Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2009

Wahai Pencari, Berhijrahlah

Gambar
Jika pohon punya sayap atau kaki, tentulah ia bisa bergerak, sehingga tak diterimanya sakit dari mata gergaji atau dari pukulan kampak. Dan jika matahari tak bergegas ketika malam tiba, bagaimanakah bumi akan diterangi ketika fajar merekah. Dan jika air tidak menguap dari laut ke langit, kapankah taman akan dialiri sungai dan dibasahi hujan. Ketika setitik benih bergerak dari sumbernya ke tujuan, ditemukannya rumahnya, dan lalu menjadi sebutir mutiara. Bukankah Yusuf, walau sambil berlinang air-mata, mengembara meninggalkan ayahnya. Bukankah dalam pengembaraan itu, dia menemukan kerajaan, ketenaran dan kemenangan? Bukankah Musthafa berhijrah, dan di Madinah memperoleh kedaulatan, dan menjadi tuan dari berbagai negeri? Kalaupun kaki tak engkau miliki, tempuhlah hijrah di dalam dirimu sendiri, (Itu) bagaikan tambang merah-delima mulai tersingkap oleh secercah cahaya matahari. Wahai pencari, berhijrahlah, keluar dari kampung halamanmu, menuju ke kedalaman dirimu sendiri. Karena de

Tunaikanlah Maharnya

Karenanya, bersama siapapun engkau ingin bersanding, tunaikanlah maharnya: tenggelamkan dirimu sepenuhnya dalam kecintaanmu, seraplah bentuk dan ciri-cirinya. Jika yang engkau kehendaki adalah cahaya, siapkanlah dirimu untuk menerimanya. Jika engkau ingin berjarak dari Tuhan, pupuklah cinta diri-sendiri dan menjauhlah. Jika engkau ingin mencari jalan keluar dari penjara lapuk ini, [1] jangan palingkan wajahmu dari Sang Kekasih, sujud dan mendekatlah. [ 2] ( Rumi: Matsnavi, I no 3605 - 3607, terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson ) Catatan : [1] Jika ingin jiwa bebas dari penjara jasmani. [2] QS [96]: 19

Datang Semata untuk Bersaksi

Kehadiran kita di ruang sidang Sang Hakim ini [1] untuk membuktikan kebenaran pernyataan kita, "kami bersaksi;" ketika dalam Perjanjian itu kita ditanyai, "bukankah Aku Tuhanmu?" [2] Karena kita telah membenarkan, maka dalam  persidangan ini ucapan dan tindakan kita menjadi  saksi dan bukti bagi kesepakatan itu. Ruang sidang Sang Hakim bukanlah tempat untuk membisu. Bukankah kita datang kesini untuk memberikan persaksian? Wahai saksi, berapa lama lagi engkau diperiksa di ruang  sidang Sang Hakim? Segera lah berikan pernyataanmu. Engkau telah dipanggil ke sini, dan telah datang engkau, [3] semata untuk bersaksi. Lalu mengapakah engkau bersikukuh diam? Di ruang tertutup ini engkau ikut menutup mulut maupun tanganmu. [4] Kecuali engkau berikan pernyataan itu, wahai saksi,  bagaimana caranya engkau akan keluar dari sidang ini? [5] Inilah urusanmu di alam ini. Kerjakan tugasmu dan segeralah berl

Kebakaran Besar di Masa Sayidina Umar r.a.

Sebuah kebakaran besar terjadi di masa kekhalifahan Sayidina Umar r.a: kobarannya menelan bebatuan layaknya api menghancurkan kayu kering. Api menelan rumah dan bangunan, melonjak tinggi sampai mengancam burung-burung dan sarang mereka. Separuh kota tertelan api; air bagai gentar dan gagap menghadapinya. Mereka yang masih bisa berfikir terus menyiramkan air, bahkan cuka, untuk memadamkannya. Sungguhpun demikian, kobaran api malah meningkat, sampai datang bantuan dari yang Tunggal, yang tak-Terbatas. Orang-orang bergegas mendatangi Umar r.a, sambil berkata, "api itu sama sekali tidak dapat dipadamkan dengan air." Beliau r.a. menjawab, "api itu adalah salah satu tanda dari Allah: itu adalah kobaran dari api kejahatanmu. Berhentilah menyiramkan air, bagikanlah roti, tinggalkanlah kerakusan, jika kalian memang pengikutku." Orang-orang itu menjawab, "Pintu-pintu rumah kami selalu terbuka, kami berbaik-hati dan pemurah." Beliau r.a. berkata, "Kalian memberi

Air Kehidupan

Semua hal, terkecuali cinta kepada yang Maha Indah, walaupun tampak manis bagai gula, sebenarnya membuat jiwa menderita. Apakah itu penderitaan jiwa? Menyongsong kematian seraya tidak menggenggam Air Kehidupan. [1] Umumnya manusia, menancapkan pandangan ke dua mata mereka kepada bumi dan kematian: seraya mereka menyimpan seratus keraguan tentang Air Kehidupan. Berjuanglah sehingga seratus keraguanmu berkurang jadi sembilan puluh: bergeraklah maju kepada Allah pada malam harinya alam ini; karena jika engkau tertidur, sang malam lah yang akan meninggalkanmu. Di tengah gelapnya malam, carilah Siang yang terang: ikutilah Akal Sejati yang menelan kegelapan. Di balik hitamnya jubah malam, yang sewarna kejahatan, terdapat banyak kebaikan: Air Kehidupan itu pasangan kegelapan. Tapi bagaimana mungkin mengangkat kepalamu dari beratnya kantuk, ketika engkau tebarkan seratus benih kemalasan. Jika mendengkur bagaikan mati, dan matin

Musuhmu yang Sebenarnya

Gambar
Tahukah engkau siapa musuhmu sebenarnya? Mereka yang dibuat dari api adalah musuh dari yang dibuat dari tanah. [1] Api adalah musuh dari air dan keturunannya; demikian pula air adalah musuh bagi nyalanya api. Jelasnya, api disini adalah api hawa-nafsu,  yang  disitu terletak akar dari dosa dan kesalahan. Api kasat-mata dapat engkau padamkan  dengan siraman  air, sementara berkobarnya api  hawa-nafsu dapat  membawamu ke Neraka. Api hawa-nafsu tak dapat diredakan dengan air,  karena  dia memiliki ciri Neraka,  yaitu tak-pernah-puas  menyiksa. Apakah obat bagi api hawa-nafsu? Cahaya Agama:  cahaya  keberserahdirianmu adalah sarana untuk memadamkan api kekufuranmu. Apakah yang memadamkan api ini? Cahaya Allah,  jadikanlah cahaya nabi-Nya,  Ibrahim a.s.  sebagai gurumu. [2] Sehingga jasadmu, yang bagaikan kayu,  dapat  diselamatkan dari nyala hawa-nafsu,  yang bagaikan  api Namrud. [3] Kobaran hawa-nafsu takkan padam  karena diperturutkan; tapi dapat dipast

Terbelenggu Rantai tak-Terlihat

Gambar
Tuhan membuat kemasyhuran begitu berat, bagaikan seratus kilogram besi, begitu banyak orang terikat rantai tak-terlihat. Bangga-diri dan suka-khianat menutup Jalan pertaubatan, sedemikian rupa, sehingga pengidapnya bahkan tak mampu mengutarakan penyesalan. "Sungguh Kami telah memasang pada leher-leher mereka  belenggu sampai ke dagu, maka mereka tengadah:"                                     [1] rantai itu tidak diikatkan kepada jasmani kita. "Dan Kami jadikan dari hadapan mereka dinding, dan dari belakang mereka dinding, lalu Kami tutupi mereka, maka mereka tidak dapat  melihat," dinding di hadapan dan di belakang mereka.                     [2] Dinding tegak itu tampil bagaikan padang terbuka, sang pendosa tak tahu itu adalah dinding ketetapan Ilahiah. Cinta duniawimu bagaikan dinding  yang menghalangi wajah  Sang Kekasih, hasratmu akan dunia adalah dinding penghalang kepada tuntunan. Banyak diantara kaum kafir mendalam rind

Iri-dengki: Lorong Sempit Tersulit

Jangan masuki lembah ini tanpa pemandu; [1] ikutilah ucapan sang Khalilullah Ibrahim a.s,  "... Aku tidak suka  sesuatu yang tenggelam ..." [2] Bertolaklah dari dunia bayangan, raihlah matahari:  berpeganglah ke lengan baju Lelaki seperti Syamsi-Tabriz . [3] Jika belum kau ketahui, alamat pesta perkawinan seperti ini, carilah Cahaya al-Haqq, Husamuddin . [4] Ketika engkau tengah menempuh Jalan, dan tenggorokanmu  tercekik iri-dengki, ketahuilah, itu ciri iblis; dia melanggar batas karena iri-dengki. Karena iri-dengkinya, dia membenci Adam a.s;    [5] dan karena iri-dengki pula dia berperang melawan kebahagiaan.   [6] Di dalam Jalan, tiada lorong sempit yang lebih sulit  daripada hal ini; beruntunglah pejala