Postingan

Terbanglah Wahai Jiwa

Gambar
Foto oleh Rejaul Karim dari Unsplash Mengapakah jiwa tak terbang mengangkasa, ketika dari Hadirat yang Agung,    sebuah ajakan nan ramah: 'Naiklah!'    tertuju padanya?    Mengapa seekor ikan    tak melompat dengan gesit,    dari tanah yang kerontang ke dalam air,    ketika sampai ke telinganya,    suara debur ombak    dari lautan yang dingin ? Mengapakah seekor elang tak melesat    dari sarangnya, menuju lengan Sang Raja;    ketika didengarnya suara genderang,    memberi perintah, 'kembalilah' ? Mengapakah tak setiap pejalan menari, bagaikan pendaran zarah, di hadapan Matahari Keabadian; yang menyelamatkannya dari kelapukan? Di hadapan yang Maha Agung dan Maha Indah, yang Maha Cantik,   Sang Penganugerah kehidupan. Sungguh kejahilan dan kemalangan, jika terlepas dari-Nya. Terbang, terbanglah wahai burung, menuju ke rumah sejatimu. Karena telah terlepas engkau dari sangkarmu, dan sayapmu telah membentang. Beranjaklah engkau dari air yang pahit

Ketika Disempitkan

  Ketahuilah, wahai pencari, ketika kau dapati jiwamu menyempit, itu bagi kebaikanmu sendiri, jangan kau biarkan hatimu terbakar kesedihan. Di saat perluasan, dirimu melakukan pengeluaran, dan hal itu memerlukan pemasukan, berupa pencarian-diri yang menyakitkan. Jika hanya ada musim panas, maka akar akan kering, dan takkan pernah taman menghijau. Musim dingin tampaknya pahit, tapi menyegarkan. Ketika kau alami penyempitan, kawanku, nantikanlah pengembangan dalam dirimu, bergembiralah, jangan mengeluh. Tatapan anak kecil mengarah pada keinginan jangka pendek; sementara pandangan seorang bijak, tertuju pada hasil akhirnya. Ketika kau menutup mulut, maka terbuka kehausan dalam dirimu, yang lalu lahap menyerap kesegaran rahasia-rahasia ruhaniah. Manisnya kebahagiaan itu bagaikan buah, yang berasal dari taman kepahitan; kebahagiaan itu seperti luka, sedangkan kesedihan adalah pembalutnya. Belajarlah untuk memeluk kesedihan luruskan tatapanmu tepat ke wajah-Nya, maka kebahagiaa

Hembusan dari Sumber yang Tak Tampak

Gambar
  Foto oleh Sebastian Bill di Unsplash Angin apa ini, yang tengah membadai dari langit? sampai perahu-perahu di laut berguncang dan berayun dengan kerasnya. Karena anginlah perahu berlayar, dan karena angin pula perahu tenggelam. Tuhan mengendalikan angin, seperti kita mengendalikan nafas kita ketika memuji atau mencela. Berbeda-beda jenis angin, semuanya bertiup dari sumber yang tak tampak: ada yang membawa pertolongan, ada pula yang membawa kehancuran. Angin itu terasa, tapi sumbernya tersembunyi. Para pemilik hati yang murni memahami sumbernya dan terpandu oleh cahayanya. Keyakinan mereka tak goyah, mulut mereka tertutup, tetap menatap jalan, seraya tak jeda menghimpun kebijaksanaan. Mereka yang tak paham sumber angin menjadi pemuja bentuk-bentuk, mempertaruhkan hidup mereka. Duduk mereka di kaki para syaikh: membeo ucapan-ucapan bijak, sambil memperdebatkan keyakinan, mencari-cari asap sebagai bukti api. Tirulah sikap matahari, sang Raja tanpa dayang-dayang, diam membisu, se

Taman dalam Qalb

Gambar
  foto dari  DesktopNexus.com Hanya dalam kelapangan qalb, berisikan mata-air segar, yang di dalamnya terdapat berlapis-lapis taman mawar, keasyikan bersama-Nya dapat ditemukan. Sumber:. Rumi: Matsnavi III:   514 - 515. Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Maryam Mafi dan Azima Melita Kolin. Tercantum dalam buku Rumi's Little Book of Life: The Garden of Soul. the Heart and the Spirit, Hampton Road Publishing, Inc, 2012.

Mengapa Sedemikian Betah?

Gambar
  Sang Kekasih menatapku penuh sayang, dan berkata, "bisakah kau hidup tanpa Aku?" Kujawab tegas, "tanpa-Mu, bagiku bagai ikan tanpa air." "Jika begitu," Ia bertanya, "mengapa sedemikian betah kau tinggal di padang kering ini?" Sumber: Rumi: Rubaiyat #334. Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Jonathan Star dan Shahram Shiva, dalam A Garden Beyond Paradise, Bantam Books, 1992.

Mengapa Berbangga Diri dan Angkuh?

Gambar
  Mengapa berbangga-diri dan angkuh? Takan bisa engkau memikat matahari dengan berselingkuh. Berhentilah berjalan dalam bayanganmu sendiri, berkubang dalam pikiranmu yang dungu. Angkat kepalamu, tataplah ke arah matahari, menjelajahlah diantara bebungaan, jadilah insan sejati. Jangan tinggal dalam kegelapan, seperti burung malam; bisa disantap engkau oleh raksasa, yaitu khayalanmu sendiri. Bangkitlah, carilah cahaya, tataplah ke arah matahari. Catatan: [1]  Berselingkuh,  istilah yang dipakai para Syaikh untuk menyebut mereka yang menyatakan dirinya pencari Tuhan tapi sebenarnya hanya mencari ciptaan-Nya. [2] Matahari,  al-Haqq. Sumber: Rumi:  Divan-i Syamsi Tabriz,  no 1378. Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Maryam Mafi dan Azima Melita Kolin. Tercantum dalam buku Rumi’s Little Book of Life: The Garden of Soul, the Heart and the Spirit, Hampton Road Publishing, Inc, 2012.

Cinta pada Pantulan Keindahan

Gambar
  foto oleh  Peace,love,happiness  dari  Pixabay Kepada Tuhan, mintalah cinta, bukan sekedar kehidupan; mintalah nutrisi bagi jiwa, bukan sekedar nasi. Semesta ciptaan berwujud bagaikan air murni, bening; memendarkan bayangan sifat-sifat Sang Pencipta. Pengetahuan, keadilan, dan kasih-sayang itu bagaikan bayangan bintang-bintang di langit pada permukaan air bening yang tenang. Generasi demi generasi manusia berlalu, tapi rembulannya tetap yang itu juga. Waktu dan orang yang menghuni Bumi berubah, tapi hakekat kebijaksanaan dan keadilan, tetaplah sama. Insan berakhlak-mulia memantulkan keindahan asma-asma Sang Pencipta. Dan cinta pada keindahan akhlak itu karena cinta kepada Sang Pelimpah Keindahan. Sumber: Rumi: Matsnavi   VI: 3171 - 3183 Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Maryam Mafi dan Azima Melita Kolin. Tercantum dalam buku Rumi's Little Book of Life: The Garden of Soul. the Heart and the Spirit, Hampton Road Publishing, Inc, 2012. Terjemahan ke Bahasa Indonesia oleh ngRumi.