkan bagi-Nya semata. Hanya akan kauketahui hal ini melalui pertolongan para nabi. Tuhan berka

Tongkat Musa

Gambar
Pernah kuberada di taman-Mu, di bawah pohon, yang kabulkan semua keinginan. Sepenuh diriku terbakar, sehingga ku menari tanpa musik. Kini aku sesosok bayangan, kumenari seiring cahaya Matahari: kadang kuberbaring di tanah, kadang kuberdiri-terbalik, di atas kepalaku; kadang aku memanjang, kadang aku memendek. Bagai gerakan cahaya dan bayangan, melintas permukaan bumi, kujelajahi zaman. Aku lah pangeran Mesir, dan pemandu Bangsa Israil. Bagi para ulama, aku lah sang Pembawa Sabda. Terkadang aku jadi Kalam. Terkadang aku jadi tongkat di tangan Musa. Terkadang aku jadi naga, membelah jalanku menerobos gurun. Jangan pernah cari Cinta, dengan bersandar pada tongkat-kayu fikiran; guna tongkat-kayu itu, hanya untuk memandu jalan orang buta. Yang kudamba hanyalah isyarat-Mu: satu anggukan dari-Mu, maka jiwaku kan bebas. Tidaklah dari sini kuberasal, aku pengelana yang singgah sejenak. Tersaruk berjalan, buta, tak tentu arah. Mendamba uluran tangan-Mu, membimbingku, melangkah. Sumbe

Lari dari Izrail

Suatu pagi, ke majelis Nabi Sulaiman as, yang sedang berada di gedung pengadilan, masuklah seorang bangsawan, berlari, tergopoh-gopoh. Wajahnya pucat karena sedih, bibirnya membiru. “Sakitkah engkau, Khwajah? ” tanya Sang Raja. Ia menjawab, “Ketika Izrail melemparkan pandangan kepadaku, dia penuh amarah dan kebencian.” “Nah, sekarang katakan apa yang engkau inginkan?” “Wahai pelindung hidupku, kumohon padamu, perintahkanlah angin membawaku langsung ke India: semoga sesampainya disana, jiwa hambamu ini selamat dari kematian.” Wahai, betapa banyak orang berlomba-lomba, melarikan diri dari kemiskinan; malah terjatuh mereka kedalam rahang serakah dan panjang angan-angan. Ketakutanmu akan kemiskinan bagaikan kengerian orang itu: ketahuilah, keserakahan dan panjangnya angan-anganmu adalah India dari kisah ini. Nabi Sulaiman memerintahkan angin segera membawanya melintasi samudera, ke pedalaman India. Keesokan harinya, dalam sidang musyawarah, Sang Raja bertanya kepada Izrail as, “Ketika

Cahaya dan Bayangan

Gambar
Foto oleh Emir Bozkurt: https://www.pexels.com/photo/men-praying-in-mosque-15860613/  Tak mungkin suatu semesta terpisah dari semesta-semesta lainnya. Tidak mungkin basah terpisah dari air, suatu langkah dari gerakan lainnya. Takkan padam nyala api dengan api lainnya; wahai anakku, hatiku berdarah karena cinta, jangan bersihkan darahku dengan darah yang lain. Hanya matahari yang mampu enyahkan bayangan. Matahari memanjangkan dan memendekkan bayangan; [1] carilah kuasa ini dari Sang Matahari. Kalaupun ribuan tahun kau coba hindari, pada akhirnya, kan kau dapati bayangan senantiasa bersamamu. Yang melayanimu adalah dosa-dosamu, yang menolongmu adalah sakitmu, nyala lilinmu adalah kegelapanmu, pencarian dan jelajahmu dari jerat rantaimu. Hal ini kan kujelaskan, hanya jika telah kuat hatimu; sebab jika remuk kristal-gelas hatimu, takkan pernah ia pulih. Mestilah engkau miliki, dan sandingkan keduanya: cahaya dan kegelapan; dengarkanlah anakku, bersujudlah dal

Dengan Cinta

Dengan cinta, dengan mahabbah, yang pahit jadi manis. Dengan cinta, tembaga jadi emas. Dengan cinta, yang keruh jadi jernih. Dengan cinta, yang sakit jadi sembuh. Dengan cinta, yang mati jadi hidup. Dengan cinta, sang raja jadi seorang hamba. Cinta, mahabbah, adalah buah pengetahuan. Tak pernah kebodohan dapat menaruh seorang pun di tahta itu. Sumber: Matsnavi II 1529 – 1530 Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Camille dan Kabir Helminski, dalam Rumi: Daylight, Threshold Book, 1994. Berdasarkan terjemahan dari Bahasa Persia oleh Yahya Monastra.